Selasa, Oktober 8, 2024

Moeldoko Ternyata Gahar Juga

Kajitow Elkayeni
Kajitow Elkayeni
Novelis, esais

Kemarin saya anggap ngopi-ngopinya Moeldoko dengan kader Demokrat tidak akan berlanjut sampai demikian dramatis. Sampai-sampai klan Cikeas baper sekeluarga. Tapi manuvernya Moeldoko sungguh mengejutkan. Orang ini tak bisa diremehkan.

Saya tidak ingin membela Moeldoko, karena saya juga tidak kenal langsung, tapi urusan manuver politiknya tidak ada hubungan dengan KSP. Saya tahu banyak tentang KSP, tentang kedeputian mana yang benar-benar bekerja dan mana yang gak jelas mau ngapain.

Khusus soal manuver Moeldoko itu, orang-orang KSP juga terkejut. Mereka gak menyangka Moeldoko segila dan seberani itu. SBY bukan main-main bos. Duitnya banyak. Jaringannya juga luas. Itu artinya, Moeldoko memang tidak menggunakan jaringan KSP. Karena ia memisahkan antara urusan pribadi dengan jabatan. Ini bisa dicek ke orang-orang KSP.

Kalau soal tim bawah tanah, semua politikus sebenarnya punya. Apalagi Demokrat. Hanya saja, soal kepemimpinan jugalah yang akan menentukan. Tim bawah tanah sekuat apapun kalau mastermind-nya tumpul, ya bakal karatan juga.

Moeldoko tentu juga menggunakan tim semacam itu. Dan menurut saya, sebelum kejadian KLB, tim itu pasti telah bekerja. Makanya dia tidak perlu orang-orang KSP. Karena memang gak nyambung juga. Ini kan soal dunia bawah tanah. Gorong-gorong. Tentu harus diserahkan pada ahlinya.

Soal pendanaan juga begitu. KSP itu tidak ada duitnya. Gak mungkin nyari duit dari sana. Pasti ada sumber-sumber pendanaan dari luar. Bahkan mungkin dari pihak yang tak terduga, kader Demokrat misalnya. Bisa jadi kan?

Kalau berbicara soal kepemimpinan, konon Ibas lebih baik dari Agus. Tapi karena memandang “kalah awu” tahta Demokrat akhirnya diserahkan pada Agus yang lebih tua. Bahkan sampai mencopotnya dari ketentaraan. Meskipun keduanya memang dikenal sebagai anak memo-pepo banget.

Orang-orang ini kalau datang ke daerah hanya bikin kader daerah tekor. Datang dengan rombongan berbus-bus banyaknya. Pesta-pesta terus ditinggal begitu saja. Mereka tidak dimanusiakan. Disuruh bayarin pula. Siapa yang gak jengkel digituin terus? Memangnya mereka gedibal?

Kembali ke soal Moeldoko, menyuruh Moeldoko mundur dari KSP karena kasus perebutan ketua umum Demokrat itu sebenarnya agak berlebihan. Memang, Jokowi akan terkena imbas dari kasus ini. Tapi kita juga harus menghormati keputusan Jokowi. Kalau memang Jokowi memutuskan urusan Demokrat itu soal internal, dan Moeldoko di sana sebagai sosok pribadi, ya selesai. Kita tidak boleh mengintervensi itu.

Soal tuduhan ini-itu, Jokowi sudah terlalu sering dituduh demikian. Tambah satu tuduhan lagi yo ora opo-opo. Lain halnya jika Jokowi menganggap perlu mencopot Moeldoko. Ya monggo.

Tapi kalau kita bicara soal politik secara luas, langkah Moeldoko itu justru bagus. Baik untuk profil Moeldoko dan pihak lain, misalnya lawan SBY, kader sakit hati, you name it. Dalam dunia politik hal beginian biasa banget. Politik itu soal distribusi power, bagaimana membuat pengaruh terhadap liyan. Di luar mekanisme itu baru kita bicara etika.

Kejadian ini menunjukkan, Moeldoko itu figur yang tidak main-main. Ia cakap bermain ombak. Padahal sebelumnya, Moeldoko itu terlihat lemah dan tidak punya jaringan. Anak bawang yang tidak dihitung dalam peta perpolitikan.

Dan saya tidak melihat ini sebagai ancaman kepada Jokowi. Jauh banget.

Kalau saya Jokowi, mendengar hal ini justru saya malah happy. Berarti orang saya cakap dan kuat jaringan politiknya. Mosok punya anak buah yang gagah seperti itu gak suka? Memangnya Jokowi itu SBY?

Melihat persoalan perebutan kekuasaaan Partai Demokrat ini, kita sebagai pengamat ya woles saja. Biarkan drama ini berlangsung sampai selesai. Siapapun pemenangnya, kita juga gak dapat apa-apa. Jadi, tak perlu menyeret-nyeret Jokowi. Jauh banget.

Ini tentang peta 2024 yang telah bergeser. Moeldoko yang tadinya dianggap plonga-plongo, ternyata berani membuat langkah mengejutkan. Orang-orang di dekatnya saja terkejut, apalagi orang jauh yang sibuk berasumsi sambil ngunyah remahan rengginang dan nyeruput kopi seperti saya ini. Mbok ya biasa saja, anggap ini hiburan.

Seperti sinetron Indosiar, kisah Demokrat juga seperti itu, getir tapi lucu. Jadi bingung mau mewek apa ketawa, soalnya takut dosa. Sebab menari di atas luka orang lain. Takut Tuhan tidak suka.

Kajitow Elkayeni
Kajitow Elkayeni
Novelis, esais
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.