Minggu, Oktober 6, 2024

Minangkabau Darurat Narkoba

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Pemerhati Politik

Peredaran narkoba menjadi masalah di semua tempat, tak terkecuali di Ranah Minang, Sumatera Barat. Lokadata pernah merilis data, persebaran narkoba paling meningkat di Sumatera Barat dalam beberapa tahun terakhir dibandingkan provinsi lain di seluruh Indonesia.

Angkanya naik dari 14,7% pada 2014 menjadi 37,7% pada 2018, atau ada pertumbuhan sekitar 23,1% dalam empat tahun. Sebagai perbandingan, DKI Jakarta yang pernah mencatat angka tertinggi 47,2% pada 2014 justru turun menjadi 34,5% pada 2018.

Dengan demikian, Sumatera Barat mencatatkan prestasi sebagai provinsi tertinggi dalam persoalan narkoba di Indonesia. Menyusul di posisi berikutnya adalah DKI Jakarta, dan di urutan ketiga Riau yang berada di angka 36,4%.

Sebagai catatan, data tersebut merujuk pada data potensi desa (Podes) 2018 keluaran dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam kasus Sumbar, peredaran dan penyalahgunaan narkoba tersebar di lebih dari sepertiga desa dan kelurahan.

Pada tingkat kabupaten/kota bahkan bisa lebih tinggi, misalnya dari 104 jumlah desa/kelurahan di ibukota Padang angkanya berada pada posisi 82,7%. Sedangkan di Kabupaten Pasaman Barat, angkanya mencapai 59,3% dari jumlah keseluruhan 91 desa/kelurahan yang ada.

Nasib Anak Kampung

Membaca data-data yang disajikan tersebut, ulu hati ini sakit seperti ada yang menusuk-nusuk. Jantung penulis berdetak kencang. Pikiran melayang jauh ke kampung halaman, membayangkan nasib dan masa depan anak-anak muda kampung yang telah dirusak narkoba.

Penulis bertanya-tanya, mungkin ini yang menjadi salah satu penyebab kenapa Sumatera Barat tidak lagi dikenal sebagai “Industri otak”, karena akal sehat dan otak anak-anak mudanya telah diracuni oleh narkoba.

Ironis memang, negeri beradat yang berlandaskan agama ini menjadi pusat peredaran narkoba terbesar di Indonesia. Di mana peran para tokoh agama, tokoh adat dan pemerintah daerah. Lalu apa makna filosofi adaik basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sebagai pegangan orang Minang?

Bukankah selama ini, Sumatera Barat selalu mengkampanyekan tentang perjuangan penegakan syariat Islam secara utuh. Jika ajaran islam dijalankan secara benar, semestinya setiap orang yang menjalankannya akan terhindar dari perbuatan munkar.

Jika agama dijalankan secara substantif, harapannya setiap diri akan terhindar dari kerusakan. Tetapi jika beragama hanya sebatas simbolik, maka kita akan sering kecewa atas sikap beragama mereka yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama.

Salah satu maksud kenapa syariat diturunkan adalah untuk memelihara akal. Akal harus dijaga dari segala hal yang dapat merusaknya, sehingga manusia bisa berpikir secara baik dan menentukan mana yang benar dan salah. Akal sehat penulis belum dapat mencerna mengapa ini bisa terjadi.

Perlu ada ada kesadaran dan ketulusan kolektif dari semua pemangku kepentingan di Sumatera Barat untuk bersama-sama, menyatu padu. Melawan peredaran narkoba yang telah menjadi wabah dan mengancam keberlangsungan hidup generasi muda dan masa depan masyarakat Minangkabau.

Pemerintah daerah harus memiliki program-program pencegahan dan mengalokasikan dana yang cukup untuk perang melawan narkoba. Tokoh agama, adat, pemuka masyarakat, dan seluruh elemen masyarakat harus terlibat aktif dalam pencegahan dan perang melawan narkoba.

Sebagaimana dipahami, narkoba tidak saja merusak sendi-sendi moral tetapi juga menjadi masalah kesehatan yang serius. Salah satunya penggunaan jarum suntik secara bersama-sama oleh pengguna narkoba berpotensi sebagai media penularan HIV/AIDS.

Selain pendekatan keamanan memerangi bandar-bandar narkoba, perlu pula dibarengi program-program edukatif seperti pendekatan harm reduction dan rehabilitasi terhadap pecandu yang notabene menjadi korban dari jaringan sindikat narkoba.

Bukankah Sumatera Barat sempat dipuji dalam menangani krisis kesehatan COVID-19, karena efektivitas testing yang dilakukan. Menggunakan fasilitas laboratorium Universitas Andalas, kapasitas testing di provinsi ini terhitung tinggi per satu juta penduduk, nomor dua setelah Jakarta.

Momentum Pilkada 2020 bisa menjadi ajang yang tepat bagi yang calon-calon kepala daerah yang bakal bertarung, untuk menjadikan persoalan narkoba menjadi isu dan program utama. Kampanye-kampanye yang dilakukan harus memberi pemahaman kepada masyarakat.

Jangan lagi kampanye-kampanye hanya berisi hasutan, kebencian dan menyebarkan isu-isu identitas yang memecah masyarakat. Para calon harus berani beradu gagasan dan program, terutama terkait pemberantasan narkoba.

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Pemerhati Politik
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.