Sabtu, Oktober 5, 2024

Hoaks Pranoto dan Taktik Jitu Marketing

Alja Yusnadi
Alja Yusnadihttp://aljayusnadi.com
Kolumnis, tinggal di Aceh.

“Prof itu merupakan panggilan sayang.” Begitu kata Hadi Pranoto memberikan klarifikasinya kepada media. Beberapa hari sebelumnya, Pranoto di panggil dokter, sesekali Profesor dalam wawancara dia bersama Anji di kanal yutub @duniamanji.

Aslinya, dia bukan Profesor. Tapi, dalam wawancara itu entah dia yang memperkenalkan diri sebagai Profesor entah Anji–yang karena kagum atas penemuan Pranoto—memanggilnya Profesor. Yang jelas, pangkat tertinggi dalam dunia akademik itu ikut terbawa.

Pranoto mendadak viral setelah wawancaranya dengan Anji beredar di dunia maya. Warganet menanggapi beragam, kebanyakan mencela Pranoto dan Anji. Bahkan, ada yang sudah melapor ke polisi.

Ada beberapa hal yang membuat orang geram, pertama penyebutan Pranoto sebagai dokter dan Profesor, kedua mengenai temuannya yang diklaim dapat menyembuhkan Korona.

Pernyataan Pranoto itu sampai ditanggapi oleh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sebagai asosiasi dokter, IDI tidak memiliki anggota ahli mikrobiologi atas nama Profesor Hadi Pranoto. Bahkan, pihak IDI meminta polisi untuk mengusut pernyataan Pranoto karena dianggap dapat membahayakan masyarakat.

Dalam hal ini, Pranoto mengakui telah menemukan obat Korona dalam bentuk herbal. Klaim Pranoto ini telah menampar dunia medis. Bagaimana tidak, di saat China, Amerika, Inggris sedang menyelesaikan penelitian Vaksin Korona, tiba-tiba Pranoto muncul ke publik dan menyatakan telah menemukan penangkal Korona.

Jika itu benar, tentu dunia sangat berterima kasih kepada Pranoto.

***

Kali ini saya melihat aksi Pranoto itu dari sisi marketing. Sebelum sampai ke situ, jika Pranoto belum memberikan nama, saya mengusulkan herbalnya itu diberi nama Pranji: Pranoto dan Anji.

Kenapa demikian? Karena herbal itu ditemukan oleh Pranoto dan diviralkan oleh Anji dalam kanal Youtubenya. Itu pun, kalau Pranoto menerima usul.

Saya mengusulkan nama, agar lebih mudah melanjutkan tulisan ini. Begini saudara sekalian. Dalam dunia marketing, yang sangat diperlukan adalah Produk dan Promosi.

Nah, dalalam kasus Pranoto, produknya sudah ada, ya itu tadi: Pranji. Tidak mudah memasarkan sebuah produk, apalagi produk herbal.

Sependek pengetahuan saya, sudah sangat banyak jenis produk hebal yang sudah “Go Public”. saya memang bukan pelaku produk herbal, atau ahli pemasaran.

Dalam hal pruduk herbal, saya pernah merasakan salah satu produk herbal, itupun karena istri saya yang membelinya.

Saya melihat, bagaimana susahnya memasarkan produk herbal itu. Dulu, ada yang sampai membuat group Multi Level Marketing. Bahkan, beberapa Website yang sudah bekerjasama dengan google adsen atau iklan mandiri juga menampilkan beberapa produk herbal.

Namun, dalam berbagai website itu, saya belum pernah membaca jenis herbal yang di produksi oleh Pranoto tadi, atau tersamar dengan merk lain.

Dalam hal marketingpun, saya bukan lulusan sarjana marketing atau pernah bekerja sebagai sales marketing.

Ada beberapa kali saya bersentuhan dengan marketing, itupun di saat saya harus menjual produk politik (Baca: kandidat) kepada masyarakat. Walaupun produknya beda, saya kira caranya hampir sama.

Nah, dalam hal menjual produk tadi, yang paling susah itu adalah ketika masyarakat sebagai pembeli belum mengenal produk yang kita jual.

Jadilah kita mencari cara supaya masyarakat mau beli, dan kegiatan itulah yang saya sebut sebagai marketing.

Meyakinkan publik untuk membeli produk kita. Mula sekali, jika masyarakat belum mengenal, langkah pertama adalah memperkenalkan produk.

Berikutnya, meyakinkan mereka mengenai kelebihan produk kita, apalagi jika produk itu memiliki pesaing.

Langkah untuk meyakinkan publik ini tidak gampang. Bahkan, perusahan-perusahaan besar menghabiskan angaran dalam jumlah besar untuk promosi. Membayar jasa iklan di televisi, radio, koran, majalah, media online dan google adsen.

Disitulah kecerdikan Pranoto. Dia tidak perlu menghabiskan anggaran untuk melakukan promosi. Cukup bicara melampaui kebenaran atau kebenaran yang memunculkan perdebatan.

Publik tidak peduli, di saat ada yang berbicara di luar kebiasaan, mereka berbondong-bondong menguliknya, termasuk saya.

Dalam hal ini saya beberapa kali mencari video yang dimaksud, namun sudah tidak bisa ditemukan lagi.

Terlepas dari infromasi Hoaks, apa yang dilakukan Pranoto untuk memviralkan produknya adalah langkah jitu: Murah, gratis. Tidak perlu membayar iklan di televisi, radio, koran, majalah, media online atau google adsen.

Begitulah siklus yang sedang terjadi di era Revolusi Industri 4.0 ini. Padahal, dengan banyaknya orang mengulik tentang Pranoto, semakin bagus pula bagi marketing herbalnya.

Mungkin, termasuk juga tulisan ini, telah ikut berkontribusi memviralkan herbal pranoto. Dalam hal marketing, taktik Pranoto ini berhasil memancing pasar untuk merespon. Bisa jadi masukan bagi mahasiswa pemasaran untuk melakukan penelitian.

Namun, dalam hal keakuratan produk yang dijual saya belum bisa menyimpulkan, apakah herbal Pranji itu dapat menjadi penyembuh atau penangkal Korona, atau seperti iklan obat kuat yang katanya tahan lama, namun hanya sebagai suplemen saja.

Kalau saya, menunggu sampai adanya keputusan dari pihak berwenang. Apakah BPOM, Kemenkes, atau lembaga manapun yang nantinya memutuskan. Tidak salah juga Pemerintah menindaklanjuti penemuan Pranoto itu.

Siapa tahu, melalui Pranji ini kita selangkah lebih maju dari China, Amerika, dan Inggris. Kalau Pranoto berurusan dengan penegak hukum? Ini tentu konsekwensi logis yang harus dia terima, dan kita hanya bisa mengucapkan: ikut prihatin.

Alja Yusnadi
Alja Yusnadihttp://aljayusnadi.com
Kolumnis, tinggal di Aceh.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.