Kamis, Maret 28, 2024

Jakarta Akan Tenggelam, Bagaimana dengan Banjarmasin?

Ferry Irawan Kartasasmita
Ferry Irawan Kartasasmita
ASN di Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan, Pemerhati Masalah Sosial dan Lingkungan

Indonesia mendapat perhatian lebih dari Amerika Serikat (AS), ketika Presiden Joe Biden menyampaikan pidato tentang perubahan iklim di Kantor Direktur Intelijen Nasional AS, 27 Juli 2021 lalu.

Joe Biden mengungkapkan prediksi bahwa DKI Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan dan harus memindahkan ibu kotanya.

Pernyataan ini mendapatkan sambutan riuh dari nitizen di dunia maya, perihal pemindahan ibu kota yang mandek karena fokus pemerintah dalam upaya melawan pandemi Covid-19 hingga kekhawatiran warga Jakarta akan nasib ibu kota yang mereka cintai.

Tentunya pernyataan ini diperkuat oleh laporan Badan Antariksa AS (NASA) mengenai banjir yang menghampiri Jakarta semakin memburuk dalam beberapa dekade terakhir, dengan salah satu faktor penyebabnya adalah pemompaan besar-besaran air tanah yang membuat tanah ambles atau surut. Pada Tahun 2017 lalu New York Times pernah membahas bahwa 40% wilayah di Jakarta berada di bawah permukaan laut.

Ancaman Jakarta tenggelam adalah hal yang niscaya, melihat Jakarta senantiasa dilanda banjir, yaitu: banjir kiriman, banjir lokal, banjir rob, dan banjir besar. Akan tetapi hal serupa sepertinya juga membayangi kota-kota di pesisir utara Pulau Jawa seperti Pemalang, Semarang, Demak, Pekalongan, Surabaya, hingga sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Bagaimana dengan Banjarmasin? 

Riset yang dilakukan oleh Climate Central—lembaga non-profit independen yang konsen dengan perubahan iklim—merancang peta interaktif yang menunjukkan dampak kenaikan permukaan laut.

Peta berbasis web tersebut menggunakan model CoastalDEM dengan dataset yang berasal dari radar satelit selama misi NASA pada tahun 2000. Para ilmuwan memakai data tersebut dan memprosesnya dengan machine learning untuk melihat perubahan ketinggian permukaan laut di kota-kota pesisir dunia, termasuk Indonesia. Peta tersebut dapat diakses melalui laman https://coastal.climatecentral.org/

Dalam peta dimaksud seluruh wilayah Banjarmasin dan sekitarnya diprediksi pada tahun 2050 berada di zona merah atau berada di bawah permukaan air laut. Penulis bukan bermaksud menumbuhkan ketakutan bagi warga Banjarmasin, akan tetapi harapannya dapat menjadi pengingat agar dapat membenahi tata kota menjadi lebih berorientasi kepada lingkungan.

Kota Banjarmasin yang kini berada pada ketinggian rata-rata 0,16 meter di bawah permukaan laut. Pada waktu air pasang hampir seluruh wilayahnya digenangi air. Saat ini pola pembangunan di Kota Banjarmasin belum berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. Terlihat lahan-lahan rawa yang menjadi resapan air di wilayah ini berubah menjadi lahan permukiman dan pusat-pusat komersil dengan mengurug tanah, dan akhirnya limpasan air hujan menggenangi wilayah tersebut, terlebih lagi saluran drainase kota yang kurang terawat.

Padahal di masa lampau, para nenek moyang kita telah memberikan contoh agar dapat hidup bersama alam. Kota seribu sungai, bukan sekedar predikat belaka, dulu ini merupakan nadi kehidupan masyarakat Banjar. Kota yang dibangun di tepian Sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura ini menjadi sentra kehidupan di Kalimantan. Kearifan lokal masyarakat hidup dan berkembang secara turun temurun.

Dilihat dari rumah masyarakat Banjar tempo dulu yang berdampingan dengan sungai, mereka membangun rumah rakit tradisional di atas air, yang kita sebut rumah lanting. Atau rumah-rumah yang berbentuk panggung di darat, masyarakat Banjar tidak mengurug tanah ketika membangun rumah tapi dengan menancapkan tiang-tiang rumah agar air dapat mengalir disela-selanya.

Tidak hanya itu, Prof Dr HJ Schophuys, ahli hidrologi asal Belanda menyatakan masyarakat Banjar telah ahli membuat banyak kanal sepanjang puluhan kilometer untuk kepentingan pertanian pasang surut secara tradisional. Menurut Bambang Subiyakto (2005) sedikitnya masyarkat Banjar mengenal tiga jenis kanal buatan yaitu Anjir (Antasan), Handil (Tatah) dan Saka. Tiga kanal ini memiliki fungsi utama sebagai irigasi pertanian, prasarana transportasi masa lalu, dan keseimbangan hidrologi air.

Jika kita tanyakan pada generasi muda tentang nama tiga jenis kanal buatan ini, maka jawaban mereka hanya mengarah pada nama wilayah di Banjarmasin dan sekitarnya. Padahal lewat kanal-kanal buatan inilah masyarakat Banjar dapat hidup damai dengan sungai.

Kini kanal-kanal tersebut telah banyak mati, anak-anak sungai mulai menghilang. Dan disaat itulah masalah-masalah perkotaan akan menghinggapi warga kotanya, Banjir ketika musim penghujan, menjadi sumber penyakit, mengurangi keindahan kota, dan bencana ekologis lainnya.

Penurunan jumlah dan kualitas sungai di Banjarmasin menjadi pertanda bagaimana masyarakat Banjar kini melihat makna sungai bagi kehidupan mereka. Tak ubahnya sebagai halaman belakang rumah yang jarang ditengok dan dibiarkan begitu saja. Dahulu air pasang dianggap sebagai anugerah bagi masyarakat Banjar, agar Anjir, Handil dan Saka dapat terus mengalir dan menghidupi mereka, kini air pasang disikapi dengan ketakutan oleh masyarakat Banjar.

Di samping itu kita perlu untuk membenahi pola eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan terutama di wilayah hulu Sungai Martapura, karena kerusakan ekosistem di hulu sungai akan berdampak pada melimpahnya debit air yang mengalir, akibat resapan air telah menghilang. Hal ini akan berdampak terhadap limpasan air karena badan sungai tidak mampu lagi menampung debit air yang masuk. Dampaknya bencana banjir akan membayangi wilayah-wilayah di daerah aliran Sungai Martapura.

Kita tentunya tidak ingin Banjarmasin tenggelam atau tergenang setiap tahunnya, tetapi pencegahan haruslah kita lakukan terlebih dahulu. Hidupkan kembali kanal-kanal dan anak sungai yang telah mati, bersihkan saluran drainase yang tersumbat, kita kurangkan sedimentasi yang mengendap di kanal atau sungai. Saatnya bergerak, karena di awal tahun 2021 kita sudah mendapatkan pelajaran yang cukup keras dari alam.

Ferry Irawan Kartasasmita
Ferry Irawan Kartasasmita
ASN di Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan, Pemerhati Masalah Sosial dan Lingkungan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.