Selasa, November 4, 2025

Membaca Karya Klasik di Era Digital

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
- Advertisement -

Membaca karya sastra klasik di era digital ini bisa dibilang seperti sebuah aksi pemberontakan. Di tengah gempuran media sosial, podcast, dan berbagai kesibukan lain, siapa yang rela meluangkan waktu untuk membaca buku tebal?

Jika Anda merasa penasaran apa istimewanya buku-buku klasik, Anda tidak sendirian. Namun, ada beberapa alasan kuat yang akan membuat Anda jatuh cinta. Sebelum masuk ke alasan tersebut, mari kita pahami apa sebenarnya yang membuat buku-buku ini begitu istimewa. Para ahli memiliki beragam definisi, tetapi umumnya sebuah buku klasik memenuhi kriteria berikut.

Karya klasik adalah buku-buku yang telah teruji oleh waktu. Setiap tahun, ribuan buku diterbitkan, tetapi hanya sedikit yang mampu bertahan. Buku-buku best seller mungkin mencapai puncak popularitas, namun biasanya hanya sesaat. Sebaliknya, karya klasik terus dibaca dan diwariskan dari generasi ke generasi, hingga akhirnya sampai ke tangan Anda.

Mengapa buku-buku klasik terus dibaca dari generasi ke generasi? Alasannya sederhana: karena buku-buku ini mengangkat tema-tema universal seperti cinta, perang, keyakinan, keluarga, persahabatan, atau pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Tema-tema ini abadi dan relevan di setiap zaman, bahkan terus menginspirasi para penulis modern.

Selain itu, buku-buku klasik juga merupakan puncak pencapaian sastra. Sebuah buku bisa mendapat “status klasik” karena penulisnya berhasil menguasai gaya penulisan, alur cerita, dan pengembangan karakter yang luar biasa. Seperti kata Italo Calvino, “Buku klasik adalah buku yang tidak pernah selesai menyampaikan apa yang ingin dikatakannya.” Artinya, setiap kali membacanya, kita akan menemukan makna dan perspektif baru.

Lantas, mengapa kita harus meluangkan waktu untuk membaca buku yang mungkin sudah berusia ratusan tahun? Pertama, buku klasik adalah mesin waktu yang akan membawa Anda menjelajahi budaya dan era lain. Anda bisa melakukan perjalanan ke masa lalu atau berkeliling dunia, semuanya dari kenyamanan rumah Anda.

Bagi sebagian orang, fakta-fakta sejarah bisa terasa membosankan. Namun, buku-buku klasik menyajikan sejarah dalam bentuk cerita yang menarik. Ketika sebuah peristiwa bersejarah disajikan melalui narasi dan karakter yang kita pedulikan, masa lalu yang jauh tiba-tiba terasa begitu dekat dan personal.

Buku klasik juga bisa menjadi cermin budaya dan latar yang tidak biasa. Meskipun kita tidak pernah menjadi pencopet di London abad ke-19, Charles Dickens membuat kita seolah-olah mengalaminya. Begitu juga dengan Edith Wharton, yang mengajak kita melihat langsung kehidupan kelas atas New York di pergantian abad, lengkap dengan semua aturan sosialnya yang ketat. Jadi, jangan ragu untuk mengintip melalui jendela masa lalu itu. Jelajahi dunia baru yang mungkin terasa sangat berbeda, atau temukan bahwa sebenarnya tidak terlalu jauh dari dunia kita sekarang.

Ini adalah alasan terbaik selanjutnya untuk membaca buku klasik: karakternya lebih mudah terhubung dengan kita daripada yang kita duga. Meskipun tokoh-tokoh dalam buku klasik tidak pernah ber-swafoto, memakai sandal jepit, atau menyelinap masuk ke bioskop, mereka memiliki perasaan dan pengalaman yang sama dengan kita. Novel klasik tidak akan bertahan melewati waktu, perbedaan budaya, dan gempuran media digital jika tidak menyentuh emosi universal yang kita semua rasakan.

Contohnya, siapa yang tidak pernah merasa menginginkan sesuatu dengan sangat kuat seperti Jay Gatsby dalam The Great Gatsby? Seorang pria yang rela melakukan apa saja—termasuk melanggar hukum—demi mendapatkan cinta impiannya. Atau, siapa yang tidak pernah menikmati fantasi balas dendam dari The Count of Monte Cristo? Kisah seorang pria yang berhasil melarikan diri dari penjara, menemukan harta karun, dan menggunakannya untuk menghancurkan hidup orang-orang yang telah berbuat salah padanya. Bukankah perasaan-perasaan ini terasa familier?

- Advertisement -

Karakter dalam buku klasik adalah cerminan dari diri kita, dengan segala kelebihan dan kekurangannya: cinta dan keserakahan, harapan dan dendam, ambisi dan kebodohan. Mereka mungkin fiksi, tapi kemanusiaan mereka terasa begitu nyata.

Anda mungkin sadar bahwa cerita asli sangatlah langka di era remake dan reboot saat ini. Tapi tahukah Anda, sebagian besar hiburan modern berakar dari karya klasik? Misalnya, penggemar fantasi tahu bahwa Game of Thrones terinspirasi dari Lord of the Rings. Tapi mungkin mereka tidak tahu kalau Tolkien sendiri belajar dari puisi kuno Inggris, Beowulf. Narasi “perjalanan pahlawan” yang kita temukan di Star Wars, The Hunger Games, bahkan Legally Blonde, semuanya berawal dari puisi epik Yunani, The Odyssey. Tidak akan ada Ray Bradbury tanpa H.G. Wells dan Jules Verne, dua bapak fiksi ilmiah. Begitu juga, tidak akan ada Stephen King tanpa Edgar Allan Poe, sang maestro horor.

Membaca karya klasik, dengan kata lain, seperti kembali ke sumber utama dari semua cerita yang kita cintai. Tentu saja, membaca klasik tidak selalu mudah. Ada buku seperti Peter Pan yang menyenangkan, tetapi ada juga Moby Dick atau Heart of Darkness yang akan menguji kesabaran Anda. Beberapa karya klasik akan mendorong Anda keluar dari zona nyaman. Contohnya, Oedipus Rex karya Sophocles yang mengajak kita melihat bagaimana sang raja tanpa sengaja membunuh ayahnya dan menikahi ibunya sendiri. Sebuah tragedi yang benar-benar tak terduga.

Buku-buku klasik juga dapat membantu kita melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda. Frankenstein akan membuat masalah kita terlihat kecil, karena sang monster menghadapi tantangan yang jauh lebih besar: mencari cinta dan penerimaan sebagai tumpukan bagian tubuh yang dihidupkan kembali.

Selain itu, klasik juga mengajari kita keterampilan berpikir kritis. The Adventures of Huckleberry Finn menceritakan bagaimana Huck harus berjuang melawan prasangka lingkungannya. Atau dalam The Iliad, sang pahlawan terhebat Achilles harus memilih antara mati mulia atau hidup dalam ketidakjelasan. Bahkan Les Misérables akan mengubah pandangan kita tentang kemiskinan dan kemanusiaan.

Anda menyukai tantangan, bukan? Sekarang saatnya membuktikannya. Skenario terbaik? Anda menaklukkan dunia sastra baru dan menemukan versi diri yang lebih bijaksana. Skenario terburuk? Anda jadi lebih jago membaca cepat.

Jika Anda masih ragu, pertimbangkan ini: karya klasik hadir dalam setiap genre. Jadi, pasti ada satu yang cocok untuk Anda. Suka romansa? Coba baca Jane Austen untuk kisah cinta di pesta dansa yang penuh dialog cerdas, atau Charlotte Brontë untuk cerita yang lebih gelap dan penuh emosi. Penggemar horor? Kisah Sherlock Holmes mungkin akan mengganggu pikiran Anda lebih dari sekadar hantu. Pecinta horor sejati? Coba baca Dracula atau The Turn of the Screw. Ingin sesuatu yang benar-benar berbeda? Ada The Metamorphosis karya Franz Kafka, novel pendek yang membingungkan tentang seorang pedagang yang tiba-tiba berubah menjadi serangga raksasa.

Intinya, tidak peduli buku klasik mana yang Anda pilih, Anda akan bergabung dengan jutaan orang yang telah jatuh cinta, belajar, dan membawa cerita-cerita itu sepanjang hidup mereka. Karya klasik tidaklah statis. Mereka terus berkembang, dipimpin oleh para akademisi, kritikus, dan terutama pembaca seperti Anda. Setiap generasi berkesempatan untuk memutuskan cerita mana yang layak diwariskan atau bahkan menciptakan tradisi baru.

Jadi, tunggu apa lagi? Anda sudah sampai sejauh ini, membaca semua ini. Sekarang, pilih satu. Ambil buku Frankenstein atau buku klasik lainnya yang menarik hati Anda. Dan ingat, seperti kata para pemberontak: memilih jalan adalah separuh dari perjuangan.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.