Mengajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan bijak dan nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia paling tahu tentang orang-orang yang mendapat hidayah (QS an-Nahl [16]: 125).
Dakwah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan beragama Muslim. Ia laksana napas yang menyuplai nadi-nadi keberagamaan agar terus berdenyut. Jika diibaratkan tanaman, ia adalah air dan pupuk. Tanaman tanpa air perlahan akan layu, kering, lalu mati. Kehidupan beragama tanpa dinamika dakwah akan kehilangan daya untuk kemudian mati.
Secara sederhana, dakwah berarti ajakan, seruan, panggilan. Kegiatan dakwah bersifat mengajak, menyeru, dan memanggil orang untuk percaya dan taat kepada Allah Swt sesuai dengan garis ajaran-Nya—mencakup akidah, syariat, dan akhlak. Orang yang melakukan kegiatan dakwah dinamai dai atau disebut juga muballigh, yakni orang yang menyampaikan (Arab: ballagha) ajaran Islam.
Mula-mula, kegiatan dakwah dilakukan para Nabi dan Rasul sebagai pembawa berita dari Tuhan serta pengemban ajaran atau risalah-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia. Konon Nabi Nuh as berdakwah selama 950 tahun lebih. Dinyatakan dalam QS al-A‘râf (7) ayat 59, Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Maka ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tiada tuhan bagi kalian selain Dia. Sungguh, (kalau kalian tidak menyembah Allah) aku takut kalian akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).”
Nabi Muhammad Saw menerima wahyu dari Allah Swt melalui malaikat Jibril di usianya yang ke-40. Setelah itu beliau melakukan dakwah, dimulai dari lingkup terbatas kepada istrinya, keluarganya, dan teman-teman dekatnya. Kemudian kepada penduduk Makkah, Madinah, dan terus meluas ke wilayah-wilayah lain di tanah Hijaz dan sekitarnya. Bisa dikatakan bahwa kehidupan beliau setelah menerima wahyu seluruhnya adalah dakwah. Lalu diikuti oleh para sahabat, tabiin serta generasi-generasi berikutnya hingga kini—menjejaki beliau dalam berdakwah sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan beragama Muslim.
Dinamika Dakwah
Makna dakwah secara konvensional menunjuk pada kegiatan-kegiatan serupa pengajian, tabligh, taushiyah, dan ceramah agama. Akan tetapi secara hakikat fungsional, dakwah mencakup aspek sangat luas, dengan ragam metode serta medianya yang terus berkembang, mengingat bahwa tujuan utama dakwah adalah meraih rida Allah Swt demi terwujudnya kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Muatan serta unsur-unsur dakwah ada dalam pelbagai bidang kehidupan. Di bidang sosial-politik, unsur dakwah menyentuh aspek tujuan maupun strategi bagaimana meraih kekuasaan dan menghasilkan kebijakan yang berpihak pada kebenaran sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Di bidang ekonomi, dakwah berfungsi mengendalikan transaksi bisnis agar bebas dari tindak kecurangan. Di bidang hukum, dakwah mengawal proses kehidupan sosial demi tegaknya keseimbangan dan keadilan.
Ketika teknologi komunikasi dan informasi mencapai tingkat kemajuan cukup dahsyat, dakwah dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang kreativitas; bagaimana nilai-nilai luhur dari ajaran agama bisa mengejawantah dalam keseharian hidup umat di tengah arus zaman yang terus bergerak. Dengan kreativitas, muatan serta unsur-unsur dakwah masuk ke dunia hiburan seperti pertunjukan lakon, film, dan semacamnya.
Dalam konteks kekinian, media sosial menjadi ruang ekspresi yang cenderung tak terbatas (unlimited). Melalui media ini, apa pun bisa disiarkan: dari nasihat, cerita bijak dan inspiratif, ekspresi kebahagiaan, keprihatinan, harapan, pujian dan doa hingga curahan hati, ekspresi kegalauan, kekesalan, sumpah serapah, rayuan, olok-olokan, ujaran kebencian, propaganda, agitasi, fitnah, pornografi, erotisme, dan lain sebagainya. Media ini juga bisa menjangkau semua lapisan: dari pegawai rendahan hingga presiden, dari kuli panggul hingga konglomerat, dari orang awam hingga ulama terkenal atau kalangan bangsawan.
Pembaruan (update) status, berbagi tautan berita atau artikel, rekaman suara, foto, dan video merupakan aktivitas harian media sosial. Dakwah mesti masuk ke jaringan ini. Para dai dan muballigh dituntut mampu mengkreasikan dakwah dengan berbagai layanan teknologi yang terus berkembang.
Dakwah dengan Hikmah
Ada dua aspek dakwah yang tak dapat dipisahkan, yaitu muatan atau isi pesan dan metode penyampaian. Dakwah menyangkut kedua-duanya sekaligus. Poin pentingnya adalah bagaimana pesan dakwah berupa kebenaran dan kebajikan universal tersampaikan dan mencapai sasaran.
Untuk itu, penting memerhatikan arahan QS an-Nahl (16) ayat 125 bahwa dakwah hendaknya dilakukan dengan hikmah, nasihat yang baik (mau‘izhah hasanah), dan bantahan atau respons (mujâdalah) dengan cara yang terbaik. Menurut Ibn Rusyd, dakwah dengan hikmah yaitu dakwah dengan pendekatan substansi, mau‘izhah hasanah artinya retorika yang efektif dan populer, dan mujâdalah berarti merespons bantahan dialektis dengan bajik dan bijak.
Dr. Sa‘id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, seorang ulama yang aktivitas dakwahnya dikenal luas di dunia (Arab) Islam, menguraikan pemaknaan “hikmah” dalam bukunya, al-Hikmah fi ad-Da‘wah ilâ Allâhi Ta‘âlâ. Ia menyebut terdapat puluhan pandangan ulama tentang makna “hikmah” dalam al-Quran dan Hadits Nabi Saw, yang satu dengan lainnya bersinggungan dan saling melengkapi.
Dari berbagai pandangan para ulama, al-Qahthani memaknai “hikmah” dalam dua pengertian: al-ishâbah fi al-aqwâl wa al-af‘âl, wa wadh‘u kulli syai’in fî maudhi‘ihî; yakni ketepatan dalam berkata-kata dan berbuat, dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Apa yang diucapkan dai adalah kebajikan dan kebenaran, yang ia sendiri mengamalkannya, disampaikan dengan bijak sesuai konteks dan peruntukannya.
Ibn ‘Asyur memaknai “hikmah” dalam Tafsîr at-Tahrîr wa at-Tanwîr sebagai al-ma‘rifah al-muhkamah atau pengetahuan yang benar, tepat, dan akurat; bebas dari unsur-unsur kepentingan, kecurangan, dan penyimpangan. Dinyatakan dalam QS al-Baqarah (2) ayat 269, Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan siapa dianugerahi al-hikmah, maka ia benar-benar telah dianugerahi kebaikan berlimpah…
Dakwah dengan hikmah mencakup semua unsur mulai dari ketepatan subjek dan obyeknya, kebenaran isi dan relevansinya, kesesuaian pernyataan dan kenyataannya, teks dan konteksnya, waktu dan tempatnya, cara dan metode penyampaiannya hingga kegunaan, tujuan, dan manfaatnya.
Dakwah dengan mau‘izhah hasanah dan mujâdalah pun merupakan bagian dari hikmah, yang mesti merefleksikan kebenaran, ketepatan, kesesuaian, dan keserasian. Inilah makna dari dakwah bajik dan bijak. Wallâhu a‘lam…