Jumat, Maret 29, 2024

Komunis Pertama dalam Tubuh Organisasi Islam Di Indonesia

nanto28
nanto28
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah di FKIP UHAMKA dan Filsuf

Pada tahun 1913 H. J. F. M. Sneevliet (1883-1942) tiba di Indonesia. Dia memulai karirnya sebagai seorang pengamut mistik Katolik tetapi kemudian beralih ke ide-ide sosial demokratis yang revolusioner dan aktivisme serikat dagang. Pada tahun 1914 dia mendirikam Indische Social- Democratische Vereniging (ISDV: Perserikatan Sosial Demokrat Hindia) di Surabaya.

Partai beraliran kiri ini dengan mudah berkembang menjadi Partai Komunis di Asia yang berada di luar negeri Soviet. Anggota ISDV ini adalah orang-orang Belanda, tetapi Organisasi ini ingin merangkul rakyat Indonesia, karenanya ISDV menjalin persekutuan dengan Insulinde (Kepulauan Hindia). Partai ini sebagian besar anggotanya Indische Partjj yang berkebangsaan Indo-Eropa yang radikal, anggota Insulinde berjumlah 6000 orang termasuk beberapa orang jawa terkemuka.

Oleh karena itu perhatian ISDV mulai teralihkan kepada Sarekat Islam, organisasi perdagangan yang memiliki jumlah pengikut yang besar dari rakyat Indonesia. Karena ISDV masuk ke tubuh SI maka SI pecah menjadi SI Putih dipimpin H. Agus Salim berhaluan Kanan berpusat di Yogyakarta, dan SI Merah dipimpin Semaoen  berhaluan kiri berpusat di Semarang.

Dengan pecahnya Sarekat Islam yang merupakan organisasi dagang Islam terbesar yang tujuan utamanya untuk menyaingi dan menahan lajunya perdagangan orang-orang China karena akan merugikan penduduk pribumi Indonesia, yang terjadi perpecahan antara golongan tua dan muda.

Golongan tua yaitu SI Putih menginginkan organisasi ini berjalan sesuai kesepakatan bersama dan musyawarah, pemikiran golongan tua cenderung konservatif, sedangkan golongan muda yaitu SI Merah menginginkan organisasi ini berjuang secara revolusioner untuk membela kaun yang tertindas serta bertindak terburu-buru, pemikiran golongan muda cenderung revolusioner dan menginginkan revolusi.

Pada tahun 1916 SI sudah terpecah di Minangkabau karena adanya perbedaan doktrin. Kaum Islam Modern menyebut diri mereka sebagai ‘SI kartu putih’, sedangkam kelompok-kelompok agama yang tradisional yang dipimpin oleh kaum sufi disebut ‘SI kartu merah’.

Sangat jelas bahwa perpecahan dalam suatu organisasi apapun disebankan oleh perbedaan doktrin dan perbedaan pandangan politik. Sebenarnya perbedaan merupakan Sunnatullah (Kebiasaan) yang memang wajar adanya akan tetapi ini semua bisa dikalahkan pleh politik manusia itu sendiri (Vested Interest)

Sumber: Ricklefs, M.C. (2005). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm 260-261 dan 267.

nanto28
nanto28
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah di FKIP UHAMKA dan Filsuf
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.