Inilah kisah anak-anak muda yang berusaha memperjuangkan kebenaran melawan kaum tua yang hidup berkubang lumpur.
Ini adalah kisah Giring dan PSI melawan Anies Baswedan dan para pecundang pengikutnya plus partai-partai yang menikmati uang rakyat yang dikangkangi sang gubernur.
Giring dan PSI kini dihajar habis. Padahal apa yang mereka lakukan sangatlah mulia.
Awal pekan ini Giring membuat sebuah video yang menyebut Anies sebagai pembohong.
Giring menuduh Anies Baswedan hanya berpura-pura peduli pada rakyat, padahal yang menjadi kepedulian utamanya hanyalah dirinya.
Giring menilai Anies menghamburkan uang rakyat untuk program-program tak berguna, seperti Formula E.
Dan semua dilakukan Anies, menurut Giring, dalam rangka persiapan menuju Pilpres 2024.
Giring adalah Plt Ketua PSI. Dalam videonya ia tampil bukan seperti seorang Giring Nidji yang dulu terkenal karena mengumandangkan laskar Pelangi.
Dia tampil sebagai perwakilan kaum muda yang muak dengan kekacauan pengelolaan uang rakyat yang secara terang benderang dilakukan Anies.
Giring tidak sekadar mengada-ada menuduh Anies pembohong. Argumen Giring sangat sistematis dan jelas.
Ia menunjukkan bahwa rencana penyelenggaraan balap Formula E adalah penghamburan uang rakyat.
Ia menjelaskan bahwa uang muka dan jaminan bank bagi penyelenggaraan acara itu dibayar Anies pada saat pemerintah secara resmi mengumumkan negara dalam keadaan darurat karena pandemi Covid-19.
Menurut Giring, Anies begitu saja menggunakan anggaran besar Rp 1 triliun untuk pelaksanaan Formula E tanpa mempedulikan kondisi rakyat Jakarta.
“Dia mengabaikan tekanan rakyat yang meminta dia membatalkan rencana balap mobil Formula E dan menggunakan Rp 1 triliun uang rakyat untuk acara tidak berguna itu,” kata Giring.
Dengan geram Giring kemudian menyatakan Anies cuma berpura-pura peduli terhadap warga yang terkena pandemi.
“Uang rakyat sebanyak itu dihabiskan oleh Gubernur Anies Baswedan di tengah penderitaan rakyat yang sakit, meninggal, dan hidupnya susah karena pandemi,” kata Giring.
“Uang Rp 1 triliun dikeluarkan Anies padahal rakyat terlantar tidak masuk ke rumah sakit yang penuh dan rakyat kesulitan makan karena kehilangan pekerjaan,” sambungnya.
Karena itu Giring menyatakan bahwa ia berharap Anies tidak akan pernah memimpin Indonesia.
Ia berharap Indonesia tak jatuh ke tangan Anies saat Pilpres 2024 mendatang karena memiliki rekam jejak seperti itu.
“Pura-pura peduli adalah kebohongan Gubernur Anies di tengah pandemi dan penderitaan rakyat,” ujar Giring.
“Rekam jejak pembohong ini harus kita ingat, sebagai bahan pertimbangan saat pemilihan presiden 2024. Jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan pembohong, jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan Anies Baswedan,” kata Giring dengan tegas
Buat saya, ini merupakan pernyataan tegas seorang politisi muda dari sebuah partai muda yang penuh idealisme.
Rakyat Indonesia sejatinya sudah bosan dengan pernyataan para petualang politik senior yang tidak lagi mampu bicara soal substansi terkait kondisi rakyat di negara ini.
Para politisi tua itu cuma sibuk memikirkan posisi, uang, kekayaan atau bahkan hasrat menguasai kenikmatan duniawi yang tak habis-habisnya.
Mereka berkomplot untuk menguras uang rakyat. Gejala serupa ini juga terlihat dalam tubuh kelompok Anies dan pendukungnya.
Dan kini tiba-tiba saja PSI hadir memporak-porandakan kenyamanan mereka. Karena itu bisa dipahami kalau serangan Giring ke Anies disambut dengan respons negatif berjamaah, tidak semua sih bernada kemarahan.
Eko Patrio dari PAN hanya menyatakan kalau PSI mau protes, sebaiknya juga menawarkan solusi. Eko percaya Anies sudah cukup baik dalam memimpin DKI Jakarta, karena sampai saat ini tidak ada masalah hukum menimpa Anies.
“Sampai sekarang kan, lancar-lancar saja, artinya tidak ada masalah,” kata mantan pelawak itu.
Pernyataan Eko sebenarnya mengherankan karena solusi yang ditawarkan PSI sangat jelas: Anies sebaiknya membatalkan Formula E.
Begitu juga anggapan Eko bahwa kepemimpinan Anies baik-baik saja karena tidak ada masalah hukum tentu bisa dibantah.
Pemborosan uang untuk Formula E yang hampir pasti batal sejauh ini memang bukan perkara hukum, tapi jelas merugikan kepentingan rakyat.
Tapi biar bagaimana pun Eko memang tidak menyerang balik PSI secara membabi buta.
Suara PPP agak lebih keras. Sekjen PPP, Arwani Thomafi, menyatakan pernyataan Giring merupakan preseden negatif bagi demokrasi Indonesia.
Arwani menyebut fungsi partai politik harusnya jadi perantara pendidikan politik bagi publik. Menurutnya, boleh saja melakukan kritik, namun harus dengan porsi yang benar.
Saya tak paham apa yang dimaksud Arwani sebagai preseden negatif bagi demokrasi Indonesia.
Giring justru jelas melakukan pendidikan politik yang positif: bila ada pejabat negara yang memain-mainkan uang rakyat, ya harus digugat. Kok malah dibilang preseden negatif?
Anggota DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Aziz, berbicara lebih keras lagi. Menurutnya, ucapan Giring bisa dibawa ke ranah pidana.
“Saya kira ucapan Giring bahwa Anies pembohong bisa jadi delik pidana karena pencemaran nama baik,” kata Aziz.
Tapi yang paling parah adalah politisi Nasdem, Bestari Barus. Dalam acara di TV One, Bestari menghina bahwa apa yang dilakukan PSI ini semata-mata untuk mendongkrak suara PSI di Pemilu 2024.
Menurutnya, PSI sedang galau karena sejauh ini masih belum juga bisa menaikkan tingkat elektabilitasnya, termasuk meraih suara dari kaum milenial.
Karena itulah PSI men-downgrade diri mereka, dari semula yang bertarung di isu-isu nasional, turun ke isu-isu DKI yang lokal.
Kata Bestari, karena PSI gagal merebut suara milenial, maka PSI sekarang berusaha merangkul suara haters-nya Anies.
Dengan kata lain, Anies adalah jualan PSI untuk meningkatkan elektabilitas PSI. Respon-respon negatif semacam ini sangat bisa dipahami sebagai bentuk kepanikan para pendukung Anies.
Mereka mungkin takut bila PSI dibiarkan bicara sekritis ini, maka sikap PSI akan terus meluas sehingga bisa saja ujung-ujungnya mengancam aliran keuntungan yang diperoleh mereka dari Anies.
Saat ini saja, setelah semula hanya PSI yang mengajukan rencana interpelasi, PDIP pun sudah berada di gerbong yang sama.
Ini artinya apa yang dilakukan PSI tidak bisa dianggap enteng.
Suara-suara kritis seperti yang dilontarkan Giring bisa saja kemudian diterima sebagai kenormalan oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil.
Sikap kritis PSI bisa saja terus melebar. Dan ini tak boleh dibiarkan. Karena itulah PSI tak boleh dibiarkan terlalu banyak bicara.
Para politisi senior itupun berusaha membungkam PSI dengan cara bersama-sama melakukan delegitimasi PSI.
Mereka bersama-sama mem-bully PSI. Dalam kasus Giring, tak ada satupun politisi senior pembela Anies menjawab dengan membantah substansi kritik yang diajukan tentang Formula E.
Mereka tahu Giring benar bahwa Formula E adalah penghamburan uang rakyat yang sama sekali tidak layak dilakukan seorang Gubernur.
Karena itu mereka harus menekan Giring dengan alasan mengada-ada: dari soal ini sekadar bagian dari strategi PSI merebut hati haters Anies sampai soal preseden yang buruk bagi demokrasi.
Ini memang kisah klasik dalam politik. Anak-anak muda idealis berusaha ditindas oleh politisi tua yang terancam kekuasaannya dan pundi-pundi kekayaannya.
Ayo terus dukung politisi bersih dengan akal sehat. Karena hanya kalau kita gunakan akal sehat, negara ini akan selamat.