Senin, April 29, 2024

Analisis Pembangunan Tol Padang-Pekanbaru yang Belum Rampung

Qeis RIanto
Qeis RIanto
Political Science student in Andalas University.

Pembangunan jalan tol merupakan bagian penting dari pembangunan Nasional. Saat ini, pembangunan jalan tol oleh Presiden Joko Widodo mencapai 1.848 km dalam jangka waktu 9 tahun.

Dengan terbentuknya jaringan tol yang pesat, maka mobilitas barang dan jasa akan lebih mudah. Selain itu, keberadaan jalan tol mengundang wisatawan ke destinasi-destinasi wisata yang sebelumnya aksesnya masih terbatas.

Akan tetapi, ada beberapa kejadian dimana pembangunan tol terhambat karena ketidakpuasan rakyat. Salah satu dari kejadian tersebut adalah pembangunan tol Padang-Pekanbaru.

Pembangunan tol Padang-Pekanbaru, yang nantinya akan disambung dengan jalan tol lain di Sumatera untuk membangun jaringan Tol Trans-Sumatera, telah memakan waktu yang cukup lama. Seksi I dari tol Padang-Pekanbaru, yaitu tol Padang-Sicincin, sempat terhenti pembangunannya sejak Desember 2021.

Terhitung Mei 2023, pembebasan lahan Seksi I Padang-Sicincin sudah mencapai 95,1%.  Ada pun rintangan besar dalam pelaksanaan pembangunan tol ini adalah pembebasan lahan. Tidak seperti provinsi-provinsi di Sumatera yang lainnya seperti Lampung, Sumatera Selatan, dan sebagainya, pembebasan lahan di Sumatera Barat relatif lebih lama.

Selain dari kendala pembebasan lahan, tol Padang-Pekanbaru juga menjadi target korupsi pengadaan lahan. Terhitung Agustus 2023, ada 13 narapidana korupsi yang masing-masingnya sudah dijebloskan di Lapas Kelas IIA Padang.

Alasan utama dari penolakan masyarakat setempat ialah kompensasi yang mereka terima tidak sepadan dengan kerugian yang mereka tanggung. Selain itu, permasalahan tentang tanah adat, atau yang dikenal dalam budaya Minangkabau sebagai tanah pusako, kerap mengundang amarah masyarakat, di mana menurut kebudayaan Minangkabau menjual tanah pusako merupakan sebuah hal yang pantang dilakukan atau pamali.

Sesuai dengan pasal 5 UU no.2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan,

“Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Di pasal tersebut disebutkan bahwa pihak yang berhak wajib melepas setelah pemberian ganti kerugian atau putusan pengadilan. Akan tetapi, selama ini belum ada putusan pengadilan maupun ganti rugi yang sepadan.

Dalam melakukan proyek yang membutuhkan banyak tanah, pemerintah seharusnya mengadakan negosiasi dengan warga setempat guna mencapai sebuah kesepakatan tentang ganti rugi yang didapat oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan adat-adat setempat, agar tidak menciptakan amarah.

Perlu diingat bahwa proyek yang besar kerap ada yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi. Maka dari itu, pemerintah harus lebih hati-hati dalam memilih orang yang melaksanakan proyek, agar tidak merugikan masyarakat.

Qeis RIanto
Qeis RIanto
Political Science student in Andalas University.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.