Selasa, Oktober 8, 2024

Covid-19 dan Krisis Kesadaran

Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat politik hukum

Wabah virus corona atau covid-19 telah membuat kita sadar betapa pentingnya kualitas kesehatan. Pola hidup sehat adalah prioritas utama demi mengurangi potensi terserang berbagai penyakit. Walau dikaji dari sudut pandang manapun, ternyata tubuh sangat berpengaruh terhadap segala sektor kehidupan.

Faktanya menerapkan pola hidup sehat tidak sesederhana itu. Coba perhatikan, saat pemerintah mengeluarkan kebijakan Social distancing. Berapa banyak orang yang sadar bahwa beleid itu merupakan bagian dari upaya menjaga kualitas kesehatan. Bahkan himbauan agar tidak nongkrong di warkop, dipandang sebagai kebijakan politis. Padahal jika dipikir lebih dalam lagi, ada sisi edukasi di dalamnya.

Sebagai contoh sederhana, nongkrong di warkop. Membayangkan ratusan pengunjung yang datang, berapa kali mereka menyentuh meja dan kursi. Apalagi pengunjung jarang cucu tangan dan ganti pakaian. Contoh lain, tidak berkumpul dalam kerumunan orang banyak, siapa yang tahu diantara kerumunan itu ada yang terpapar penyakit menular. Ditambah lagi contoh lainnya berkaitan dengan imunitas seseorang.

Akibat krisis kesadaran itu, kini pemerintah terbelenggu dalam opsi-opsi. Di satu sisi ingin melindungi warganya melalui Social distancing,  di sisi lain ada desakan harus lockdown. Situasi menjadi semakin karut marut saat banyak pejabat daerah mondar – mandir dari daerah terpapar. Apalagi mereka yang sibuk mencari rekomendasi. Tidak salah, tapi ada yang prioritas.

Hingga Ahad (28/3/2020), total pasien yang positif terinfeksi covid-19 mencapai 1.285 kasus. Sementara total pasien meninggal sebanyak 114 orang dan pasien sembuh sebanyak 64 orang. Angka tersebut tentu sangat mengagetkan.

Ditambah lagi masih banyak warga yang pernah bersentuhan dengan pasien positif tapi belum diisolasi. Di samping itu jumlah PDP memberikan potensi bertambahnya kasus positif covid-19.

Berdasarkan sebaran kasus per provinsi, pada Sabtu (28/3/2020) terdapat 29 provinsi yang ditemukan adanya kasus positif.

Separuh lebih kasus positif Corona terdapat di DKI Jakarta dengan total pasien covid-19 sebanyak 675 kasus. Diikuti Jawa Barat 149 kasus, Banten 106 kasus, Jawa Timur 90 kasus, dan Jawa Tengah 63 kasus. Tidak menutup kemungkinan lonjakan kasus akan meningkat tajam pada minggu-minggu – Minggu berikutnya.

Melihat data di atas, sepertinya strategi memutus penularan virus Covid-19 belum cukup sukses. Salah satu fenomena paling sulit dibendung, warga selalu menilai aman – aman saja selama belum ada kasus positif. Tempat hiburan belum ditutup, cafe dan warkop masih menerima pengunjung. Nanti ada kasus positif, barulah tempat berkumpulnya massa dalam jumlah besar di tutup. Sebut saja tempat karaoke, beranikah pemerintah menutup dan sadarkan warga bahayanya tempat seperti itu.

Di sisi lain, banyak kalangan menilai kebijakan pemerintah belum terlalu menyentuh pada aspek kesadaran warga. Andaikan pemerintah dan aparat keamanan diberi wewenang menindak, tentu seluruh tempat berkumpulnya massa dalam jumlah banyak langsung ditutup. Faktanya, setelah aparat datang memberi himbauan agar membubarkan diri, tidak lama kemudian situasi kembali seperti semula. Kejadian itu selalu ada di tempat hiburan.

Dalam berbagai kesempatan, Pemerintah berulang kali mengampanyekan social distancing serta mengimbau masyarakat agar beraktivitas, belajar dan bekerja dari rumah. Namun memang diakui banyak hal mengenai kedisiplinan warga yang perlu ditingkatkan.

Sebenarnya stategi pemerintah adalah menjaga yang sehat agar tidak tertular dari yang terinfeksi corona. Karena itulah penularannya harus diputus. Karena penyakit ini pasti menular dari orang yang sudah positif. Namun kesadaran diri untuk stay at home tampak belum efektif. Bukan hanya orang tua, anak – anak dibiarkan berkeliaran di luar rumah. Nanti sudah tertular, barulah mengeritik minimnya APD dan fasilitas pelindung diri lainnya.

Padahal Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) telah menjelaskan bahwa mencuci tangan dengan benar, menghindari kontak langsung dengan mereka yang sakit dan mengalami gejala infeksi virus corona, hindari kontak dengan hewan yang sakit serta pastikan menjaga asupan makanan dengan gizi dan nutrisi cukup untuk mempertahankan kekebalan tubuh. Semua itu adalah cara menghindari resiko tertular covid-19.

Saran lainnya juga datang dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, bahwa konsumsi produk hewani mentah atau kurang matang dapat memicu risiko tinggi infeksi dari berbagai organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

Semua itu adalah cara menjaga tubuh agar tetap terjaga dari covid-19. Terlepas dari persoalan ini, apa yang dijelaskan dua organisasi itu berguna menangkal dari berbagai virus lainnya. Namun faktanya sebelum covid-19 menyerang, cara – cara sederhana itu terkesan tabu.

Pada akhirnya  situasi ini mengantarkan Indonesia pada posisi dilema antara lockdown atau tetap sosial distancing. Jawabannya adalah bukan kedua kebijakan itu, tapi kesadaran untuk saling membantu. Pemerintah pastikan daerahnya tetap aman serta menyediakan APD bagi tenaga medis, sementara warganya menjaga diri agar tidak tertular. Jika relasi pemerintah-rakyat terjaling mesrah, tentu harapan dibalik tagar melawan virus Corona akan terwujud.

Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat politik hukum
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.