Minggu, Desember 8, 2024

Gerakan Pemikiran Melawan Radikalisme dan Krisis Kemanusiaan

Hadiri Abdurrazaq
Hadiri Abdurrazaq
Editor dan penulis lepas | Menjelajah dunia kata | Merangkai kalimat | Menemukan dan menyuguhkan mutiara makna
- Advertisement -

Sejarah mencatat apresiasi manusia terhadap keberagamaan sangat dinamis. Sejak zaman purba, agama—dalam pengertian religi—menjadi faktor penting: menyigi kehidupan dan menentukan pola-pola tindakan. Tak pelak jika agama secara terus-menerus bertransformasi mengiringi perkembangan situasi dan kondisi sosial masyarakat.

Apresiasi manusia terhadap keberagamaan bisa dikatakan mengilhami lahirnya sains dan teknologi yang membawa kepada terbentuknya masyarakat  modern. Namun di tangan masyarakat modern, sains dan teknologi cenderung menjadi “agama tandingan” yang menjauh dari induknya. Alhasil, modernisme dengan sains dan teknologinya tak kunjung mampu memberikan solusi bagi masalah-masalah kemanusiaan.

Agama dan Kemanusiaan

Kemanusiaan merupakan isu global yang selalu aktual dan mengundang banyak perhatian. Prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, tanggung jawab, dan toleransi merupakan pilar tegaknya kemanusiaan. Praktik diskriminasi, pelanggaran hak, pembangkangan terhadap kewajiban, pengekangan dan (usaha) menghindar dari tanggung jawab serta sikap anti orang atau kelompok lain menjadi titik lemah tegaknya kemanusiaan.

Aspek kemanusiaan meliputi totalitas yang komprehensif dan menyeluruh. Kita harus memosisikannya dalam garis lintang (horizontal) dan tegak (vertikal) serta dalam kerangka rasional dan spiritual, dan dalam posisi keduanya dilihat secara individual dan sosial.

Agama (Islam) merupakan  sistem yang mengatur seluruh aspek kemanusiaan. Interaksi dan integrasi dalam keberagamaan mengajarkan dan menjalankan fungsi kemanusiaan secara penuh sesuai prinsip-prinsip dasarnya yang bersifat universal.

Nilai-nilai kemanusiaan universal adalah “sari” dari “buah” agama. Mustahil menegakkan kemanusiaan dan/atau memurnikan nilai-nilainya tanpa melibatkan agama, karena agama diturunkan untuk mengatur hubungan antar manusia dan menunjukkan jalan kemanusiaan.

Namun terkadang agama juga ditunggangi pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pragmatis bagi segelintir orang. Akibatnya, agama dikesankan sebagai “pemicu” atau “biang keladi” atas timbulnya konflik-konflik kemanusiaan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (genuine values of humanity) yang terkandung dalam agama menjadi ternoda.

Di sisi lain, keberagamaan tanpa diiringi peningkatan kualitas beragama yang benar serta kesadaran akan kemanusiaan yang sejati hanya akan memunculkan aksi-aksi radikalisme yang kontraproduktif dengan tujuan agama itu sendiri. Jika ini yang terjadi, alih-alih kedamaian, jawaban atas aksi-aksi semacam ini adalah aksi serupa yang tak kalah radikalnya: mengabaikan aspek kemanusiaan.

Perlakuan serta aksi dan reaksi yang melampaui batas-batas kemanusiaan akan semakin menyuburkan gerakan-gerakan radikalisme dalam bentuk dan model yang beragam. Jika ini yang terjadi, kita dihadapkan dengan tatanan dunia yang diliputi depresi, menggiring ke jurang frustrasi sosial (social frustration), akibat diabaikannya nilai-nilai kemanusiaan.

Krisis Kemanusiaan

Jika kita cermati, ada dua pokok masalah terkait krisis kemanusiaan. Pertama, diabaikannya spiritualitas di alam kemanusiaan sehingga mendorong timbulnya pokok masalah kedua, yaitu berupa salah paham kemanusiaan.

- Advertisement -

Ada kecenderungan kita menyingkirkan spiritualitas dari kemanusiaan dengan anggapan akan memicu kreativitas optimal pada sains dan teknologi menuju puncak kedaulatan yang bertakhta di atas singgasana keangkuhan. Akibatnya, apa yang disebut keadilan, kebebasan, tanggung jawab, dan toleransi berbalik menjadi diskrimanasi, kekangan, intoleransi, dan pembangkangan.

Kesalahpahaman dan kekacauan pada masyarakat modern merupakan karya dan produk dari pengingkaran terhadap agama sebagai rumah kemanusiaan. Senyatanya, dimensi spiritualitas dari paham dan penghayatan keberagamaan merupakan sebuah perjalanan ke dalam diri manusia sendiri untuk menemukan hakikat kemanusiaannya.

Keberagamaan merupakan faktor kekuatan paling besar untuk membangkitkan rasa kemanusiaan; tempat ketenangan dan perlindungan yang menenteramkan hati. Di dalam agamalah segenap nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki (genuine values of humanity) terkandung. Mustahil kita bisa menegakkan kemanusiaan dengan “melarikan diri” dari rumah kemanusiaan kita sendiri.

Meski demikian, keberagamaan tidak serta-merta akan menjadi solusi bagi krisis kemanusiaan, tanpa elaborasi dengan perkembangan-perkembangan kekinian.

Tantangan Agama

Agama kini berhadapan dengan dua kekuatan yang absurd: pertama, ortodoksi atau konservatisme yang membaur antara fakta dan mitos; kedua, buaian akan modernisme. Konservatisme berupaya membangkitkan nostalgia tentang masa lalu dan menghambat elan-kreativitas masa kini untuk masa datang. Sementara modernisme berupaya menjebol benteng pertahanan agama dengan buaian-buaian nalar dan fasilitas teknologi yang melenakan.

Dua kekuatan yang dihadapi agama ini berkembang secara terpisah, namun saling merespons satu dengan yang lain, dan pada saat-saat tertentu menohok agama dari arah yang berlawanan.

Konservatisme menohok agama dari dalam atas nama penegakan “syariat” demi mengembalikan kejayaan masa lalu yang telah hilang. Tradisi-tradisi agama di masa lalu yang dalam sejarahnya berhasil mengangkat kejayaan agama ke puncak kegemilangan—yang ditandai dengan mutiara-mutiara peradaban—mendorong umat beragama kepada kekaguman yang melenakan.

Umat beragama lebih rela menikmati kegemilangan masa lalu. Mereka hanya mampu memunguti mutiara-mutiara peradaban yang tinggal puing-puingnya. Betapapun, mutiara-mutiara itu adalah kenyataan sejarah masa lalu yang tidak dapat dihapuskan, namun tanpa meraciknya dengan kenyataan masa kini, mustahil akan tercipta kegemilangan baru.

Sedangkan modernisme menyerang agama melalui tangan-tangan para pemuja nalar dengan “kitab suci” sains dan teknologi. Mereka mengangkat “senjata” berupa demitologisasi dan sekularisasi atas nama pencerahan.

Di sini kita butuh semacam “gerakan pemikiran” untuk menemukan jalan bagi terciptanya dunia baru yang mampu merevitalisasi aspek-aspek kemanusiaan, tak terkecuali agama sebagai ruh kehidupan sosial yang mewadahi paham-paham kemanusiaan. Gerakan pemikiran ini diharapkan memberi terang serta menunjukkan jalan bagi kemanusiaan kita. Semoga!

Hadiri Abdurrazaq
Hadiri Abdurrazaq
Editor dan penulis lepas | Menjelajah dunia kata | Merangkai kalimat | Menemukan dan menyuguhkan mutiara makna
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.