Setelah Jerman Barat pada 1974, Piala Dunia akhirnya kembali ke Benua Amerika. Kali ini, Argentina terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 1978. Kejuaraan tersebut mengundang atensi dari banyak negara, tercatat babak kualifikasi diikuti hingga 107 negara yang merupakan jumlah terbanyak saat itu.
Akan tetapi, hajat besar ini hampir saja tidak bisa digelar dikarenakan situasi politik Argentina yang tengah memanas. Mereka nyaris terlibat perang dengan Cile perihal perebutan wilayah. Beruntung, perang tidak terjadi karena ada andil Paus Paulus II yang mendinginkan suasana.
Selain itu, kepemimpinan Jorge Rafael Videla yang terkenal akan kepemimpinannya yang otoriter membuat beberapa negara sempat urung untuk ikut serta. Dilansir dari buku The Story of the World Cup, Videla adalah otak di balik hilangnya nyawa 9.000 orang berhaluan sayap kiri. Ia juga terlibat dalam penculikan 500 bayi dan lebih dari 350 kasus rahasia. Salah satunya adalah ketika ketua Piala Dunia 1978, Omar Actis ditemukan meninggal dunia.
Konspirasi Memenangkan Argentina
Videla saat itu berjanji, kalau Piala Dunia 1978 akan berlangsung dengan aman tanpa gangguan dari militernya. Hal itu yang membuat 16 negara terpilih akhirnya mau mengikuti turnamen tersebut. Hanya saja, sosok Videla tetap ikut campur dalam turnamen tersebut terutama melalui aksi-aksinya yang disinyalir menguntungkan Argentina sepanjang turnamen.
Tim Tango selalu bermain paling akhir dibandingkan tim lainnya sepanjang fase grup baik fase grup pertama maupun kedua. Hal ini membuat mereka bisa melihat hasil para rivalnya. Pada fase grup pertama, Argentina finis di posisi kedua di bawah Italia. Hal ini membuat mereka berada satu grup dengan Brasil, Peru, dan Polandia.
Sebelum pertandingan melawan Peru di pertandingan terakhir, Argentina berada pada posisi kedua karena kalah selisih gol dari Brasil (Argentina +2, Brasil +3). Di laga terakhir yang berlangsung dua jam sebelumnya, Brasil menang 3-1 melawan Polandia yang membuat Argentina harus menang di atas tiga gol jika ingin melaju ke final. Lawan yang dihadapi saat itu adalah Peru.
Peru bermain luar biasa sepanjang fase grup pertama. Mereka mampu menahan imbang Belanda 0-0 dan diprediksi tidak akan kalah telak dari Argentina. Akan tetapi, Peru bermain seolah tanpa gairah. Mereka kalah 6-0 dan membuat Argentina melangkah ke final.
Hasil yang mengundang tanda tanya ini memunculkan satu nama yaitu penjaga gawang Peru, Ramon Quiroga. Nama Quiroga menjadi Kambing Hitam sebab ia adalah kelahiran Argentina, lebih tepatnya di Rosario, yang menjadi venue laga saat itu. Quiroga serta Argentina sendiri membantah anggapan tersebut. Ia bahkan sampai harus menulis surat di sebuah surat kabar untuk menyatakan kalau tidak ada konspirasi apapun baik diantara Quiroga dan Argentina.
Ulah Argetina semakin menjadi ketika memasuki babak final. Hal ini diawali dengan rasa keberatan Argentina atas ditunjuknya wasit asal Israel, Abraham Klein sebagai pengadil di laga puncak. Mereka merasa Klein adalah penyebab dari kalahnya Argentina dari Italia pada babak grup pertama. FIFA pun menyetujui permintaan Argentina dan menunjuk Sergio Gonella sebagai pengadil.
Tidak sampai di situ, para pemain Argentina pun mengulur-ngulur waktu dan membiarkan pemain Belanda berada di lapangan selama beberapa menit. Perang urat saraf mereka berlanjut ketika kapten Argentina, Daniel Passarella meminta wasit agar perban yang melingkar di lengan Rene van der Kerkhof untuk dilepas karena membahayakan. Kerkhof sempat marah karena sejak penyisihan, ia selalu diizinkan untuk memakai perban tersebut.
Entah ada hubungannya atau tidak, namun Argentina akhirnya menjadi pemenang. Belanda kalah 3-1 di Estadio Monumental yang penuh dengan konfeti tersebut. Akan tetapi, rasa curiga terhadap mereka tidak pernah memudar. Toh, saat penyerahan piala, mereka juga didaulat sebagai tim paling fair play sepanjang turnamen.
Prancis Pinjam Kostum
Sejatinya, Piala Dunia 1978 adalah turnamen yang penuh dengan kontroversi. Meski begitu, ajang ini juga menampilkan kejadian unik sekaligus lucu yang didapat skuat nasional Prancis.
Jelang melawan Hungaria, stasiun televisi Argentina meminta salah satu di antara kedua negara untuk memakai kostum berwarna terang. Hal ini disebabkan dengan masih menjamurnya televisi hitam putih di negara tuan rumah. Prancis pun mengajukan diri sebagai negara yang memakai baju cerah.
Kejadian yang terjadi sebelum pertandingan justru sangat menggelitik. Kedua negara tiba-tiba membawa kaus yang berwarna sama yaitu putih. Apesnya baik Hungaria maupun Prancis tidak membawa kostum utama mereka yaitu merah (Hungaria) dan biru (Prancis).
Atas kejadian ini, panitia pertandingan menghubungi Club Atletico Kimberley yang merupakan klub lokal yang berada di La Plata untuk meminjam kostum mereka yang berwarna hijau-putih. Mereka pun meminjamkan kaus tersebut meski jumlahnya hanya 16. Beberapa pemain Prancis bahkan mengenakan nomor punggung yang berbeda dari nomor yang berada di celana mereka.
Kejutan Cruyff
Kesebelasan negara Belanda begitu fenomenal ketika Piala Dunia 1974. Meski kalah di partai puncak, namun Oranye menunjukkan permainan yang menghibur dengan Johan Cruyff sebagai aktornya.
Akan tetapi, pada Piala Dunia 1978, nama Cruyff tidak ada di skuat arahan Ernst Happel. Beberapa alasan menyebut kalau Cruyff takut karena situasi politik di Argentina yang begitu kejam di bawah Jorge Videla. Ada juga yang mengatakan kalau Cruyff tidak mau jauh dari keluarga karena digelar di Argentina.
Cerita sesungguhnya kemudian terungkap 30 tahun kemudian. Cruyff bercerita kalau faktor keluarga menjadi alasan Cruyff tidak mau tampil di Piala Dunia 1978. Akan tetapi, lebih dikarenakan insiden percobaan penculikan yang dialami saat ia masih bermain untuk Barcelona.
Ketika itu, beberapa orang tidak dikenal masuk dan menodongkan senjata. Beruntung, mereka bisa meloloskan diri. Kejadian ini membuat Cruyff begitu trauma hingga menyewa bodyguard selama kurang lebih 18 bulan.
Baca juga:
Piala Dunia 1930: Rumit, Perjalanan Jauh, serta Final Dua Bola
Piala Dunia 1934: Mussolini, Oriundi, Hingga Hukuman Mati
Piala Dunia 1938: Diundi Cucu, Debut Indonesia, dan Sensasi Leonidas
Piala Dunia 1950: Aksi WO, Tumbangnya Raja Sepakbola, dan Kesombongan Brasil
Piala Dunia 1954: Banyak Gol, Pertarungan Bern, dan Sepatu Adidas
Piala Dunia 1958: Anti Israel, Berkah Sepatu Pinjaman, dan Sinar Pele
Piala Dunia 1962: Pertempuran Santiago, Kemunculan Garrincha, Takhayul Cile
Piala Dunia 1966: Milik Pickles, Korea Utara, dan Geoff Hurst
Piala Dunia 1970: Perang, Skandal, dan Sejarah Brasil
Piala Dunia 1974: Aksi Mwepu, Sejarah Dua Jerman, dan Menguapnya Total Football
Piala Dunia 1982: Kontroversi, Kalahnya Jogo Bonito, dan Gelar Ketiga Italia
Piala Dunia 1986: Kejutan Denmark dan Maroko, Rekor Batista, Piala Dunia Maradona
Piala Dunia 1990: Dongeng Kamerun, Insiden Ludah, dan Air Mata Gazza
Piala Dunia 1994: Duka Escobar, Piala Dunia Terakhir Maradona, dan Final Dua Tim Pragmatis
Piala Dunia 1998: Sepakbola Kalahkan Politik, Sensasi Kroasia, dan Misteri Ronaldo
Piala Dunia 2002: Kejutan, Kontroversi, dan Kamerun yang Tanpa Lengan
Artikel ini pertama kali terbit di: LigaLaga.ID