Jumat, April 26, 2024

Anies: Gubernur Kata-kata

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Peneliti Senior MAARIF Institute dan Komisaris Independen PT. Kereta Api Indonesia

Dalam acara bincang-bincang Indonesia Lawyers Club (ILC) beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempertentangkan antara kerja dengan gagasan. Suatu gagasan yang bukan baru, karena kerap dilontarkan Anies selama debat Pilkada dan kampanye politiknya pada 2017 silam.

Figur Anies merepresentasikan kerinduan sebagian masyarakat kita terhadap dua episode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selama satu dasawarsa kita menikmati stabilitas usai gejolak transisi reformasi, dengan hasil pembangunan yang tidak optimal.

Untuk menutupi mangkraknya kerja-kerja pembangunan, SBY membangun politik citra yang bersandar pada kata-kata. Kemunculan Jokowi yang diikuti sejumlah elite baru dari daerah menjungkir-balikkan norma dan kesantunan politik ala elite ibukota.

Jokowi menyodorkan cara baru untuk memenangkan dukungan publik, dengan melakukan kerja-kerja nyata. Berpasangan dengan Ahok di DKI Jakarta, Jokowi memberi spirit baru dengan membongkar kebobrokan birokrasi yang menghambat gerak pembangunan.

Duet Jokowi-Ahok menyajikan hasil kerja yang bertahun-tahun tak mampu direalisasikan. Rancangan berusia puluhan tahun untuk mengatasi kesemrawutan transportasi di ibukota diterobos dengan tekad kuat untuk menghadirkan angkutan massal modern sejajar kota-kota besar di dunia: MRT.

Sukses sebelumnya saat menjabat walikota di Solo direplikasi di Jakarta, dengan keberhasilan Jokowi menata Pasar Tanahabang. PKL yang menjejali jalan-jalan di pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara itu berhasil dipindahkan ke Blok G dengan sejumlah fasilitas.

Di kota-kota lain, ada sosok Risma yang berhasil menata taman-taman yang tidak saja instagrammable tetapi juga menyegarkan udara kota Surabaya. Prestasi serupa ditorehkan Ridwan Kamil, dengan dukungan kuat anak-anak muda kreatif yang menjadi ciri khas kota Bandung.

Di luar Pulau Jawa, masyarakat Bantaeng dan Sulawesi Selatan bisa membanggakan sosok Nurdin Abdullah. Berbekal ambulans siaga, layanan kesehatan dikembangkan untuk menjangkau pelosok sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Sayangnya, tidak semua masyarakat siap menerima perubahan. Selalu ada yang resisten dan ingin kembali pada cara-cara lama. Jika dulu orang rindu pada penak-nya zaman Pak Harto, kini ada Anies yang menjadi muara bagi mereka yang percaya kepada kata-kata kosong tanpa dibarengi kerja dan karya nyata.

Tetapi mungkin kita harus membiasakan diri dengan polah laku Anies yang menjadi ciri khasnya. Yang mengatakan bahwa alat transportasi utama adalah kaki, lalu apa yang mau direvolusionerkan dari bagian tubuh kita itu? Atau kelonggarannya terhadap hukum atas nama keberpihakan kepada PKL.

Anies juga tidak segan-segan mengeksploitasi semangat “pertentangan kelas” seperti dalam kasus pulau reklamasi. Lalu kembali dibungkus dengan kata-kata, mengganti definisi pulau menjadi pantai dengan meminjam konvensi hukum laut internasional (UNCLOS).

Barangkali karya nyata yang paling bisa dibanggakan Anies adalah onggokan bahan material alamiah atas nama seni instalasi melawan hutan beton. Setelah pajangan bambu Getah Getih, kini tumpukan batu terumbu karang Gabion yang menunggu kembali dibongkar. Kabarnya, instalasi pengganti Bambu Getih Getah di kawasan Bundaran HI itu menggunakan skeleton karang dari terumbu karang yang dilindungi undang-undang. Aduh.

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Peneliti Senior MAARIF Institute dan Komisaris Independen PT. Kereta Api Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.