Sabtu, Oktober 12, 2024

Fatsoen Politik di Tahun Politik

Oman Baiturrahman
Oman Baiturrahman
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dinamika politik di Indonesia kian lama, kian menampakan wajah para pelakunya (politikus). Pasca deklarasi cawapres yang telah dilakukan oleh kedua poros terkuat Jokowi dan Prabowo penuh dengan drama politik.

Terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai cawapres yang akan menemani Jokowi dan Sandiaga Uno yang akan menemani Prabowo masih mengundang banyak tanya publik. Namun pilihan teteplah menjadi pilihan.

Sebelum deklarasi cawapres diselengarakan, terdapat banyak nama-nama yang digandrungkan akan menemani calon presiden tersebut. Pada kubu Jokowi misalnya, nama-nama diantaranya Tuan Guru Bajang (TGB), Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD. Begitu pula pada kubu sebelah, nama-nama diantaranya Agus Harmurti Yodhoyono (AHY), Ustad Abdul Somad (UAS), Anis Baswedan, Zulkifli Hasan.

Namun, sepertinya, terpilihnya Ma’ruf Amin menggantikan calon terkuat yaitu Mahfud MD sebagai cawapres lebih banyak mengundang perhatian publik. Terutama pernyataan Mahfud MD ketika menghadiri salah satu acara di stasiun TV.

Point penting dari pernyataan Mahfud MD dalam acara tersebut bukan pada terpilih atau tidaknya sebagai cawapres. Melainkan pada kelogowan hati menerima keputusan hasil demokrasi dari beberapa partai.

Sebagai seorang Negarawan sikap Mahfud MD perlu diacungkan jempol. Dalam situasi menjelang deklarasi cawapres Mahfud MD digantikan oleh Ma’ruf Amin adalah sikap yang PHP (Pemberi Harapan Palsu) bagi sebagain masyarakat. Namun tidak, bagi beliau merupakan bagian dari dinamika politik negara. Dan itu adalah suatu yang wajar.

Sikap Mahfud MD adalah satu diantaranya. Baru-baru ini pula, Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPANRB) Asman Abnur mengundurkan diri dari kebinet pemerintahan Jokowi-Kalla. Pengundurannya tersebut pasca  PAN sebagai partai yang mendelegasikannya, resmi berpihak kepada partai oposisi yaitu Prabowo-Sandi.

Pengunduran Asman dari MenPANRB, bukan tanpa suatu perbincangan yang serius dengan presiden. Berbeda pandangan politik, menjadi sebab paling utama dalam pengundurannya. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah sikap Asman memohon izin kepada presiden untuk mengundurkan diri dari kebinet.

Ia (Asman Abnur) mengungkapkan bahwa dirinya tidak ingin bapak presiden terbebani dengan tuntutan partai koalisi. Dan kondisi tersebut, disambut baik dan dipahami oleh presiden sendiri. hal ini merupakan konsekuensi dari sistem koalisi partai. Ia pun menjelaskan bahwa presiden cukup puas dengan kinerjanya selama berada di dalam kabinet.

Asas keberadaban dalam politik perlu dipegang dan harus dimiliki seorang politikus. Pasalnya, dalam waktu dekat ini, akan ada berbagai macam dinamika politik yang akan terjadi. Para ahli memahami etika politik (Fatsoen) dalam berbagai prespektif. Dalam pandangan Quraish Shihab memakanainya bahwa kekuasaan politik adalah untuk mengatur masalah-masalah umat.

Maka, apapun proses politik yang dilakukan harus dilandasi dengan nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama. Bagitu juga dengan pandangan Paul Ricoeur, etika politik (Fatsoen) mengandung tiga tuntutan, (1) Upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain. (2) Upaya memperluas lingkup kebebasan. (3) Membangun institusi-institusi yang adil. Oleh karenanya etika politik bertujuan untuk membangun kehidupan bersama yang baik, berdiri di atas kepentingan rakyat mulai dari komponen terkecil masyarakat hingga yang teratas.

Sikap Mahfud MD dan Asman Abnur adalah dua contoh bagaimana keadaban (fatsoen) seorang Politikus sekaligus sebagai Negarawan mampu dikedepankan. Bukan sebaliknya. Sehingga nilai dan esensi sebuah negara, bisa dilihat dalam bingkai demokrasi kebinekaan yang baik. Artinya, berbeda pandangan bukan berarti mendorong seseorang untuk berbuat immoral. Sehingga berdampak pada terkikisnya integritas kebangsaan yang mendorong perpecahan.

Belajar dari Sejarah 

Sejarah panjang bangsa Indonesia, menyisakan kisah pilu dalam dinamika politik di Indonesia. termasuk  kisah pilu antar elemen partai yang katanya representasi dari agama tertentu. Dalam pemilu tahun  1999-2009 banyaknya partai-partai yang naik dan tenggelam dalam pergulatan politik antar elemen.

Sebut saja PMB, PKNU, PBR. Dll. Menggunakan prosentase dari suara mayoritas pun bukan jaminan kemenangan. Banyak representasi dari partai yang masuk dalam jajaran  pemerintahan terjangkit kasus korupsi. Dan ini yang menjadi trauma rakyat.

Representasi partai yang diselimuti identitas keagamaan bukan jaminan baik atau buruknya partai itu sendiri. penyebab utama dalam pandangan Zuly Qodir adalah munculnya apa yang disebut sebagai Patront-Client yang beroriantasi pada perebutan kekuasan secara vulgar. kesantunan dan etika berpolitik dilupakan.

Sehingga, wajar banyak prodak partai yang seharusnya menjadi pelindung dan wadah aspirasi rakyat menjadi sampah masyarakat. Dan berakhir pada hilangnya kepercayaan rakyat.

Sebagai contoh etika politik (Fatsoen) yang dikedapankan oleh elit terdahulu. Dalam konteks ke-Indonesiaan, perdebatan tentang penentuan asas negara Indonesia yang menuai banyak perbedaan pendapat di kalangan para elit. Bagaimana para elit dari kubu sekuler-religius yaitu Soekarno, Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin harus berahadapan dengan kubu muslim-religius yaitu Ki Bagus Hadikusumo, KH. Masykur dan Wahid Hasyim.

Yang kemudian dimenangkan oleh pihak sekuler-religius. Pergulatan politik antara dua kubu ini tanpa ada pertumpahan darah sedikit pun. Hal ini, karena keduanya mampu memposisikan diri untuk kepentingan rakyat dari pada kepentingan individu (kelompok) tertentu. Artinya pengunaan etika atau keadaban berpolitik selalu didahulukan oleh para elit terdahulu, sehingga memunculkan suatu apa yang disebut dengan kepentingan rakyat.

Maka, penggalan kisah sejarah bangsa harus menjadi pelajaran penting bagi para elit saat ini, sekaligus tamparan keras untuk tidak terlalu menonjolkan hasrat kekuasaan secara vulgar. Sehingga melupakan asas penting dalam berpolitik.

Partai harus mampu menjadi wadah aspirasi rakyat yang mengedepankan nilai-nilai kemanusian yang adil lagi beradab. Sehingga mampu menghasilkan prodak Politikus dan Negarawan yang profesional dalam mengawal kebijakan pemerintah. bukan sebaliknya.

Oman Baiturrahman
Oman Baiturrahman
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.