Dunia pertelevisian Nasional dan media Informasi Nasional tampak goncang pasca tragedi Cinta Mas Pur yang tak kesampaian menghiasi tayangan utama di layar beritanya. Terpampang dengan jelas dan agak sadis seorang dengan sejuta ketegaran hatinya menerima ketidak sampaikan hasrat untuk memiliki kala wanita yang dicintai menikah dengan orang lain.
Lagi dan lagi, Cinta tak selamanya harus berakhir dengan kesan tragis seperti Romeo dan Juliet yang harus meneguk racun lantaran tidak direstui, atau juga Qo’is Ibnu Umar yang akhirnya menjadi gila dan akhirnya berganti nama menjadi Majnun lantaran si Layla yang dinikahkan dengan orang lain. Atapun juga Samson si Pemuda Yahudi kekar yang akhirnya menderita dalam perangkap cintanya pada putri Delila.
Kisah Cinta berakhir tragis cenderung menjadi Inspirasi dan kerap kali memenjarakan logika berpikir generasi. Menjadikan kisah ini sebagai objek inspirasi memang punya dampak tersendiri. Beberapa kejadian bunuh diri lantaran Cinta tak kesampaian kerap kali menghiasi halaman pemberitaan di media informasi. Lalu kita mengira bahwa hal tersebut terjadi karena Cinta yang tidak kesampaian.
Padahal hakikat Cinta yang coba diartikan Oleh Buya Hamka pada tokoh Zainuddin dalam Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wick yang berbunyi “Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedih- sedan. Tetapi cinta menghidupkan pengharapan, menguatkan hati dalam perjuangan menempuh onak dan duri penghidupan”.
Fenomena salah kaprah Cinta kembali digaungkan Oleh Mas Pur kepada generasi muda adalah salahsatu upaya untuk meluruskan kembali serta menjunjung kembali mareah dan kesakralan Cinta itu sendiri.
Mas Pur, meskipun Cintamu tidak kesampaian. Caramu untuk mengikhlaskan kepergian orang yang paling kau cintai adalah sebuah pesan dan edukasi luar biasa terhadap generasi milenial abad ini.
