Jumat, April 19, 2024

Kepemimpinan Perempuan Tak Sekadar Perebutan Kekuasaan

Alimah Fauzan
Alimah Fauzan
Belajar dan berkarya bersama Komunitas Perempuan Pembaharu Desa. Berbagi pengalaman dan pembelajaran pemberdayaan masyarakat di sekolahdesa.or.id; buruhmigran.or.id; perempuanberkisah.com; dan alimahfauzan.id. Email: alimah.fauzan@gmail.com.

Bicara peran dan kepemimpinan perempuan bukan hanya pada teksnya, tapi juga praktik-praktik sosial yang telah dilakukannya di masyarakat.

Publik kita masih sibuk menyoal bagaimana seorang perempuan harus berpakaian dan bersikap. Sayangnya, ada hal penting dan inspiratif yang luput dari perhatian publik secara luas. Terkadang, sesuatu yang nampak dari diri seorang perempuan tak henti diperdebatkan. Perdebatan pun kemudian diperkuat dengan teks-teks agama. Hingga tanpa sadar menutup peran penting yang telah dilakukan mereka di masyarakat. Padahal di balik isu perempuan yang nampak di permukaan, ada upaya konsisten para perempuan dalam memperkuat peran dan kepemimpinannya di masyarakat.

Sayangnya, upaya ini masih jarang nampak dan diketahui publik. Apalagi peran para perempuan dari kelompok-kelompok yang selama ini terdiskriminasi, seperti Jemaat Ahmadiyah (Ahmadi) misalnya. Selain itu peran para perempuan Kristiani, Islam dan sejumlah perempuan lintas iman lainnya.

Bicara peran dan kepemimpinan perempuan bukan hanya pada teksnya, tapi juga praktik-praktik sosial yang telah dilakukan perempuan di masyarakat. Termasuk bagaimana upaya mereka membangun kesadaran akan pentingnya mengeliminir kekerasan terhadap perempuan? Juga bagaimana memahami hubungan perubahan konteks sosial dengan pemaknaan agama berkaitan dengan identitas perempuan? Lalu bagaimana mengkaji tradisi agama-agama yang menguatkan posisi perempuan di berbagai bentuk kehidupan? Apa saja yang telah dilakukan oleh para perempuan lintas iman dalam menjawab sejumlah pertanyaan tersebut?

Kali pertama mendengar istilah perempuan lintas iman, mungkin yang ada di benak kita di antaranya bagaimana kepedulian mereka pada isu agama semata. Namun apa yang telah dilakukan perempuan lintas iman tidak sekadar peduli pada persoalan di tingkat komunitasnya. Lebih dari itu, mereka juga hadir, berperan dan memiliki kepedulian pada isu sosial dan kemanusiaan.

Peran Sosial-Kemanusiaan

Di tengah perlakuan diskriminatif yang menimpa Ahmadi, ternyata ada peran penting mereka yang luput dari perhatian publik secara luas. Termasuk perempuan Ahmadi yang tergabung dalam “Lajnah Imaillah Indonesia”. Menurut peneliti Jemaat Ahmadiyah sekaligus Ketua Lajnah Imaillah Yogyakarta, Dr. Nina Mariani Noor, perempuan Ahmadi memiliki misi kemanusiaan baik yang dilakukan secara individual, kolektif, maupun individu yang terorganir.

Lajnah Imaillah adalah wadah bagi perempuan Ahmadi untuk melakukan peran mereka dalam agama, organisasi dan masyarakat. Seperti gerakan donor mata, donor darah nasional, serta pengadaan klinik kesehatan bagi warga kurang mampu. Sampai saat ini, sudah ada 5.823 Ahmadi calon donor mata, 109 Ahmadi yang telah mendonorkan matanya, serta 385 Ahmadi penghargaan donor mata. Lajnah Imaillah telah membuktikan dirinya sebagai wadah bagi para perempuan Ahmadi memaksimalkan keterlibatannya dalam kegiatan, baik keagamaan maupun sosial kemanusiaan.

Dalam konteks yang lebih luas, perempuan muslim di Indonesia kini telah memiliki forum nasional Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). KUPI Menyepakati bahwa peran dan kepemimpinan perempuan baik dalam keluarga, institusi agama, komunitas, dunia pendidikan dan politik dan sebagainya perlu terus dikaji dan dimaknai ulang secara kontekstual dengan berbagai perspektif.

Upaya yang dilakukan KUPI merupakan salah satu upaya membongkar cara pandang yang biasanya menggunakan cara pandang laki-laki. Menurut aktivis perempuan Fahmina-Institute Cirebon, Aifatul Arifiati, KUPI hanyalah salah satu upaya, karena ada upaya lain yang juga penting untuk terus dilakukan. Di antaranya adalah melakukan counter narasi dengan memperbanyak tulisan-tulisan tentang kiprah perempuan, penguatan kapasitas, penguatan kesadaran, kepemimpinan, sister-hood, meningkatkan keterlibatan perempuan di publik, serta pelibatan dalam forum-forum pengambilan kebijakan.

Sementara di kalangan perempuan Kristiani, peran penting mereka salah satunya dapat kita ketahui dari aktifitas pelayanan sosial. Mereka melakukan layanan konseling pada perempuan maupun laki-laki korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), buruh migran korban kekerasan, pemulihan jiwa bagi korban bencana dan sejumlah peran sosial-kemanusiaan lainnya. Yang menarik dari peran perempuan Kristiani ini adalah salah satunya dari konsep bahwa pembuktian harus dimulai dari diri perempuan itu sendiri. Konsep ini sangat kontekstual di tengah sejumlah persoalan perempuan yang salah satunya dipicu oleh perempuan itu sendiri.

Menurut salah satu pendeta perempuan, Pdt. Murtini, LPP Sinode GKJ dan GKI SW Jateng, maksud dari “pembuktian harus dimulai dari diri sendiri” ini di antaranya adalah bagaimana perempuan “selesai” dengan dirinya sendiri. Termasuk hal-hal paling sederhana yang melekat dalam diri perempuan. Juga, bagaimana perempuan sebagai pemimpin berani menolong orang-orang yang dipimpinnya untuk selesai dengan diri mereka sendiri.

Selain itu bagaimana perempuan menjadi makhluk pembelajar dan mampu menghidupi spiritualitas. Dalam hal ini, menurutnya juga penting bagaimana perempuan perempuan dan laki-laki memandang diri mereka dan memandang satu sama lain. Agama mempunyai peran penting, dalam membentuk pemahaman, penghayatan, pola pikir, konsep bersama, sikap dan tindakan (individu maupun bersama). Jadi bagaimana orang memandang, menilai dan bersikap kepada orang lain atau sesuatu, itu tergantung pada pemahaman yang dimilikinya, salah satunya berasal dari pengajaran agama.

Membangun Kesadaran Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Pembahasan tentang isu perempuan melalui forum-forum diskusi lintas iman menjadi penting di tengah persoalan perempuan saat ini. Seperti upaya yang telah dilakukan Komunitas Srikandi Lintas Iman (Srili) Yogyakarta, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Departemen Sosiologi UGM, dan Forum Aktivis Perempuan Muda (FAMM), yang telah mempertemukan para aktivis perempuan lintas iman dalam seminar “Memaknai Ulang Peran Dan Kepemimpinan Perempuan”, pada Sabtu, 25 November 2017 kemarin, di Fisipol UGM.

Diskusi yang dimoderasi oleh Mustaghfiroh Rahayu, M.A, Dosen Fisipol UGM, ini menghadirkan pembicara kunci dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Dr. Siti Aisyah, M.Pd, Dr. Nina Mariani Noor, Ketua Lajnah Imailah Yogyakarta, Dr. Pdt. Murtini (Pendeta dari LPPS GKJ-GKI SW Jateng, dan Alifatul Arifiati, Manager Islam dan Demokrasi Fahmina-Institute Cirebon. Seminar digelar untuk membangun kesadaran tentang pentingnya untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan baik secara fisik maupun psikis.

Acara ini memang hanya melibatkan aktivis perempuan lintas iman. Namun dari pengalaman mereka terkait peran dan kepemimpinan perempuan, membuktikan bahwa bicara soal kepemimpinan ternyata tidak semata bicara perebutan kekuasaan. Bicara peran dan kepemimpinan perempuan juga bukan hanya pada teksnya, tapi juga praktik-praktik sosial yang telah dilakukannya di masyarakat.

Di luar pengalaman dan pembelajaran inspiratif dari para aktivis lintas iman, tentunya masih banyak lagi pengalaman dan pembelajaran tentang peran dan kepemimpinan dari beragam bidang. Pengajaran agama juga memang bukan satu-satunya, tetapi mempunyai pengaruh yang sangat (atau paling) kuat terhadap diri manusia.

Alimah Fauzan
Alimah Fauzan
Belajar dan berkarya bersama Komunitas Perempuan Pembaharu Desa. Berbagi pengalaman dan pembelajaran pemberdayaan masyarakat di sekolahdesa.or.id; buruhmigran.or.id; perempuanberkisah.com; dan alimahfauzan.id. Email: alimah.fauzan@gmail.com.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.