Kamis, April 25, 2024

Berharap Pemerintah Menunda Tahun Ajaran Baru

Esty Cahyaningsih
Esty Cahyaningsih
Guru Honorer yang hobi memasak, bercita-cita menjadi ibu yang profesional.

Begitu bunyi petisi online yang ramai sekali di Facebook beberapa hari ini. Postingan bantu menandatangani petisi ini beberapa kali muncul dari beberapa kawan ibu-ibu book hunter. Petisi ini ditujukan kepada Bapak Presiden Joko Widodo beserta Menteri Pendidikan, Bapak Nadiem Makarim.

Digagas oleh seorang penulis buku anak @watiekideo, petisi ini rame di WhatsApp grup ibu-ibu pegiat literasi. Sehingga banyak yang dengan sukarela dan senang hati ikut membagikan di linimasa media sosial milik mereka. Termasuk dua kawan yang saya kenal betul latar belakang sosialnya. Harapannya, pemerintah tetap menggunakan sistem belajar #dirumahaja secara online.

Baru-baru ini pemerintah memang mengumumkan bahwa sekolah akan tetap berjalan, tahun ajaran baru akan dimulai pada pertengahan Juli ini.

Berita dari beberapa media nasional kembali beredar dengan cepat dan menjadi perbincangan banyak orang. Tak kalah dari mall dan bandara yang ramai kemarin sebelum lebaran, berita ini juga ramai direspon oleh netizen di media sosial, terutama para ibu. Hampir semuanya menolak rencana masuk sekolah di bulan Juli.

Bahkan, sebelum pengumuman resmi dari Menteri Pendidikan Pak Nadiem Makarim, salah seorang teman di Facebook sudah lama menggaungkan wacana tidak akan melepas anak-anak mereka ke sekolah untuk enam bulan kedepan, dan akan  lanjut di tahun berikutnya jika kondisi belum aman betul dari covid-19.

“Akademik bisa dikejar kapan aja di mana aja, tapi gak dengan keselamatan jiwa.” Pungkasnya dalam sebuah postingan. Dari postingannya tersebut ternyata banyak juga orang tua yang sepemikiran dengan-nya. Ia sepertinya serius bakalan menarik putrinya yang kini duduk di bangkau kelas tiga sekolah dasar untuk belajar di rumah, atau menerapkan pendidikan homeschooling.

Belakangan diketahui, ia membuat komunitas #MendadakHomeschooling dan berhasil memikat ratusan ibu-ibu yang sefrekuensi dengan pemikirannya untuk membuka support grup komunitas tersebut.

Ya wajar saja, ia memang tinggal di daerah Jawa Barat, lokasi yang menjadi salah satu daerah episentrum penyebaran virus corona. Kecemasan yang cukup beralasan, bisa jadi hal ini juga yang membuat khawatir ibu-ibu yang memiliki anak usia sekolah yang tinggal di daerah zona merah. Apalagi belakangan ini muncul berita dari luar negeri seperti Korea Selatan yang menutup kembali sekolah mereka setelah ditemukan penularan di lingkungan sekolah.

Sekolah tempat saya mengajar berada di provinsi Jawa Tengah, sementara Gubernur Jawa Tengah, Pak Ganjar Pranowo sudah mulai mengecek kesiapan berkaitan dengan tatanan baru dalam lingkup sekolah. Salah satu sekolah yang ditinjau Pak Gubernur adalah SMP 7 Semarang. Ia meninjau beberapa ruangan seperti ruang kelas, ruang guru dan musala. Meskipun ia mengatakan belum tahu pasti, kapan sekolah akan kembali dibuka. Namun, ia meminta kepada pihak sekolah untuk menyiapkan new normal di sekolah.

Dalam sebuah video singkat milik Pak Ganjar di instagram-nya, ia menginstruksikan perihal teknis protokol masuk ke sekolah. Masing-masing guru diminta lebih rajin mengelap meja, “sebenernya simple aja, pake banyu sabun wes to.” Ungkap Gubernur Ganjar. Musala nggak usah pakai karpet, jadi selesai sholat langsung dipel.

Seumpama nanti akan diuji coba, tempat duduk ditata sedemikian rupa, duduknya berjarak, satu-satu. Sekolah juga diminta menata bagaimana aturan cara masuknya, antri, menjalankan physical distancing seperti apa, sehingga anak-anak itu selalu tertib. Jika aturan ini benar dijalankan, efektifkah?.

Para orang tua, terutama ibu-ibu tidak rela melepas anaknya ke sekolah. Mereka tak ingin sekolah dibuka dulu sebelum kondisi dinyatakan cukup aman. Mereka tak ingin anak-anak menjadi kelinci percobaan.

Ngomong-ngomong saya kok merasa pemerintah seolah-olah sedang menerapkan win-lose solution. Jika anak-anak masuk sekolah dan ternyata yang terpapar semakin banyak dan kurvanya naik, maka sekolah akan diliburkan lagi. Jika ternyata kurvanya nggak naik dan banyak yang nggak terpapar, maka sekolah tetap terus berjalan. Orang tua mana yang ingin anaknya jadi kelinci percobaan seperti ini. Orang tua ini sudah mati-matian jagain anak agar nggak terpapar virus corona, eh begitu sekolah dibuka, mereka jadi bahan percobaan.

Saya sendiri, baru mendapat edaran resmi dari Kemenag, kementrian yang menaungi sekolah tempat saya mengajar. Bahwa pembelajaran daring diperpanjang hingga tanggal 20 Juni 2020 dan tahun ajaran baru dimulai tanggal 13 Juli 2020 adalah benar adanya.

Beberapa instruksi disampaikan. Bahwa memang pembelajaran tetap berjalan, tuntutan kurikulum tetap ditunaikan. Hari pertama masuk sekolah adalah tanggal 13 Juli 2020. Tanggal tersebut menandai dimulainya tahun ajaran baru, bukan menandai kembalinya siswa belajar di sekolah. Dari poin tersebut dapat dipahami oleh orang tua wali murid, bahwa anak-anak mereka tetep belajar di rumah dengan pembelajaran daring.

Saya sendiri sangat paham dan setuju dengan pendapat ibu-ibu itu. Bagaimana tidak kegalauan para ibu semakin membuncah! Terutama bagi mereka yang memiliki anak usia masuk sekolah TK dan SD. Masih sangat sulit mengkondisikan anak seusia mereka untuk tertib pada prokotol kesehatan, rajin-rajin cuci tangan, jangan memegang mulut, hidung dan mengucek mata misalnya, belum lagi bagi mereka yang nggak betah pakai masker lama-lama.

Mari kita bayangkan betapa sulit sekali meminta anak-anak untuk tidak bergerombol, mengingatkan untuk tidak berada dalam kerumunan secara bersamaan saat istirahat, tidak ke kantin tapi menganjurkan bawa bekal makanan dan minuman dari rumah misalnya. Pada kondisi tertentu saat mereka tak sadar, bisa jadi malah justru saling berbagi makanan dan minuman dalam tempat makan dan botol minum secara bergantian, kan ambyar!. Belum lagi kalau mereka saling menukar masker mereka yang bergambar lucu-lucu itu.

Mendapat kabar dari salah seorang teman yang tinggal di Jakarta, di TK tempat anaknya akan sekolah tahun ini, sebagian besar orang tua memutuskan mengundurkan diri. Sementara ia masih dilema.

Ia  maju mundur antara melepaskan anaknya ke sekolah jika sekolah sudah dibuka atau tetap menahanya di rumah, sebab ia sudah membayar lunas uang pangkal masuk TK yang tidak murah itu. Saya bisa merasakan kegalauan yang dideritanya. Mau tidak mau memilih pilihan yang cukup rumit, sayang sama duit-nya atau sayang kesehatan anak-nya.

Belum lagi, jika pemerintah benar-benar membuka sekolah, sekolah bakal kerepotan dengan banyaknya aturan protokoler yang harus diterapkan. Mengecekkan suhu tubuh saat masuk gerbang, menganti masker sedari baru sampai di sekolah.

Sebelum masuk kelas harus mencuci tangan dengan sabun, lalu membiasakan memakai handsanitizer sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Dalam sebuah tayangan video sekolah di luar negeri tampaknya elok betul penerapan new normal di sekolah, tapi bisa dan siapkah kita berjalan dengan sistem seperti itu?

Esty Cahyaningsih
Esty Cahyaningsih
Guru Honorer yang hobi memasak, bercita-cita menjadi ibu yang profesional.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.