Jumat, April 26, 2024

Benih Romantisme AS-Korut dan Sang Pencemburu

Rakryan Wijdaan Dhiya Ulhaq
Rakryan Wijdaan Dhiya Ulhaq
Mahasiswa tingkat akhir yang gandrung dengan diskusi sosial-politik internasional dan isu lingkungan. Agak sering nulis puisi dan syair di bawah pohon talok.

Hubungan Amerika Serikat dengan Korea Utara akhir-akhir ini dinilai mulai membaik oleh masyarakat internasional. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh komitmen Korea Utara dan Korea Selatan untuk melakukan dialog penyelesaian konflik menjelang dan pasca digelarnya Olimpiade Musim Dingin di Pyeong Chang Korea Selatan.

Perbincangan kedua negara diawali oleh kedatangan Suh Hoon Kepala Dinas Intelijen Nasional Korea Selatan dan Chung Eui Penasehat Keamanan Nasional Korea Selatan dengan Korea Utara di Pyong Pyang  pada 5 Maret lalu. Pertemuan ini membahas pembentukan dialog kedua negara dan juga rencana dialog Korea Utara dan Amerika Serikat. Kesempatan ini kemudian menjadi sorotan internasional, dimana sudah sangat lama dialog isu perdamaian kedua negara terakhir kali terjadi.

Di sisi lain Amerika Serikat tentunya tidak mau ketinggalan momen berharga ini. Sebagai negara besar dia tentunya ingin Korea Utara dapat berdamai dengannya. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi kedua negara yang cukup panas beberapa bulan sebelumnya. Sangat jelas sekali bahwa AS sebagai kekuatan unipolar akan menggunakan segala celah untuk mendapatkan keuntungan apapun itu, tanpa mengesampingkan masa depan perdamaian yang akan terjadi.

Hal yang mengejutkan kemudian terjadi kembali, satu bulan setelah pertemuan Korea Utara dengan Korea Selatan, Korut mengumumkan akan menghentikan secara keseluruhan program nuklirnya dan mulai fokus terhadap pembangunan perekonomian negara sosialis tersebut. Pengumuman Korea Utara tersebut disambut baik oleh Donald Trump. Pada cuitannya Trump berkata “Korea Utara telah setuju untuk menangguhkan semua Uji Coba Nuklir dan menutup situs uji coba besar. Ini adalah kabar baik bagi Korea Utara dan Dunia – kemajuan besar! Nantikan KTT kami”.

Perkataan Trump seakan menjadi sinyal baik bagi hubungan kedua negara dengan bakal digelarnya KTT. Namun benih hubungan baik kedua negara mengalami pasang surut dalam perjalanannya. Pada beberapa kesempatan baik Trump maupun Kim melontarkan pernyataan yang memanaskan kembali kedua negara. Pada akhir Mei Menteri luar negeri Korea Utara Kim Kye-wan merasa tersinggung dengan pernyataan penasehat keamanan negara John Bolton yang menganggap penanganan AS ke Korut akan seperti halnya Libya. Kemarahan Kim Kye-wan tentunya berimbas pada kemarahan Kim dengan mengancam membatalkan KTT yang direncanakan akan digelar pada 12 Juni mendatang.

Korut tentunya tidak ingin pelucutan senjata miliknya berakhir seperti Libya yang pada tahun 2011 terjadi pemberontakan untuk menggulingkan Gaddafi. Korut memandang bahwa penggulingan presiden Libya oleh pemberontak ada campur tangan Amerika Serikat. Walaupun disisi lain Libya dijanjikan mendapatkan bantuan Ekonomi pasca pelucutan. Namun terdapat analisis yang menilai bahwa invasi Amerika Serikat dilakukan di Libya disebabkan karena balas budi AS ke Eropa yang telah membantu pada invasi Irak sebelumnya.

Kondisi panas yang kembali terjadi antara kedua negara kemudian direspon Amerika Serikat dengan mengeluarkan pernyataan resmi dan surat yang dilayangkan ke Korut dari Gedung Putih untuk membatalkan KTT AS-Korut di Singapura. Surat tersebut menegaskan bahwa pembatalan KTT kedua negara disebabkan karena kondisi Korea Utara yang seakan meremehkan keinginan Amerika Serikat dalam mewujudkan perdamaian. AS juga menegaskan bahwa kondisi Korea Utara yang disebut “tremendous anger and open hostility” kurang tepat untuk diadakannya KTT.

Bak semacam dinamika kisah cinta baru, hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara kembali membaik setelah Trump menyangkal tuduhan Kim terhadap AS yang akan memperlakukan seperti Libya. Amerika Serikat akan mengambil apapun langkah damai agar KTT kedua negara dapat berjalan dengan lancar. Membaiknya hubungan kedua negara ditambah dengan dibalasnya surat AS oleh Korea Utara. Pada 1 juni lalu Donald Trump  menyambut kedatangan perwakilan korea Utara  Kim Yong-chol yang membawa surat balasan Korut. Trump mengatakan bahwa Korea Utara telah menunjukkan kondisi positif untuk melanjutkan rencan KTT melalui isi surat tersebut.

Sang Pencemburu

Dibagian lain hubungan Amerika Serikat dengan korea Utara, Jepang merasa terancam jika KTT kedua negara dilaksanakan. Walaupun dengan adanya KTT, Jepang mungkin akan aman dari nuklir Korut namun Jepang merasa diduakan oleh Amerika Serikat jika hubungan kedua negara berlangsung harmonis.

Perdana menteri Jepang Shizo Abe merasa khawatir jika KTT AS-Korut akan mengesampingkan pembahasan terkait keamanan Jepang.  Abe khawatir apabila pembahasan KTT hanya akan terfokus pada pelucutan rudal antar benua dan mengabaikan rudal jarak dekat yang mengancam Jepang. Ditambah pada September tahun lalu Korut melakukan peluncuran rudal ke arah Samudra Pasifik yang melewati wilayah Hokkaido Jepang.

Jepang juga menagih luka lama ke Korea Utara atas penculikan yang dilakukan Korut terhadap rakyat jepang pada tahun 1970an sampai 1980an. Komitmen Abe dalam menyelesaikan kasus penculikan oleh Korea Utara merupakan batu kunci politiknya dan dia tidak akan berhenti sampai Korea Utara mengakui dan menyerahkan informasi tentang warganya yang diculik untuk kepentingan pelatihan intelejen Korea Utara.

Abe menginginkan pada KTT AS-Korut ada penyelesaian terhadap masalah tersebut setelah pada pertemuan antara Korea Utara dan Korea Selatan tidak disinggung sama sekali. Kekecewaan Abe ditambah dengan adanya peta pulau Dokdo versi Korea Selatan dan Takeshima versi Jepang yang diperebutkan Jepang dan Korea Selatan di hidangan penutup dan hiasan kursi pada KTT kedua Korea.

Prediksi lain, kecemburuan Jepang muncul apabila Korea Utara di masa depan akan menjadi teman dekat atau bahkan aliansi bagi Amerika Serikat. Walaupun akan menjadi wacana yang sangat jauh disebabkan perbedaan ideologi AS dan Korut, tapi bukan tidak mungkin apabila KTT AS-Korut dilaksanakan dan hubungan harmonis kedua negara tersebut berlangsung lama.

Kekhawatiran Jepang didasarkan pada kekosongan militer dan keamanan Jepang yang sangat bergantung dengan Amerika Serikat. Hal ini  juga, mungkin menjadi alasan utama mengapa Jepang khawatir apabila Amerika Serikat akan mengurangi atau bahkan menghentikan bantuan keamanan terhadap Jepang. Bagi Jepang wacana untuk memiliki kekuatan militer dan merombak konstitusi Jepang pasal 9 (Article 9) dan perjanjian keamanan Jepang-Amerika 1952 mungkin akan menjadi rencana jangka panjang.

Dinamika di Semenanjung Korea dan intervensi negara-negara besar seperti Amerika Serikat tentunya akan menjadi cerita panjang dan sejarah besar bagi dunia. Segala bentuk usaha untuk mencapai stabilitas keamanan tentunya akan menghasilkan banyak konsekuensi. Banyak harapan yang ditunggu masyarakat internasional dari Konferensi Tingkat Tinggi AS-Korut.

Akhir bagi kedua negara dari segala bentuk konfrontasi perang semoga menjadi awal terbentuknya niat baik negara unipolar untuk menghasilkan perdamaian kolektif tanpa merugikan negara lain dan terlepas dari segala kepentingan nasional yang dimanifestasikan.

Rakryan Wijdaan Dhiya Ulhaq
Rakryan Wijdaan Dhiya Ulhaq
Mahasiswa tingkat akhir yang gandrung dengan diskusi sosial-politik internasional dan isu lingkungan. Agak sering nulis puisi dan syair di bawah pohon talok.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.