Sabtu, April 27, 2024

Ancaman Krisis Ekonomi, Indonesia Akan Mampu Bertahan

Muhammad Amrin
Muhammad Amrin
Karyawan dan Penulis

Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara untuk tidak menerapkan kebijakan lockdown selama pandemi Covid-19 meski mendapat tekanan kuat dari berbagai pemangku kepentingan pada pertemuan 100 ekonom Indonesia,

Tidak hanya dari pengamat, lembaga survei dan masyarakat umum yang menginginkan lockdown, tapi juga dari Kabinet. Untungnya, dengan kepercayaan penuh Presiden Jokowi, Indonesia belum memutuskan untuk memblokir wilayahnya, dan percaya pada ketahanan rakyatnya. Keyakinan ini akan memungkinkan Indonesia lolos dari krisis akibat pandemi Covid-19. Itu sebabnya Kepala Negara ingin para ekonom berpikir di luar kotak, dan mengambil setiap peluang dengan bijak.

Permintaan ini dibuat untuk membuat dan menguji pedoman pada instrumen keuangan dan instrumen keuangan untuk fokus pada semua detail. Ini mungkin karena presiden menyadari pada pertemuan G7 baru-baru ini dan kunjungan ke Ukraina dan Rusia bahwa ancaman krisis ekonomi tetap ada, mengingat ruang yang terbatas untuk dialog internasional.

Dalam keadaan ini, politik global masa depan akan fokus pada ketahanan pangan dan energi. Indonesia juga sangat beruntung karena infrastruktur pendukung telah dibangun selama tujuh tahun terakhir sebagai landasan untuk menghadapi krisis pangan yang sedang berlangsung. Misalnya, 16 bandara baru, 18 pelabuhan baru, 29 hingga 38 bendungan baru, infrastruktur jalan tol sepanjang 2.040 kilometer, dan sistem irigasi 1,1 juta hektar.

Dana desa sebesar Rp 468 triliun juga digunakan untuk berbagai pembangunan desa. Karena ada 74.800 desa di Indonesia, dana itu akan mencakup pembangunan jalan desa sepanjang 227.000 kilometer. Perhitungan menunjukkan bahwa desa berbagi rata-rata 3 km jalan desa, yang masih belum cukup uang untuk mendistribusikan produk pertanian.

Demikian pula, semua pembangunan jembatan pedesaan dan bendungan dibiayai dari dana desa. Produk hilir seperti minyak sawit mentah (CPO), nikel, bauksit, dan turunannya juga meningkatkan ketahanan terhadap krisis ekonomi, energi, dan pangan. Hasilnya nyata, seperti berkembangnya industri hasil alam. Jika Indonesia berani menghentikan ekspor bahan baku nikel beberapa waktu lalu, maka ke depan akan berkembang industri turunan seperti timah, bauksit, dan tembaga. Indonesia tidak perlu lagi mengekspor bahan mentah dari sumber daya alamnya karena dapat mengolah dan mengekspor produk akhir untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Hal ini tentu baik untuk pembangunan ekonomi. Misalnya, ekspor bahan baku nikel yang tujuh tahun lalu sebesar $1,1 miliar akan berkontribusi terhadap ekspor sebesar $20,9 miliar pada tahun 2021, meningkat 19 kali lipat karena kinerja industri nikel.

Tentu ini juga menjadi harapan baru, sehingga semua sektor sumber daya alam berada di hilir. Kita juga harus mengingat betapa sulitnya Freeport untuk terus menunda pembangunan smelter dengan janji akan memperpanjang kontrak pengolahan hasil tambang. Namun, setelah pemerintah mengakuisisi 51% saham perusahaan, pengolahan hilir diperluas di tambang dan kilang Freeport Gresik. Memang, akan menjadi jelas berapa nilai tambah tambang Freeport Indonesia ketika kilang baru Gresik mulai beroperasi pada 2024. Padahal, Indonesia hanya bisa mengekspor bahan mentah selama lebih dari 50 tahun. Tambahan pendapatan pemerintah dari tembaga, bauksit dan timah masih berjumlah lebih dari $30 miliar.

Tentu saja ini merupakan situasi yang menguntungkan bagi neraca perdagangan Indonesia. Misalnya, surplus perdagangan negatif dengan China pada tahun 2014 adalah $13 miliar. Pada tahun 2021, perdagangan negatif dengan China akan turun menjadi $2,4 miliar, dan dengan Indonesia menghentikan ekspor barang tahun ini, perdagangan negatif dengan negara panda pasti akan hilang. Demikian pula, Amerika Serikat diperkirakan akan mengalami kegembiraan serupa. Surplus Indonesia adalah $3,3 miliar pada tahun 2012 dan sekarang menjadi $14,4 miliar. Hal yang sama berlaku untuk India, di mana Indonesia memiliki surplus $5,6 miliar. Kondisi neraca perdagangan Indonesia yang baik saat ini seharusnya menjadi pemicu untuk terus bekerja memajukan bangsa dan negara Indonesia.

Berikutnya adalah digitalisasi sektor utama digitalisasi yaitu UMKM yang menyumbang 61% dari PDB negara, dan UMKM harus didorong untuk terus berpartisipasi dalam ekosistem platform digital. Selama tiga tahun terakhir, 19 juta UMKM dari 64 juta UMKM Indonesia telah berpartisipasi. Di atas segalanya, jika pemimpin masa depan Indonesia menjalankan pemerintahan secara konsisten, apa pun fondasi yang baik ini, tidak hanya kelangsungan ekonomi, pangan, dan energi berkelanjutan yang akan terancam, tetapi masyarakat Indonesia akan berkembang, kemampuan juga terancam, Krisis. Saya percaya bahwa di tengah krisis multifaset,

Indonesia tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga melompat ke depan menjadi lebih baik. Masa transisi akan ditanggung oleh kota dengan mengurangi subsidi minyak tanah (BBM). Mempertahankan atau meningkatkan subsidi tidak akan memajukan negara. Venezuela, misalnya, bahkan bangkrut ketika subsidi terus menurunkan harga bahan bakar. Indonesia tentu tidak menginginkannya.

Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, terus bekerja sama, dan fokus pada pengelolaan yang baik dari semua kekayaan di Indonesia.Kami akan terus bekerja dengan masyarakat kami untuk membangun masa depan yang lebih cerah dan mencapai kemakmuran dan keadilan bagi semua orang Indonesia.

Muhammad Amrin
Muhammad Amrin
Karyawan dan Penulis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.