Sabtu, April 20, 2024

Jokowi Gunting Pita, AHY Paling Berjasa?

Putri Ramadhana
Putri Ramadhana
Political science student

Beberapa hari yang lalu, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat, sukses menyita banyak perhatian publik. Pasalnya, putra sulung Presiden RI Ke-6 tersebut melontarkan sindiran menggelitik yang ditujukan kepada Pemerintahan Jokowi pada acara Rapimnas Partai Demokrat di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Kamis lalu (15/9).

Seperti ini kira-kira ujarnya, “Kadang-kadang saya speechless juga mengatakannya. Tapi, kenapa sih kita tidak kemudian mengatakan terima kasih telah diletakkan landasan telah dibangun 70 persen, 80 persen sehingga kami tinggal 10 persen tinggal gunting pita, terima kasih Demokrat, terima kasih SBY, begitu”.

Sejujurnya, saya pribadi pun merasa dibuat tertawa setelah membaca pernyataan “agak narsis” yang diucapkan AHY ini. Jika saya boleh menafsirkan, frasa “tinggal gunting pita” yang dilontarkan AHY tersebut sebenarnya menyiratkan kepada kita bahwa kerja-kerja yang dilakukan Jokowi sebagai presiden selama hampir kurang-lebih delapan tahun ini tidak memiliki signifikansi yang berarti bagi pembangunan di Indonesia karena hanya tinggal “gunting pita” atau menuntaskan saja.

Akibat pernyataan AHY yang terkesan memojokkan, beberapa kalangan yang memiliki keberpihakan pada Pemerintahan Jokowi pun menepis klaim tersebut. Sebut saja, anggota DPR RI Fraksi PDI-P, Adian Napitupulu, yang memang pada hampir setiap kesempatan sangat vokal membela Jokowi.

Dalam sebuah kesempatan, Adian membeberkan data terkait pencapaian Pemerintahan Jokowi dalam menggenjot pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dalam menanggapi pernyataan AHY tersebut, Adian membuka data terkait tiga bentuk pembangunan infrastruktur yang menurutnya cukup mewakili, yakni pembangunan bendungan, bandar udara, dan jalan tol.

Dalam penjabarannya, Adian mengatakan bahwa alih-alih hanya tinggal “menggunting pita”, Pemerintahan Jokowi justru telah banyak menyelesaikan proyek-proyek infrastruktur mangkrak yang tertinggal atau baru dimulai ketika masa jabatan SBY sebagai Presiden RI berakhir. Menutup pernyataannya yang membantah klaim AHY tersebut, ia menyamakan segala hal yang dikatakan AHY bahwa Jokowi hanya tinggal “gunting pita” sebagai hoaks atau kebohongan semata jika bersandar pada data yang disodorkannya tersebut.

Tak hanya Adian Napitupulu, Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini, juga turut menyatakan pendapatnya terkait hal ini. Mantan politisi PAN yang kini bergabung dengan PSI tersebut mengatakan bahwa kepemimpinan di Indonesia memang sudah seharusnya berkelanjutan. Sehingga menurutnya, wajar saja jika ada pihak-pihak yang melanjutkan sebuah pekerjaan yang memang dahulunya mangkrak ataupun terdapat pekerjaan yang belum dijalankan maka dimulai.

Menurut faldo, segala hal yang dilakukan pemerintah tidak selayaknya dijadikan bahan aduan mencari siapa-siapa saja pihak yang paling berjasa, tetapi harus diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Ya, seperti itulah kira-kira kontroversi yang ditimbulkan akibat pernyataan AHY tersebut—yang memang secara tidak sadar menggelitik bagi sebagian orang. Ada yang menepis, ada yang simpatis, bahkan ada pula yang apatis. Sah-sah saja bagi siapapun yang ingin menanggapi, begitu juga sah-sah saja bagi AHY untuk memiliki pendapat yang demikian. Indonesia adalah negara demokrasi, mengutarakan berbagai pendapat yang menjadi isi hati merupakan sebuah konsekuensi mutlak yang harus dihormati.

Sehingga, wajar saja jika pada ujungnya statement AHY yang demikian memancing berbagai reaksi. Jikalau dipaksa untuk melihat sisi positif dari kehebohan ini, agaknya memang cukup sulit untuk dilakukan. Terlepas dari hak kebebasan untuk berpendapat di muka umum.

Menurut saya, pernyataan yang dilontarkan AHY pada acara Rapimnas Partai Demokrat tersebut menunjukkan kenyataan pelik bagi rakyat Indonesia, yakni bahwa sesungguhnya masih banyak politisi di negeri ini yang haus akan pengakuan. Miris rasanya melihat kenyataan bahwa tingkah politisi di negeri ini masih jauh dari kata dewasa.

Mungkin saja, pendapat yang dilontarkan AHY tersebut sebenarnya bertujuan untuk memikat hati dan penghargaan dari rakyat. Yakni, dengan cara menunjukkan bahwa sebenarnya kelompoknyalah yang paling berjasa karena paling banyak melakukan kerja. Mohon maaf bapak/ibu politisi sekalian, agaknya kami tidak terlampau tertarik dengan cara yang seperti ini.

Rakyat sebenarnya tidak begitu peduli tentang hal yang kalian (politisi) ributkan, tentang klaim siapa yang paling merasa banyak berkontribusi dan melakukan pekerjaan. Sebab, sebanyak apapun statement atau klaim yang ingin diucapkan untuk menunjukkan bahwa kalian telah bekerja, hal ini akan menjadi percuma apabila tidak dibarengi dengan adanya dampak nyata yang dirasakan bagi masyarakat.

Semua klaim tersebut hanya akan dianggap sebagai angin lalu, yang bahkan mungkin saja dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai sesuatu yang menambah kegaduhan di hidup mereka. Rakyat sudah begitu menderita hidupnya, jangan sampai kami makin menderita gara-gara kelakuan immature para politisinya yang saban hari hanya meributkan hal-hal yang sebetulnya tidak begitu substansial untuk diributkan.

Sudah saatnya metode ribut sana-sini diganti dengan metode-metode yang lebih konkret apabila ingin mendapat simpati dan penghargaan dari rakyat. Kami sudah kenyang dengan macam-macam bualan, juga sudah begitu pening dengan segala keributan dan kegaduhan yang kalian selalu tunjukkan. Cukup kerja saja dengan benar. Begitupun kami sudah lebih dari senang.

Putri Ramadhana
Putri Ramadhana
Political science student
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.