Sabtu, April 20, 2024

KDRT Saat Pandemi

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau yang lebih dikenal dengan nama COVID-19 adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia, orang dewasa, remaja, anak-anak, bahkan bayi.

Kasus pertama dari virus ini dikonfirmasi terjadi di Wuhan, China pada akhir tahun 2019, lalu mulai menyebar ke seluruh dunia pada awal tahun 2020 dan dikonfirmasi masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020. Virus ini menjadi pandemi besar dan menginfeksi hampir seluruh negara di dunia ini.

Pandemi COVID-19 di Indonesia memaksa Pemerintah RI untuk melakukan berbagai kebijakan. Kebijakan ini dikeluarkan untuk menekan jumlah korban yang terinfeksi virus corona. Penyebaran COVID-19 melalui droplet dan kontak fisik membuat adanya penerapan social distancing dan karantina mandiri di rumah. Hal ini menyebabkan masyarakat harus tinggal di rumah setiap harinya.

Dilema penerapan kebijakan ini membawa konsekuensi pada berbagai aspek. Di satu sisi penerapan sosial distancing memberi dampak positif pada bidang kesehatan untuk menekan angka penyebaran virus corona, di lain sisi dampak negatif muncul pada bidang perekonomian karena sulitnya masyarakat mencari penghasilan.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan juga perceraian meningkat di masa pandemi ini, seperti yang tercantum dalam jurnal Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ditulis Theresia Vania, dkk. Jurnal yang dipublikasikan di laman resmi Universitas Padjajaran mengatakan, kasus KDRT di masa pandemi meningkat di beberapa negara seperti Australia, China, Spanyol, dan Indonesia.

Di China tercatat 300 pasangan mengajukan cerai disebabkan pertengkaran yang bisa berujung KDRT sejak 24 Februari 2020. Di Australia terjadi peningkatan sebanyak sepertiga kasus dari 40% jumlah klien korban KDRT. Lalu, di Spanyol terdapat 18% lebih banyak kasus di dua minggu pertama lockdown. Di Indonesia kasus KDRT di Jogja meningkat menurut Edy Muhammad, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Jogja.

Menurut Penulis, banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya KDRT selama masa pandemi COVID-19 seperti faktor sosial, faktor ekonomi, dsb. Namun, faktor ekonomi menjadi penyebab utama yang paling sering terjadi karena banyak aktivitas ekonomi yang mati atau berkurang di masa ini.

Faktor ekonomi tersebut banyak dipicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar sehingga banyak keluarga yang memiliki kesulitan ekonomi karena tidak adanya pemasukan untuk biaya hidup. Masalah tersebut dapat memicu tekanan dan dan menyebabkan ketidakstabilan emosi anggota keluarga yang dapat berujung pada kekerasan fisik.

Adanya peningkatan angka KDRT bukan hanya tugas atau tanggung jawab dari pemerintah melainkan semua lapisan masyarakat. Ada beberapa upaya dalam mengatasi KDRT selama masa pandemi ini. Kita dapat langsung melapor kepada petugas yang berwenang, selain itu lembaga yang mengawasi masalah ini juga harus cepat serta tanggap dalam memproses laporan mengenai KDRT dan membantu menyelesaikan masalah agar bisa mengurangi angka peningkatan.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.