Penerbangan memiliki potensi dan peranan yang penting dalam membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis. Penerbangan merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan,keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya (Pasal 1 angka 1 Undang undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang selanjutnya disebut UU Penerbangan).
Pesawat udara merupakan alat transportasi yang tercepat dibandingkan dengan sarana angkutan laut dan angkutan darat. Transportasi udara mengalami perkembangan pesat, setelah pemerintah memberikan cukup insentif bagi maskapai penerbangan untuk menyelenggarakan bisnisnya.
Namun demikian, perkembangan industri penerbangan dalam pengelolaan isu transportasi udara, tidak seiring dengan perkembangan sistem hukum yang menopang pertumbuhan bisnis sektor tersebut. Salah satunya adalah hukum mengenai jaminan dalam pembiayaan untuk pengadaan/pembelian pesawat udara. Padahal dalam pelaksanaannya jarang sekali atau bahkan hampir tidak pernah terjadi maskapai penerbangan membeli pesawat udara secara tunai. Oleh karena itu dibutuhkan pembiayaan dari pihak lain, salah satunya adalah dari pihak bank.
Penyediaan dana oleh bank dalam pembangunan terutama pembangunan perekonomian manjadi faktor penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Salah satu penyediaan dana yang dilakukan bank adalah melalui pemberian fasilitas kredit. Dasar hubungan hukum antara para pihak dalam hal ini adalah perjanjian.
Perjanjian sebagaimana dipahami publik adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Perjanjian ini akan menimbulkan perikatan antara para pihak, yaitu suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua pihak yang menimbulkan hak pada satu apihak dan kewajiban pada pihak lain dalam suatu prestasi.
Istilah perjanjian kredit tidak dikenal dalam UU Perbankan. Namun demikian, apabila melihat kata berdasarkan persetujuan atau kesepakatan maka dapat dilihat bahwa dasar dari pemberian kredit adalah perjanjian antara pihak pemberi kredit dengan penerima kredit. Perjanjian kredit ini belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang undangan. Keberadaannya di Indonesia didasarkan pada asas kebebabasan berkontrak. Karena belum ada aturan khusus, maka hubungan hukum pada perjanjian kredit didasarkan pada ketentuan umum dalam KUH Perdata.
Perjanjian kredit itu ada kemiripan dengan perjanjian pinjam meminjam seperti tercantum dalam Pasal 1754 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perjanjian pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan (Pasal 1 angka 3 UU Penerbangan). Pesawat udara ini meliputi pesawat terbang dan helikopter.
Dalam pengembangan industri penerbangan pasti membutuhkan dana yang relatif tidak sedikit, salah satunya dalam peyediaan pesawat udara. Oleh karena itu pada umumnya maskapai penerbangan menggunakan fasilitas pembiayaan dari pihak lain, salah satunya dari bank yang membiayai dengan memberikan fasilitas kredit.
Agar dana dari masyarakat yang dimasukkan ke bank yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit benar-benar aman dan terlindungi, maka bank harus memperhatikan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib menyebutkan bahwa yang dapat dibebani Fidusia salah satunya adalah benda yang terhadapnya tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik, namun pasal/klausul tersebut tidak serta merta berlaku bagi pesawat terbang, mengingat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) huruf © UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia telah secara tegas menyebutkan bahwa UU Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotik atas pesawat terbang. Dengan demikian maka tidak dapat dilakukan pengikatan Jaminan Fidusia terhadap pesawat terbang tetapi dengan pengikatan hipotik.
Undang-undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 tidak menyentuh pengaturan mengenai pembebanan hipotik pesawat terbang. Dalam ketentuan tersebut pengaturan mengenai penjaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 71 s/d 82 tetapi tidak menyebutkan lembaga jaminan apakah yang digunakan dan bagaimana sistem penjaminannya.
Pasal 71 UU Penerbangan menyebutkan bahwa Objek pesawat udara dapat dibebani dengan kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat, dan/ atau perjanjian sewa guna usaha. Pasal 82 UU Penerbangan menyebutkan bahwa ketentuan dalam konvensi internasional mengenai kepentingan internasional dalam peralatan bergerak dan protokol mengenai masalah-masalah khusus pada peralatan pesawat udara, di mana Indonesia merupakan pihak mempunyai kekuatan hukum di Indonesia dan merupakan ketentuan hukum khusus (lex specialis).
Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Penerbangan tersebut sudah diatur bahwa pesawat udara dapat digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Meskipun demikian, belum diatur secara tegas lembaga apa yang digunakan untuk menjamin pesawat udara sebagai objek dalam jaminan kebendaan untuk menjamin pelunasan piutang kreditor.
Fenomena kekurangjelasan aturan hukum yang mengatur tentang jaminan pesawat terbang dalam perjanjian kredit ini mengakibatkan perbedaan penafsiran lembaga mana yang digunakan dan bagaimana pelaksanannya di dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ada yang menggunakan lembaga hipotik, tetapi ada pula yang menggunakan lembaga jaminan fidusia. Padahal jaminan ini mempunyai arti yang sangat penting bagi para pihak dalam perjanjian yang menimbulkan utang piutang.
Terdapat pendapat yang mengindikasikan bahwa hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditor untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditor-kreditor lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang secara khusus diperikatkan. Ini menunjukkan adanya kedudukan istimewa (preferensi) bagi kreditor pemilik hak jaminan kebendaan.
Pendapat lainnya mengemukakan bahwa apabila debitor pailit, benda objek jaminan tidak dimasukkan ke dalam harta kepailitan (boedel pailit), kreditor preferen di sini merupakan kreditor separatis. Keistimewaan jaminan kebendaan tidak saja memberikan preferensi melainkan terkandung sifat absolut, droit de suite, dan asas prioritas. Sifat-sifat hak kebendaan tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi penyedia dana (kreditor).
Way Forward
Jaminan Pesawat udara sangat penting dalam pengembangan industri penerbangan terutama dalam pengadaan pesawat udara, namun pengaturan mengenai lembaga apa yang digunakan untuk pembebanan objek jaminan pesawat udara tersebut belum jelas. Akibatnya terjadi perbedaan penafsiran dan berimplikasi pada pelaksanaannya terdapat perbedaan ada yang menggunakan lembaga hipotik dan ada juga yang menggunakan lembaga fidusia, sedangkan ada hal yang sebenarnya menyimpang dari prinsip jaminan fidusia.
Ketidakjelasan pengaturan mengenai jaminan terhadap pesawat udara ini mengakibatkan ketidakpastian hukum dan kurangnya perlindungan hukum bagi para pihak, salah satunya adalah pihak kreditor sebagai penerima jaminan dalam perjanjian kredit untuk pengadaan pesawat terbang bagi pengembangan industri penerbangan.
Rekomendasi pentingnya agar Pembentuk Undang-Undang sebaiknya segera membuat peraturan khusus mengenai jaminan pesawat udara supaya pelaksanaan pembebanan pesawat udara sebagai jaminan dalam pengadaan pesawat udara untuk pengembangan industri penerbangan sehingga lebih memberikan kepastian hukum kepada para pihak. Dan kepada para. pelaku usaha sebaiknya menggunakan lembaga jaminan yang sesuai dengan prinsip-prinsip penjaminan yang sudah ada dengan mengkualifikasikan karakteristik pesawat udara sebagai jaminan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum jaminan yang telah ada aturannya dan yang lebih jelas.