Minggu, Desember 8, 2024

Perang Membuat Kecut Ekonomi

Ghaniey Arrasyid
Ghaniey Arrasyid
M Ghaniey Al Rasyid | Penulis Lepas dan Pengkliping yang tinggal di Surakarta.
- Advertisement -

Sejarah mencatat, kehidupan manusia terus mengalami benturan. Konflik dan pertumpahan darah telah tercoret di sejarah. Entah, apa yang menyebabkan itu semua. Perang dunia pertama dan kedua, berlanjut dengan perang Vietnam itu semua telah tertulis, atas nama kekuasaan mereka rela melakukan segala hal.

Tak hanya itu, rintihan pilu berkepanjangan di Yerussalem dan timur tengah itu, terus berkecamuk, di tambah konflik yang baru saja muncul antara Ukraina dan Rusia, semakin membuat bimbang kepercayaan global.

Siapa yang tidak kenal mitologi yunani Jason dan Para Argonot. Jason ditumbalkan oleh sang paman untuk tahta kerajaan. Itu semua dilakukan demi tahta, perang dan kuasa. Siapa juga yang tak kenal produksi senjata besar-besaran dengan dalih untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, mafhum membuat Gafrilio Princip menembak pangeran penerus tahta Hongaria sehingga berkecamuklah Perang Dunia pertama.

Langit sedikit kelabu memotret udara tanah pertikaian. Masyarakat sipil bermata kosong, tak tahu menahu mengapa ini semua terjadi. Ia hanya butuh hidup yang damai agar dapat bermain sepak bola tanpa takut pelor menusuk leher mereka. Baru-baru ini, kita dibuat takut oleh ancaman resesi. Adalah perang Rusia dan Ukraina, membuat morat-marit kepercayaan global.

Pertikaian berujung pertumpahan darah tercatat, selalu krisisi ekonomi mengikuti kearah dentuman pelor raksasa yang membuat rakyat menderita. Ekonomi pun terkena imbasnya. Sektor produksi-distribusi terhambat, membuat carut-marut menambah sukar.

Majalah Prisma (1986) dengan judul; Judul Konflik, Kekerasan dan Perdamaian mendedah begitu pelik pelbagai permasalahan tentang perang yang begitu memilukan. Kita dibuat berpikir, sebuah siklus perang ada sebagai pengingat kita semua bahwa, kepediahan perang itu jangan sampai di rasa oleh anak cucu kita.

Perang itu tak enak untuk dirasakan. Kecuali cerita-cerita di film Rambo yang dibumbui penuh dengan penguasaan dan superioritas. Walakin, perang itu sebagai simbol nasionalisme mafhum menimbulkan perasaan agar kita tak coba-coba kembali meneguk pil pahit perang yang fana.

Baru-baru ini timbul semacam domino effect atas perang yang terjadi di daratan Rusia. Inggris dan Amerika terdampak inflasi karena rantai pasok pasar kena imbasnya. Kita tak bisa menganggap sembarangan. Pasalnya, kestabilan global itu tidak bisa dinilai pada aspek internal saja. Kendati demikian Emil Salim getol dan menuliskan dengan judul “Pelor dan Pangan.”

Jikalau untuk memilih pelor atau pangan, bisa dikata akan subyektif. Ada negara yang fokus terhadap kestabilan ketersediaan pangan, dan ada pula yang lebih terfokus kepada piranti alat perang.

Salim menjelaskan klasifikasi tersebut dengan gamblang. Beliau mencontohkannya dengan dua negara besar pada waktu itu seperti; Uni Soviet dan Amerika, yang memiliki pengaruh atas distribusi keberadaan senjata (baca; produksi senjata). Produksi senjata mengakibatkan penyedian fasilitas kepada beberapa negara berkembang untuk berjaga-jaga dengan dalih pertahanan dan kemanan untuk kestabilan bangsanya.

- Advertisement -

Omong-omong tentang senjata. Confucius sempat menyinggung kaitannya dengan kebangsaan. Cofucius menyampaikan kepada khalayak bahwasannya kesejahteraan bangsa itu mempunyai tiga aspek antara lain; pemimpin yang baik, makanan dan senjata. Makanan jadi kebutuhan primer masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan untuk pemimpin yang baik terbilang kebitu subyektif, asalkan tak melanggar kemanusiaan. Senjata masuk dalam list, sebagai opsi pertahana.

Terkendalanya Rantai Pasok

Dentuman martir tak kunjung mereda. Masyarakat  trauma dengan suara sirine tanda serangan udara segera menghujam tanpa henti. Melihat kondisi demikian, terbilang begitu memprihatinkan. Kedamaian yang sejatinya diperjuangkan agar dirasakan khalayak umum, terus mengalami benturan dari pelbagai nafsu-nafsu kekuasaan yang tak pernah padam.

Bagi  Clausewitz perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Jalan politik. Perang dipantik atau memantik, merupakan jalan politik suatu negara agar mendapatkan bargaining position yang kuat. Keberadaan NATO (North Atlantic Treaty Organization), membuat kuping Putin panas. Pasalnya, keberadaannya berdekatan dengan area konflik bertepatan di Ukraina, dinilai akan menyinggung kestabilan politik Rusia.

Perlombaan senjata tak bisa dibendung. Kedua negara tanpa tedeng aling-aling membuat tanah kelahiran Tolstoy itu diselimut kepulan asap tebal akibat dentuman martir bertubi-tubi. Jalan politik telah ditentukan. Pelbagai kebijakan seperti; pembatasan ekspor dilancarkan guna mengutuk tindakan perang. Alhasil rantai pasok dunia terdampak imbasnya.

Rusia tak gentar. Rantai pasok berupa minyak mampu membuat klabakan negera-negara yang membutuhkan komoditasnya itu. Tak hanya minyak, komoditas berupa gandum pun terseret juga. Mengutip OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), membeberkan bahwasannya kedua negara yang bertikai yaitu; Ukraina dan Rusia berkontribusi terhadap rantai pasok global. Gandum sebesar 30%, Jagung sebesar 15%, pupuk dan gas alam 20%, dan 11% adalah minyak bumi.

David Ricardo menyebut komoditas tersebut sebagai keunggulan komparatif. Keunggulan yang tidak dimiliki oleh sektor lain, melahirkan sebuah kaunggulan dari sektor ekonomi. Ekspor dan impor muncul. Kebijakan terkait konsep politik bilateral hingga multilateral dibentuk agar terjalin komunikasi kebangsaan yang apik.

Hubungan perdamaian antara negara adalah konsesus bersama agar tercipta stabilitas dunia. Jika stabilitas dunia tergoyahkan, maka rantai pasok dari perspektif pasar pun akan terkendala juga. Lahirlah pelbagai kebijakan seperti; pembatasa pasar hingga kenaikan harga barang yang membuat masyarakat papa jadi prihatin.

Selongsong senjata masih menjadi ketakutan luar biasa dalam peradaban kita. Jika Jika Clausewitz menyinggung perang adalah alternatif politik, tak bisa dipungkiri opsi politik untuk perang sebagai jalan bisa terjadi secara tiba-tiba. Pemerintah perlu berhati-hati atas imported inflation yang akan terjadi bila gejolak eksternal masih terus terjadi. Sekian.

Ghaniey Arrasyid
Ghaniey Arrasyid
M Ghaniey Al Rasyid | Penulis Lepas dan Pengkliping yang tinggal di Surakarta.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.