Nama Suyoto sempat beredar di arena Pilgub DKI Jakarta tahun lalu, sebelum akhirnya PAN merubah haluan dengan mendukung pasangan Agus-Silvy. Namanya kini beredar kembali jelang Pilgub Jatim 2018, meski hiruk pikuk wacana selalu tajam menuju pada dua sosok, yaitu Saifullah Yusuf atau karib disapa Gus Ipul, dan Khofifah Indar Parawangsa.
Jawa Timur disebut-sebut sebagai basis NU terkuat. Bisa dilihat dari beberapa aspek, selain karena tanah kelahiran NU, banyaknya pesantren, sampai pada kekuatan Politik. PKB, salah satu partai yang paling banyak dihuni kader NU, mendapatkan 20 kursi di DPRD Jatim, yang itu berarti bisa mengusung sendiri Cagub dan Cawagubnya tanpa berkoalisi dengan Partai lain.
Maka, ketika PKB menyatakan dukungan kepada Saifullah Yusuf, bisa dipastikan bahwa Gus Ipul yang dua periode mejabat sebagai Wakil Gubernur Jatim tersebut, akan maju sebagai Cagub Jatim 2018. Tinggal menimang-nimang siapa calon wakilnya, sehingga sinyal koalisi masih terbuka lebar.
Sementara Khofifah yang sebelumnya diusung PKB, nampak raut kecewa dan bahkan mempertanyakan sikap PKB yang menurutnya terlalu cepat membuat keputusan dengan mengusung Gus Ipul. Di kalangan internal NU sendiri, berharap tidak ada lagi dua kader yang bertarung. Bahkan banyak yang berharap Khofifah tetap berada di posisi Menteri Sosial, sementara Gus Ipul naik menjadi Gubernur Jatim.
Namun sepertinya Khofifah tidak berfikir demikian, apalagi setelah secara resmi merapat ke Partai Demokrat yang selama dua periode Pilgub Jatim menjadi lawan sengitnya. Besar kemungkinan akan terjadi dua “pertempuran suara” di kalangan NU, antara Khofifah dan Gus Ipul.
Calon Alternatif
Suara NU begitu kuat di Jawa Timur, tapi kekuatan yang besar tersebut senyatanya selalu terpecah. Siapa sangka Pak De Karwo bisa menang selama dua periode melawan Bu Khofifah, dan hanya merelakan tokoh NU lain, Gus Ipul, sebagai Wakil Gubernur. Padahal jelas-jelas ada tokohnya yang berpeluang menjadi Gubenur, dari Partai yang mayoritas digerakkan oleh kader NU, yaitu PKB.
Itu berarti suasana masih sangat cair. Mungkin tidak secair Jakarta yang mana preferensi politik bisa berubah secara drastis, atau mungkin pula Jawa Barat dengan kultur yang jauh lebih beragam. Tapi kemungkinan tersebut mungkin terjadi.
Sangat mungkin ketika Tri Rismaharini menyatakan bersedia maju ke Pilgub Jatim, maka surveynya meroket. Bisa jadi pula terjadi keputusan politik luar biasa sehingga peta perpolitikan Jatim bisa berubah sedemikian rupa. Seperti terbentuknya koalisi yang tak diduga-duga.
Suyoto atau yang akrab disapa Kang Yoto adalah salah satu figur yang disebut sebagai kepala daerah paling moncer. Di Jawa Timur sendiri, ada tiga nama kepala daerah yang sangat disorot dalam lima tahun terakhir, yaitu Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, dan Suyoto Bupati Bojonegoro.
Tiga tokoh diatas sangat mungkin bisa mencairkan suasana politik, yang nampaknya terkutub pada dua sosok besar.
Tentu jangan samakan tiga daerah tersebut. Sangat jauh berbeda. Surabaya sebagai Ibukota Jawa Timur, dan Banyuwangi yang terletak di ujung timur pulau Jawa, dengan sebutannya sunrise of Java, yang diberkahi dengan alam yang menakjubkan. Bojonegoro merupakan daerah yang rawan banjir, bahkan di tahun 2000 masih menjadi daerah termiskin di Jawa Timur.
Berbeda pula dengan Banyuwangi yang bersebelahan dengan Bali, Bojonegoro memang bukan daerah yang terkenal. Namun dengan begini rekam jejak kepemimpinan Kang Yoto bisa terlihat jelas. Bagaimana daerah yang dulunya sering terendam banjir, karena mendapat kiriman dari 18 Kota dan Kabupaten di sekitarnya, kini berubah jadi kebun yang subur.
Prestasi yang lain, termasuk diantaranya kebijakan infrastruktur, keterbukaan pemerintah, dan sederet prestasi menakjubkan yang membuat Bojonegoro mendapatkan penghargaan yang sama dalam bidang open goverment bersanding dengan Kota besar seperti Paris dan Madrid, juga prestasi dalam bidang-bidang yang lain.
Keberhasilannya mengelola daerah yang sulit tersebut menjadi satu bekal tersendiri, dan mungkin nilai plus dibandingkan para pejabat yang memimpin daerah mapan, dengan APBD yang tinggi, atau dengan potensi wisata yang baik.
Latar belakang Kang Yoto pun juga beragam, dari anak seorang petani yang kemudian bercita-cita sebagai supir bus, lalu merantau ke Malang dan kemudian menjadi dosen, sampai menjadi rektor Universitas Muhammadiyah di Gresik. Termasuk latar belakangnya sebagai anggota legislatif dan Mantan ketua DPW PAN Jawa Timur.
Meski PAN hanya memiliki 7 kursi di DPRD Jatim, dan tokoh internal PAN yang banyak diperbincangkan adalah H. Masfuk, tentu nama Kang Yoto layak juga diperbincangkan sebagai salah satu kandidat Calon Gubernur, atau Wakil Gubernur Jawa Timur, dan mungkin yang paling ideal. []
Blitar, 17 Oktober 2017