Sabtu, April 20, 2024

Pak Jokowi, Mohon Bentuk Kabinet Keberlanjutan Indonesia

Jalal
Jalal
Provokator Keberlanjutan. Reader on Corporate Governance and Political Ecology Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Jakarta. Bukunya berjudul "Mengurai Benang Kusut Indonesia" akan segera terbit.

Pak Jokowi yang terhormat,

Tinggal beberapa hari ke depan Bapak akan kembali dilantik menjadi pimpinan cabang kekuasaan eksekutif negeri ini. Bapak akan kembali menjadi Presiden Indonesia untuk tahun 2019 hingga 2024. Segala harapan dari pemilih Bapak, juga seharusnya seluruh rakyat Indonesia, kini diletakkan pada pundak Bapak. Seluruh mata akan menyaksikan apakah Bapak akan bisa memikulnya selama lima tahun ke depan.

Saya percaya bahwa Bapak sungguh-sungguh ketika menyatakan “Lima tahun ke depan, mohon maaf saya sudah enggak ada beban. Saya sudah enggak bisa nyalonkan lagi. Jadi, apa pun yang paling baik, terbaik untuk negara akan saya lakukan.” Dan surat yang saya tulis ini adalah persis soal itu: apa yang terbaik untuk Indonesia.

Menurut banyak pakar, ukuran terbaik tentang apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin baru dapat dilihat dalam jangka panjang. Apakah sang pemimpin itu meletakkan dasar-dasar yang kokoh untuk masa depan yang baik. Ukuran sejatinya ada pada jangka panjang, bukan jangka pendek, apalagi sekadar kepentingan sesaat.

Karenanya, Pak Jokowi, sederhananya adalah apakah dalam lima tahun ke depan Pak Jokowi akan membuat keputusan dan tindakan yang akan membuat generasi muda sekarang dan generasi mendatang itu kehidupannya lebih baik dibandingkan sekarang.  Dan, untuk seorang kakek seperti Bapak, urusannya adalah kualitas kehidupan Jan Ethes, Sedah Mirah, dan generasinya.

Saya meyakini sepenuhnya bahwa sekarang Bapak adalah kakek yang menyenangkan bagi keduanya.  Saya cukup banyak menyaksikan foto dan video yang menggambarkan itu dengan sangat jelas. Bapak adalah kakek yang lemah lembut dan sangat mendidik bagi Jan Ethes. Bapak adalah kakek yang sangat ngemong bagi Sedah Mirah. Tetapi, pertanyaannya adalah, apakah Bapak akan menjadi kakek terbaik buat mereka ketika dewasa

Jan Ethes lahir di tahun 2016. Cucu Bapak yang sangat menggemaskan itu bakal berusia 34 tahun di tahun 2050. Sedah Mirah bakal berusia 32 tahun. Keduanya bakal menjadi orang dewasa di usia produktif pada saat itu. Keduanya, dengan kesehatan yang prima, mungkin bisa menyaksikan pergantian abad ini.

Pak Jokowi yang tercinta,

Tetapi, Pak, memperhatikan tanda-tanda alam yang ada sekarang, tampaknya kehidupan mereka tak bakal menyenangkan. Laporan IPCC yang terbit persis setahun lalu menyatakan bahwa umat manusia hanya bisa aman apabila kenaikan suhu di tahun 2100 dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius dibandingkan dengan suhu di awal Revolusi Industri.  Untuk mencapai tujuan itu, umat manusia punya waktu untuk memotong sekitar separuh emisinya di tahun 2030—kurang dari 12 tahun dari sekarang.

Di bulan Mei tahun ini, laporan lainnya, The IPBES Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services menyatakan bahwa dunia sedang berada dalam trajektori kehilangan 1 juta spesies, lantaran 75% lahan dan 66% lautan sudah jauh berubah gara-gara aktivitas manusia. Karena keanekaragaman hayati adalah pendukung kehidupan manusia yang paling penting, jelas umat manusia, yang menyebabkan perubahan itu, ada dalam bahaya besar.

Pak Jokowi, Indonesia sama sekali bukan kekecualian. Krisis iklim ini bakal punya dampak besar terhadap negeri ini. Kalaupun Jan Ethes dan Sedah Mirah, atau cucu-cucu Bapak yang lahir kemudian, bisa memilik untuk pindah ke negeri yang lebih aman dibandingkan Indonesia, lebih dari seratus juta generasi mereka, dan seluruh rakyat Indonesia yang masih hidup setelah tahun 2050, akan berhadap-hadapan dengan kondisi alam yang membahayakan.

Kalau banyak orang yang berargumentasi ekonomi dahulu dimajukan, baru kemudian alam diperhatikan, sesungguhnya kita tak lagi punya kemewahan itu. Tak ada yang bakal terlampau marah bila argumentasi itu dinyatakan di tahun 1970-an, atau di tahun 1980-an, bahkan mungkin di tahun 1990-an. Mengapa? Karena alam masih bisa menyeimbangkan dirinya, memulihkan diri dari luka-luka pembangunan yang dilakukan manusia. Tetapi sekarang sudah tidak bisa lagi.

Bapak bisa bertanya kepada Menteri Bappenas soal ini. Tanyakan kepada Pak Menteri Bambang, hingga kapan Indonesia bisa menjalankan pembangunan yang business as usual kepada alam tanpa konsekuensinya terhadap ekonomi terlihat. Laporan Low Carbon Development Initiative yang diselesaikan Bappenas tahun ini sudah membuat skenarionya, dan kini kita tahu bahwa kalau pembangunan seperti sekarang ini dilanjutkan terus, maka di pertengahan 2030-an, ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang signifikan.

Itu bakal terjadi kala Jan Ethes baru belum lagi merayakan ulang tahunnya yang ke-20, dan Sedah Mirah baru saja merayakan sweet seventeen-nya. Kira-kira, apa yang mereka dan generasinya pikirkan kalau Bapak membiarkan itu terjadi, padahal sekarang, di tahun 2019 ini, skenario tersebut sudah diketahui?

Bapak Jokowi yang mulia,

Mungkin Bapak terlampau sibuk dengan ingar bingar pemilihan presiden sejak penghujung tahun lalu. Bapak mungkin juga sangat disibukkan oleh gangguan keamanan yang ditimbulkan oleh banyak pihak yang secara sadar atau tidak sangatlah merugikan Indonesia. Tetapi, sekarang, beberapa hari menjelang pengambilan keputusan kabinet, Bapak seharusnya bisa lebih tenang memikirkan warisan seperti apa yang Bapak akan berikan pada Jan Ethes dan Sedah Mirah.

Saya mau berterima kasih untuk kecepatan Bapak membuat Perpres Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yang diikuti Rencana Aksi Nasional (RAN), Peta Jalan-nya, juga Rencana Aksi Daerah (RAD). Saya juga mau berterima kasih atas keluarnya PP Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Saya bahkan mau memuji Bapak untuk keberanian mengeluarkan PP Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (IELH).  Itu semua adalah hadiah yang sangat bagus buah Jan Ethes, Sedah Mirah, dan generasinya.

Tetapi, Pak, segala dokumen tersebut perlu implementasi yang koheren dan sungguh-sungguh. Dan kalau para pakar ditanyakan apakah kita sudah lihat implementasinya sebagaimana yang tertera di dalam dokumen-dokumen itu, pasti mereka akan akur menjawab belum. Tentu ada banyak yang telah dilakukan oleh  kementerian dan lembaga untuk mengarahkan Indonesia ke sana, tetapi ada banyak keputusan dan tindakan kementerian dan lembaga lainnya yang menantang itu semua.

Lantaran tindakan yang tidak konsisten, terutama ditunjukkan di sektor energi, beberapa saat lalu Climate Action Tracker menunjukkan bahwa status kita hingga sekarang adalah negara yang highly insufficient kebijakannya. Kalau semua negara bertindak seperti Indonesia, membiarkan energi fossil tetap menjadi sumber energi utama hingga beberapa dekade mendatang, maka Bumi yang akan ditinggali Jan Ethes dan Sedah Mirah di usia lanjut mereka, di tahun 2100, bisa meningkat suhunya hingga 4,3 derajat Celsius.

Padahal, agar aman, seharusnya di tahun itu kenaikannya perlu dibatasi di 1,5 derajat saja. Apa Bapak akan melakukan tindakan yang penting untuk memastikan sektor energi dan lainnya bisa membatasi kenaikan hingga batas aman itu?

Bapak Jokowi yang baik hati,

Duduk di puncak kekuasaan eksekutif pasti membuat Bapak mafhum soal perbedaaan bahkan pertentangan kepentingan. Menyeimbangkannya, dengan terus mengarahkan Indonesia pada tujuan yang benar—tujuan yang akan membuat Jan Ethes, Sedah Mirah, dan generasi mereka berterima kasih pada apa yang Bapak putuskan dan lakukan—adalah peran yang Bapak jalankan. Tentu, peran itu sangat sulit kalau Bapak dikelilingi oleh orang-orang yang tidak memiliki pemikiran yang lurus soal masa depan Indonesia, orang-orang yang mengutamakan kepentingan jangka pendek dirinya sendiri dan kelompoknya.

Oleh karena itu, Pak Jokowi, sudah seharusnya Bapak memilih para pembantu Bapak, anggota kabinet 2019–2024 dengan perhatian pada masa depan Indonesia itu. Saya prihatin melihat Bapak seperti dirubung oleh para politisi semata, yang tak malu-malu menyebut berapa jatah menteri dari partai politik mereka. Ingat, Pak, partai politik adalah lembaga paling tidak dipercaya oleh masyarakat Indonesia—sementara Bapak ada di posisi sebaliknya. Kalau Bapak terlihat tunduk pada kepentingan partai politik, kepercayaan masyarakat kepada Bapak bakal tergerus.

Saya melihat bahwa Bapak memang tak melindungi para pembantu Bapak yang terjerat kasus hukum, terutama korupsi. Namun, hal itu sesungguhnya tak cukup. Semua tahu bahwa mereka itu para politisi korup sebelum akhirnya benar-benar terjerat kasus hukum.  Bahkan, ada juga yang tadinya dikira bersih, namun belakangan terjerat juga. Seluruh yang terjerat itu adalah “wakil” partai politik di kabinet. Apakah ini akan berulang lagi di kepemimpinan Bapak berikutnya? Semoga tidak.

Bapak memimpin dalam sebuah sistem presidensial, yang seharusnya bisa lebih nyaman untuk memilih sendiri orang-orang terbaik, yang mau bekerja untuk mewujudkan segala kebijakan Bapak yang baik bagi masa depan Indonesia, termasuk SDGs, KLHS, dan IELH.  Kalau Bapak memilih para pembantu yang baik, maka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN)—yang direncanakan menjadi RPJMN paling hijau sepanjang sejarah Indonesia—akan bakal bisa direalisasikan. Itu bakal membuat Jan Ethes dan Sedah Mirah merasa nyaman tinggal di negeri ini, dan bangga pada warisan yang ditinggalkan kakeknya.

Greta Thurnberg

Saya sangat menyesal Bapak tidak datang ke New York beberapa minggu lalu. Di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang seharusnya Bapak sambangi ada seorang anak perempuan dari Swedia, Greta Thunberg, yang pidatonya tentang krisis iklim, dan bagaimana para pemimpin negara di dunia ini secara kolektif mengabaikannya dan membahayakan masa depan mereka. Hal itu memang tak bisa disangkal, Pak.

Saya sangat menganjurkan Bapak untuk menonton pidato Greta, lalu berbincang-bincang dengan orang-orang baik yang berada di sisi ilmu pengetahuan dan punya niat mulia untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Merekalah yang kini jauh penting didengarkan lebih serius, dibandingkan dengan para politisi yang omongannya soal kursi menteri dan jabatan-jabatan lainnya sesungguhnya sangat memuakkan itu.

Lalu, Pak, bentuklah kabinet yang sungguh-sungguh mau mewujudkan Indonesia yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan—kabinet yang bakal membuat Jan Ethes dan Sedah Mirah tetap tersenyum bahagia dan membanggakan kakeknya ketika mereka dewasa kelak.

Kolom terkait

Jokowi di Tengah “Negara Bayangan”

Kala Horang Kayah Kongkow di Parlemen Kita

Pidato Revisionis* Presiden Terpilih [Visi Keberlanjutan Indonesia]     

Jalal
Jalal
Provokator Keberlanjutan. Reader on Corporate Governance and Political Ecology Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Jakarta. Bukunya berjudul "Mengurai Benang Kusut Indonesia" akan segera terbit.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.