Jumat, Maret 29, 2024

Beban Ganda Narapidana Perempuan di dalam Lapas

Beberapa waktu yang lalu saya melihat trailer film dokumenter berjudul Invisible Hopes. Film ini menceritakan tentang potret kehidupan narapidana perempuan yang hamil dan membesarkan anaknya di dalam penjara. Lewat video durasi dua menit itu kita disuguhkan  bagaimana penderitaaan para ibu dan anak yang menjalani hari-hari dari balik jeruji besi.

“Lima belas yang dewasa, anaknya ada tiga, pengap nih. Kalau bisa dikasih kamar yang lebih besar, biar anaknya nggak keringetan, biar ada hawanya” celoteh seorang ibu dalam film Invisible Hopes.

Ibu tersebut mengeluh bagaimana kondisi ruangan kamar yang sempit. Ditambah lagi dia dan dua orang lainnya harus mengurus anaknya masing-masing dalam satu ruangan itu.

***

Kasus perempuan sebagai pelaku tindak pidana memang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan data Ditjenpas, jumlah narapidana dan tahanan perempuan saat ini (April 2021) berjumlah 9.152 narapidana dan 2.061 tahanan. Beberapa narapidana perempuan sudah ditempatkan di Lapas Perempuan, namun sebagian lagi masih ditempatkan di Lapas Dewasa (Laki-laki).

Tentu kita pernah mendengar ada seorang napi perempuan yang hamil, melahirkan dan membesarkan anak di dalam penjara. Mantan Dirjen Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami di tahun 2019 pernah menerangkan bahwa dari 14.653 napi perempuan, 68 diantaranya merawat anaknya. Mungkin secara kuantitas jumlahnya sedikit, namun hal ini tidak bisa diabaikan, ini berkaitan dengan masa depan aset bangsa, yaitu anak.

Hamil dan melahirkan bagi seorang perempuan adalah persoalan hidup dan mati. Belum lagi hal itu harus dijalani dari dalam bui.  Sudahkah kebijakan di lapas ramah terhadap perempuan? Khususnya bagi mereka yang hamil, melahirkan dan membesarkan anak di dalam penjara.

Mengandung di dalam penjara

Pernah suatu saat saya berkunjung ke Lapas Perempuan, nampak salah seorang narapidana paruh baya sedang berjalan kewalahan sambil tangannya memegangi perutnya yang buncit. Ibu tersebut sedang hamil 6 bulan.

Kenyataan yang membuat saya miris adalah tidak ada perlakuan khusus terhadap mereka yang sedang hamil. Seperti yang kita ketahui bahwa saat hamil seorang perempuan membutuhkan perlakuan khusus seperti tambahan makanan, tempat tidur yang nyaman, belum lagi jika biasanya mereka mengalami ‘ngidam’.

Menurut keterangan seorang sipir, memang tidak ada perlakuan khusus bagi narapidana yang hamil. Makanan yang mereka terima sama seperti yang lain, biasanya keluarga mereka sendiri yang mengirim makanan tambahan ke lapas. Untuk tempat tidur, juga tidak dibeda-bedakan, karena memang kondisi bangunan lapas yang terbatas. Program kegiatan seperti penyuluhan Kesehatan bagi ibu hamil bagi narapidana juga tidak ada.

Realitas di atas menunjukan bahwa kebijakan di dalam lapas belum mengakomodir hak-hak perempuan. Terutama bagi narapidana yang tengah menjalani tugas biologis sebagai seorang perempuan.

Padahal pada masa kehamilan, seseorang membutuhkan tambahan nutrisi yang cukup dan kondisi psikologis yang stabil. Menurut Santrock salah satu tahap penting dari perkembangan seorang anak adalah periode pranatal (sebelum kelahiran). Apa yang dikonsumsi seorang ibu akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan janin. Lebih dari itu kondisi psikologis ibu juga mempengaruhi perkembangan emosional bayi.

Melihat kenyataan di dalam lapas, tentu itu bukanlah lingkungan yang ideal untuk seorang ibu hamil. Maka perlu perlakukan khusus kepada mereka.

Membesarkan anak

Dalam sebuah artikel di abc.net, seorang narapidana di Lapas Perempuan Jakarta Timur menceritakan pengalamannya saat merawat anaknya yang baru saja dilahirkan. Segala kebutuhannya seperti popok, susu formula dan makanan tambahan sebagaian besar dipenuhi sendiri. Perbulan bisa habis uang sekitar 1 juta untuk kebutuhan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut ibu itu terpaksa bekerja dari dalam lapas.

Masa perkembangan anak usia 0-2 tahun (infancy) merupakan masa emas dalam perkembangan perilaku anak. Anak mulai mengembangkan kemampuan motoriknya dan psikososial. Mereka mulai belajar berjalan , berinteraksi dengan orang lain dan belajar mengucapkan kata-kata.  Untuk itu seorang anak membutuhkan dukungan yang maksimal dari lingkungan.

Kondisi psikologis seorang ibu harus benar-benar stabil. Jangan sampai kondisi psikologi ibu yang tidak stabil membuat ASI nya tidak lancar. Sedangkan pemeberian ASI ekslusif harus dilakukan selama 6 bulan, agar anak mendapatkan nutrisi yang cukup.

Untuk mencukupi kebutuhan anaknya, bahkan ada narapidana yang rela bekerja di dalam lapas. Hal ini tentu akan menambah beban sebagai seorang ibu. Jika seorang ibu mengalami beban berlebih tentu akan berpengaruh dalam pengasuhan anak. Jangan sampai karena beban berlebih malah akan menjadikan anaknya sebagai pelampiasan. Tentu hal ini tidak kita harapkan. Namun relasi kuasa ini akan membuka peluang terjadinya kekerasan terhadap anak.

Lapas ramah perempuan

Indonesia memang telah menganut Bangkok Rules sebagai acuan dalam memperlakukan perempuan dalam sistem peradilan pidana. Namun memang belum sepenuhnya diimplementasikan di dalam pelaksanaanya. Berharap agar kebijakan sepenuhnya terbentuk dan terealisasi bagaikan pungguk merindukan bulan.

Untuk itu pemahaman terhadap pemenuhan hak-hak perempuan harus dipahami oleh Unit Pelaksana Teknis(UPT)  selaku ujung tombak, dalam hal ini adalah lapas. Kebijakan di level UPT tentu akan lebih fleksibel dalam pelaksanaanya sehingga bisa langsung merespon  permasalahan di lapangan.

Kesadaran terhadap pemenuhan hak-hak perempuan harus dimiliki oleh jajaran pimpinan dan setiap pegawai di lapas. Bagaimana mereka harus peka terhadap kebutuhan seorang narapidana perempuan yang sedang hamil dan mengurus anak di dalam lapas.

Kesadaran terhadap hak-hak perempuan tidak muncul begitu saja, kadang perempuan sendiri juga bisa tidak menyadarinya bahkan abai. Mungkin pemahaman terhadap hak-hak perempuan bisa ditanamkan melalui pelatihan atau pembekalan bagi setiap pegawai lapas.

Saya teringat kata-kata Nelson Mandela bahwa sebuah negara tidak bisa dinilai dari  bagaimana negara itu melayani warganya yang terhormat, tapi lihatlah bagaimana cara negara melayani orang-orang yang terpuruk (narapidana). Terlebih narapidana itu seorang perempuan, yang bahkan di telapak kakinya bersemayam surga.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.