Selasa, November 12, 2024

Kenapa Petani Sering Dianggap sebagai Pekerja Rendahan?

Erfrans Do
Erfrans Do
Mahasiswa Agroteknologi Universitas Padjadjaran, Bandung.
- Advertisement -

Siapa di sini yang dulunya pernah bercita-cita menjadi petani?

Saya tebak sepertinya di antara kalian hampir tidak ada yang dulunya bercita-cita menjadi seorang petani. Begitupula dengan saya, ketika kecil sama sekali tidak pernah terpikirkan ingin menjadi petani. Suatu mimpi yang mungkin tidak pernah ada di benak saya saat itu. Sebenarnya sampai sekarang, sih.

Saat sekolah dulu, ketika guru bertanya pada para siswa tentang apa cita-cita kami, saya dengan lantang menjawab ingin menjadi pilot. Alasan saya saat itu jika menjadi pilot, saya bisa mengelilingi dunia dengan mudah. Namun kenyataan tidak berpihak kepada saya, saya gagal menjadi pilot karena tidak mengambil sekolah penerbangan. Seiring berjalannya waktu cita-cita saya pun sering berubah. Pernah ingin menjadi guru, pelukis, pemain film, pemain sepak bola, bahkan menjadi penyanyi meskipun suara saya pas-pasan.

Ketika dulu saya pun tidak pernah mendengar siswa yang cita-citanya ingin menjadi seorang petani. Rasa-rasanya jika ada yang menjawab ingin menjadi petani akan dianggap aneh dan ditertawakan satu kelas. Hingga pada akhirnya kini saya pun berkuliah di jurusan pertanian. Sebuah jurusan yang mungkin akan dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Bahkan saya pun tidak pernah menyangka akan mengambil jurusan ini. Melainkan semua sudah menjadi rencana dan jalan Tuhan.

Berhubungan dengan petani bukan hal yang asing lagi bagi saya. Semenjak semester pertama, beberapa tugas perkuliahan saya sudah harus terjun ke lapangan untuk bertemu petani. Praktikum di lahan sudah menjadi makanan sehari-hari. Sepatu kotor dan badan penuh dengan keringat sudah jadi barang lumrah. Mulai dari lahan sampai laboratorium menjadi rumah bagi mahasiswa pertanian.

Bagi sebagian orang profesi petani mungkin akan dianggap sebagai pekerja rendahan. Mereka berpikir bahwa rata-rata petani perekonomiannya masih rendah dan hidup miskin. Bahkan ada banyak petani yang tidak bisa menjual hasil panennya karena banyak faktor sehingga hasilnya akan dikonsumsi lagi oleh mereka. Jadinya mereka bertani hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari bukan untuk dijual lagi.

Itu kalau sudut pandang petani miskin di daerah-daerah pedesaan terpencil. Hal tersebut menjadi hal yang wajar karena tingkat pendidikan petani yang rendah dan usia yang semakin tua. Berbeda dengan petani yang mempunyai pengetahuan luas dan sektor pasar yang pasti.

Banyak kok petani-petani di daerah-daerah pedesan juga yang menuai sukses. Baik petani tua sampai petani milenial alias generasi-generasi muda. Meskipun pada akhirnya masih banyak orang yang menganggap bahwa petani adalah pekerja rendahan padahal jika ditekuni dengan serius akan menghasilkan untung yang besar.

Bagi saya stereotip tentang petani sebagai pekerja rendahan akan terus berlanjut sampai semua petani di Indonesia menjadi sultan. Karena petani-petani di Indonesia sampai saat ini pendapatannya masih belum merata, sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Ada beberapa alasan mengapa masyarakat kita sering menganggap petani sebagai profesi sebelah mata

#1 Kehidupan petani yang miskin

- Advertisement -

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), 46,30% penduduk miskin di Indonesia berasal dari pekerja yang bergerak di sektor pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata petani di Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Apalagi jika melihat para petani yang berada di kawasan pedesaan atau pedalaman. Hidup mereka bergantung pada bantuan pemerintah. Hasil panen yang didapat masih belum dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dalam jangka waktu yang lama.

#2 Tingkat pendidikan petani yang rendah

Berdasarkan fakta di lapangan ketika saya survey ke beberapa petani di sekitar daerah kampus saya, hampir semua petani tidak memiliki pendidikan yang tinggi, malah rata-rata dari mereka hanya lulusan SD alias tidak melanjutkan pendidikannya. Hal inilah yang menjadi alasan mereka untuk terjun di dunia pertanian karena jika melamar pekerjaan tidak akan diterima karena tidak mempunyai keahlian di bidang tertentu.

Menurut data BPS, rata-rata tingkat pendidikan petani masih didominasi oleh lulusan SD dan SMP dengan presentase masing-masing 38,49% dan 16,22%. Sementara petani yang belum pernah sekolah sekitar 9,65% dan yang belum lulus SD sebanyak 26,54%. Petani lulusan perguruan tinggi dan diploma hanya ada di angka 0,57%.

#3 Usia petani yang uzur

Rata-rata petani yang kita lihat di lapangan khususnya di kawasan pedesaan pasti usianya sudah tua. Berdasarkan data statistik, usia petani di Indonesia rata-rata berusia 45-65 tahun (64,2%) sementata sisanya (35,8%) berusia di bawah 25-44 tahun. Maka dari itu sudah jelas bahwa para pemuda enggan untuk melirik sektor ini. Para generasi tua lah yang menghiasi sektor pertanian dengan segala keterbatasannya.

#4 Pakaian petani yang lusuh

Pakaian petani yang lusuh dan kotor identik dengan pekerjaan rendahan. Pekerjaan kotor-kotoran di sawah atau di ladang enggan dilakukan oleh orang-orang perkotaan atau yang tidak ingin kerja kotor. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan anggapan bahwa orang yang kerjaannya di kantor dengan setelah kemeja berdasi sudah pasti sukses dan bahagia. Padahal belum tentu begitu. Bahkan meskipun petani hidupnya pas-pasan mereka merasakan kebahagiaan karena masih bisa berkumpul dengan keluarga dan berdamai dengan indahnya alam.

#5 Masyakarat hanya melihat yang pedih-pedihnya saja

Meskipun sebagian besar petani masih hidup miskin, namun banyak juga petani yang menuai kesuksesan. Bahkan kini mulai banyak para pemuda yang terjun di dunia pertanian karena prospek ke depannya cukup menjanjikan. Para petani sukses biasanya memiliki pendidikan yang cukup (meskipun banyak juga yang tidak kuliah), memiliki pasar yang pasti, pemeliharaan yang baik, dan tentunya konsisten. Hal ini yang jarang dilihat oleh sebagian masyarakat.

Di dunia ini tidak ada pekerjaan yang mudah. Setiap pekerjaan atau profesi pasti memiliki kesulitannya masing-masing. Begitu pula dengan profesi petani. Meskipun sering dianggap rendahan atau sebelah mata, namun mereka juga berhak untuk dihargai karena berkat mereka lah kita masih bisa makan setiap hari dengan nasi. Apa pun pekerjaannya, kita mesti selalu bersyukur kepada yang Maha Kuasa.

Erfrans Do
Erfrans Do
Mahasiswa Agroteknologi Universitas Padjadjaran, Bandung.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.