Pandemi belum usai, semuanya menderita. Itu derita bagi semua pihak. Seperti ribuan masyarakat kehilangan pekerjaan, banyaknya pengusaha gulung tingkar, ribuan investor gagal menanam modalnya, dunia olahraga gagal menujukkan pentasnya. Derita Covid-19 menjadi kabar buruk untuk semuanya. Tapi tak melulu kita diam atas derita ini, tapi ikhtiar harus kita lakukan agar aktivitas kembali normal.
Tak lebih, bagi lulusan Sosiologi Agama, mempunyai tekad dalam membantu mengatasi pandemi bersifat global ini. Memang tak bisa disamakan dengan mahasiswa kedokteran atau jurusan kesehatan yang telah nyata berkontribusi dalam mengatasi promblematika Pandemi Covid-19 ini.
Pandemi Covid-19 ini bukan menjadi isu kesehatan global saja, tetapi dibalik itu ada isu sosial, ekonomi, budaya hingga agama. Kompleksitas masalah cukup rumit dalam mengatasi dampak ini, itu yang menyebabkan hingga saat ini, penemuan vaksin saja belum ditemukan. Konsekuensinya, pemerintah bersama negara di dunia, hanya bisa mengurangi penyebaran saja dengan melakukan strategi Lokwdown atau di Indonesia dikenal dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Agama Isu Populis di Indonesia
Awalnya jurusan sosiologi agama tersebar di Indonesia fokus utama pengkajian agama dalam bingkai sosiologi. Itu artinya, lulusan di desain untuk terampil dalam mengatasi masalah keagamaan di Indonesia. Tapi, dalam perjalanan lulusan sosiologi agama akan menjadi stagnan saja, jika hanya mengurusi urusan agama dan sosial di Indonesia, tampa menyetuh dimensi-dimesi yang lain. Padahal, peran sangat strategis jika mengetahui potensi-potensi permasalahan di kita temukan di masyarakat.
Isu agama menjadi isu yang populer di abad ini, selama masyarakat di Indonesia masih memegang teguh agama menjadi nilai-nilai utama. Reretan promblematika di Indonesia selalu mengaitkan isu agama. Entah itu urusan politik, ekonomi, budaya, hingga kesahatan. Urusan selalu ada kaitan dengan agama.
Isu pandemi Covid-19 saja, kaitan dengan isu agama menjadi sangat populer di Indonesia. Dampak dari sebuah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) saja untuk urusan agama menjadi rumit, mulai dari perdebatan boleh tidak sholat jumat di masjid, melakukan aktivitas di masjid selama ramadhan, larangan tak boleh mudik. Sehinga, masyarakat mengalami kebingungan sosial, pemerintah melarang, tetapi sebagian para agamawan membolehkan. Ujung-ujungnya konflik terjadi. itu semuanya realitas yang sedang kita alami.
Jangan sampai permasalahan ini terjadi, vaksin saja belum ditemukan, korban semakin banyak masyarakat stress hingga timbul hura-hara dimana-mana, kriminalitas meningkat, Jika itu dibiarkan maka tak bisa membayangkan suasana itu terjadi, seraya bermunajat agar pandemi ini berakhir.
Dari dampak yang berakar akibat Pandemi Covid-19 ini, menjadi suatu masalah sosial yang harus gotong royong dalam upaya menyelesaikan permasalahan ini. Tidak harus kita terus membebani dokter, perawat, peneliti kesehatan untuk terus berusaha menemukan obat mujarab. Tapi, tugas kita semua harus turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini.
Keahlihan Ahli Sosiologi Agama
Lulusan sosiologi agama merespon situasi saat ini harus cepat dan reaktif. Jangan hanya diam sebagai penonton saja. Tapi, ini memang tugas kemanusian, untuk itu diperlukan pembacaan masalah mendalam atau promblem mapping untuk menentukan permasalahan atas dampak ini. Analisa sosial menitikberatkan isu agama sebagai kajian utama dalam penanganan ini.
Analisa sosial ini menjadi kunci utama dalam mengatasi promblem pandemi ini, seperti bagaimana merespon masyarakat yang mengalami kebinggungan sosial akibat masalah ubuddiyah atau ibadah, hingga soal muamalah seperti pernikahan, mudik, jual beli. Itu semuanya melibatkan isu agama didalamnya. Kepekaan sosial memang perlu dilakukan, memang sudah dilatih lulusan sosiologi agama sejak dalam hal ini.
Menganalisa ini dilakukan melahirkan beragam tindakan dalam penanganan masalah Covid-19 ini, terkait masalah ubudiyah misalnya, lulusan sosiologi agama harus tampil utama di masyarakat untuk menjelaskan prombelamatika antara sains dan agama. Tak hanya berbicara di depan masyarakat saja, tapi mengkomunikasi antara agamawan dan pemerintah agar satu suara. Tugas sebagai komunikator agama ini melerai pertikaian di masyarakat hingga menyebabkan persatuan di masyarakat. Ini yang saat ini belum banyak ditemukan di masyarakat.
Selain itu, lulusan sosiologi agama ambil bagian untuk pendampingan masyarakat terkena dampak Pandemi Covid-19. Pendampingan sebagai langkah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana upaya mitigasi-mitigasi ketika pandemi Covid-19 berlangsung. Tentu, pendampingan masyarakat tak melulu kepada masyarakat terkena dampak saja, tetapi masyarakat yang belum terkena dampak menjadi utama fokusnya, agar penularanya dapat dicegah.
Terakhir, lulusan sosiologi mampu menggalang dana sebagai bentuk empati terhadap korban kemanusian ini. Kemampuan sebagai diplomat kemanusian dibutuhkan untuk mengentuk hati dermawan untuk memberikan kontribusi terhadap penanganan Pandemi Covid-19 ini.
Demikian, peran strategis lulusan Sosiologi Agama membantu dalam penaggungalan mitigasi Covid-19 ini. Maka, Lulusan Sosiologi jangan hanya diam, tetapi bergerak dalam mengemban tugas mulia ini. Memang, dipungkiri memang masih ada rasa tak pede dalam urusan ini. Maka, buang jauh-jauh itu semua, sekarang saatnya menjadi berkarya untuk berkontribusi di masyarakat. Jangan hanya diam, tapi bergerak, untuk menuntaskan Pandemi Covid-19 Ini. Tabik.