Korea Selatan mendapati kasus infeksi pertama dari amoeba pemakan otak yang menjangkit seorang pria berumur 50-an tahun setelah sebelumnya terlihat gejala-gejala yang disebabkan oleh virus ini.
Melansir dari Korea Times, pada tanggal 26 Desember, Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) menyebutkan bahwa pria tersebut pada awalnya menetap di Thailand dalam kurun waktu empat bulan sebelum akhirnya kembali ke Korea Selatan pada awal Desember 2022. Pria tersebut akhirnya dinyatakan meninggal dunia sebelas hari setelah kepulangannya.
Naegleria fowleri sendiri adalah jenis amoeba yang dapat ditemukan di alam liar, terutama di air tawar atau air payau yang terkontaminasi oleh tinja. Amoeba ini dapat hidup di air yang mengandung sedikit atau tidak ada oksigen, seperti di dasar kolam atau sumur.
Naegleria fowleri dapat bertahan hidup dalam air yang terkontaminasi selama beberapa minggu atau bahkan bulan, tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu, pH, dan kadar oksigen.
Naegleria fowleri biasanya tidak menyebabkan infeksi pada orang yang meminum air yang terkontaminasi atau makan makanan yang telah terkontaminasi. Namun, infeksi dapat terjadi ketika amoeba ini masuk ke dalam tubuh melalui hidung saat berenang atau melakukan aktivitas air lainnya di air yang terkontaminasi.
Secara umum, Naegleria fowleri ada di alam karena merupakan bagian dari ekosistem air yang terdapat di seluruh dunia. Amoeba ini dapat memainkan peran dalam proses dekomposisi organik di air, membantu mengurai bahan organik yang terdapat di air. Namun, infeksi Naegleria fowleri pada manusia sangat jarang terjadi dan dapat menjadi serius jika tidak diobati dengan segera.
Oleh karena itu, penting untuk mencegah infeksi dengan tidak menghirup air melalui hidung saat berenang atau melakukan aktivitas air lainnya, serta memastikan bahwa air yang digunakan untuk berenang aman dan tidak terkontaminasi.
Sementara itu, masyarakat yang masih trauma dengan terjadinya infeksi besar-besaran oleh COVID-19 cukup risau atas berbagai hal terkait penemuan virus-virus baru lainnya. Hal ini bukan terjadi tanpa alasan, pandemi COVID-19 telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek psikologis. Banyak orang mungkin merasakan stres, ketakutan, atau kecemasan yang tinggi terkait dengan pandemi ini, terutama jika mereka atau orang terdekat merasa terpapar virus atau terkena COVID-19.
Selain itu, masyarakat juga takut akan berbagai risiko yang dapat terjadi terutama jika mereka atau orang terdekat kehilangan pekerjaan, mengalami kesulitan finansial, atau kehilangan orang yang mereka cintai karena virus ini. Trauma adalah reaksi yang normal setelah mengalami kejadian yang mengancam nyawa atau menyebabkan stres yang tinggi, dan dapat terjadi pada siapa saja yang terpapar atau terkena pandemi.
Sifat Penyebaran Amoeba Pemakan Otak Manusia
Menurut ahli mikrobiologi setempat, Shin Ho-Joon, Korea Selatan tidak perlu bereaksi berlebihan atas kasus pertama terkait amoeba pemakan otak manusia, tetapi perlu ditekankan pula untuk berhati-hati sebab jumlah infeksi di dunia sedang meningkat. Lebih lanjut, identifikasi awal bagi orang awam atas infeksi yang disebabkan oleh virus ini cukup membingungkan disebabkan kemiripannya dengan gejala flu biasa.
Gejala yang cenderung terlihat normal saja terjadi ini tidak dapat disangka akan membawa penderita mengalami leher yang kaku, tidak sadarkan diri, koma, bahkan sampai dengan meninggal dunia. Hal inilah yang menyebabkan kasus inveksi atas virus ini baru diketahui saat korban atau penderita telah kehilangan nyawanya. Menurutnya pun, belum ada penanganan maupun vaksin untuk menanggulangi ini.
Pada 2020 sendiri, terjadi insiden Lake Jackson yang merupakan peristiwa atas seorang penduduk lokal di Texas yang tewas setelah meminum air yang ternyata telah terinfeksi Naegleria fowleri dari keran di kawasan publik. Sebenarnya, otoritas setempat pun telah memperingatkan bahwa penduduk sebaiknya tidak menggunakan suplai air keran kecuali kebutuhan toilet saja. Apabila memang ingin menggunakan maka harus merebus air tersebut terlebih dahulu. Hal ini disebabkan bahwa virus ini memang hidup pada air yang memiliki sedikit bahkan tidak ada kandungan oksigennya.
Sebagaimana terjadinya kenaikan suhu perairan oleh pemanasan global, beberapa kasus lebih sering ditemukan di Florida dan Texas, serta terdapat beberapa asumsi bahwa virus ini juga menjangkit di Amerika Selatan hingga China. Sejak 1962, telah tercatat total 37 kasus atas infeksi virus ini di Florida. Lebih dalam, menurut World Health Organization (WHO), tercatat sebanyak 1000 hingga 2000-an kasus secara global di tiap tahun.
Sejauh ini diketahui sifat dari virus ini tidak menular dari manusia kepada manusia lainnya, tetapi tingkat kematian yang terjadi sangat tinggi apabila sudah terjangkit. Selain itu, uji coba terkait pengembangan vaksin pun baru dilakukan pada hewan seperti tikus, tetapi terkait bagaimanakah tingkat efektivitas dari vaksin tersebut untuk manusia belum diketahui secara pasti. Selain itu, terkait dengan penyebaran secara pasti virus ini selain dari air yang terkontaminasi masih harus dilakukan riset secara lebih mendalam lagi.
Oleh sebab itu, bagi orang-orang yang berencana melakukan perjalanan jauh khususnya ke luar negeri, haruslah berhati-hati terutama apabila tujuan mereka adalah Amerika Serikat, Asia Tenggara, dan beberapa Negara Eropa.