Kamis, Mei 2, 2024

Justine: Darah demi Maruah

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Dalam konteks Pamela, Tom Jones, dan Candide, Justine sangat mudah dikenali. Novel ini, Justine—ditulis oleh Donatien Alphonse François de Sade, lebih dikenal sebagai Marquis de Sade pada 1791—berkisah tentang seorang gadis muda yang dibiarkan tanpa pelindung. Dia memulai perjalanan paksa, mencari suaka dan cara untuk menghidupi dirinya sendiri.

Seperti Pamela, Cunegonde, dan Sophia Western, Justine, seorang gadis berusia 12 tahun, dikhianati oleh orang-orang yang dipercayainya dan yang bertugas melindunginya. Dia diperkosa atau diancam akan diperkosa. Orang-orang yang ditemuinya dengan tega menjualnya kepada orang kaya dan berkuasa. Dia berupaya mempertahankan kemuliaan dan harga dirinya. Saat tidak mampu, dia mengembangkan semacam pandangan dunia yang memperhitungkan pilihannya, apakah akan menerima atau tidak menerima apa yang telah terjadi padanya, termasuk kematian.

Ketika ditanya apakah perempuan diperbolehkan hidup bebas, de Sade menjawab, “Hanya jika dia mau mematuhi sistem eksploitasi yang kacau, itulah aturan kehidupan modern.“ Jawaban de Sade sebagai pengarang tidak berbeda dengan jawaban pengarang lainnya, hanya saja lebih ekstrim. Beberapa tokoh perempuan menjadikan laki-laki sejahtera, setidaknya untuk sementara. Untuk melakukan itu, kaum perempuan tidak hanya melepaskan kehormatan seksualnya tapi juga membakar, membunuh, termasuk pembunuhan bayi. Perempuan dipaksa mencuri, berkhianat, dan menghancurkan apapun karena kebutuhan atau tanpa alasan.

Karakter laki-laki umumnya tidak hanya bertahan hidup tetapi lebih kaya dan berkuasa. Ada bangsawan muda yang membunuh bibinya demi mendapatkan warisan; dokter yang membedah putrinya yang masih hidup setelah memperkosanya berulang kali menjadi pejabat pemerintah yang dihormati; biarawan yang merupakan penyiksa dan pembunuh gadis-gadis yang diculik tak terhitung jumlahnya diangkat menjadi kepala ordo Benediktin. Justine, yang hanya ingin menjaga kehormatannya dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, harus melakoni hidup dari satu perbudakan ke perbudakan lainnya hingga akhirnya dia terbunuh oleh sambaran petir.

De Sade mengisahkan semua siksaan yang dialami Justine dengan nada gembira dan sentimental. Misalnya, ketika Justine menyaksikan penyiksaan terhadap seorang gadis muda di biara: “Rodin merenung… matanya yang meradang berkeliaran, tangannya berani tidak senonoh kepada bunga-bunga yang segera layu; semuanya terjadi tepat di hadapan kami, tidak ada satu pun yang luput dari kami: kini si libertine membuka dan mengintip ke dalamnya, kini dia menutup kembali tubuh halus yang memikatnya” (h. 537). Kejadian seperti itu terjadi bergantian dengan diskusi tentang nasib yang dialami Justine dengan hampir semua penyiksanya, di antaranya seorang bangsawan dari desa terpencil.

Yang berlaku saat itu tak lain pertumpahan darah. Tugas Justine untuk merawat istri muda yang keempat si penyiksa, namun kini dia juga bersiap untuk dibunuh. Laki-laki itu berkata kepada Justine (dia menggunakan nama Thérèse saat ikut bepergian), “Bagaimana kamu membenarkan, mohon beritahu aku, Thérèse, bahwa seorang suami mempunyai kewajiban untuk membahagiakan istrinya? Dan ungkapan apa yang berani disebutkan oleh wanita ini  untuk memeras kebahagiaan ini dari suaminya?” (h 645).

Namun demikian, Justine (Rousseau menyatakan bahwa gadis mana pun yang membaca satu halaman novel tersebut akan tersesat) bukanlah karya nihilistik. Kunci dari novel ini adalah karena dunia Justine adalah dunia tanpa perasaan kepada sesama, maka apa yang terjadi padanya bersifat impersonal. Orang-orang tidak mengkhianati dan menyiksanya karena permusuhan atau keburukan pribadi. Mereka melakukannya karena mereka tidak merasa ada hubungannya dengan Justine atau orang lain. Justine menjadi sedikit konyol karena dia selalu menyerahkan dirinya pada belas kasihan orang-orang yang telah menyiksanya di masa lalu. Tapi dia melakukannya karena psikologinya adalah cerminan dari keburukan mereka. Dia tidak bisa melupakan rasa kemanusiaan yang tidak dipahami banyak orang.

Sulit dikatakan bahwa kebajikan pada akhirnya menang dalam novel ini, atau untuk menyebut bahkan Justine mencapai gencatan senjata ala Voltaire dengan dunia dia berada. Mengingat dunia yang mereka tinggali, salah satu karakter menunjukkan bahwa dia masih hidup, kuat, dan berbudi luhur. Ini adalah sesuatu yang patut disyukuri. Ini cukup menjadi tanda bahwa dia termasuk orang-orang pilihan.

Justine dan beberapa karakter wanita lainnya yang hancur tetap mempertahankan jati diri mereka dan apa yang mereka yakini hingga akhir hidup mereka. Ini terlihat, contohnya, pada ketidakmampuan budaya orang-orang sadis untuk memusnahkan seluruh umat manusia meskipun memiliki kekuatan yang sangat besar. Justine tidak pernah mengkhianati dirinya sendiri; pikirannya tidak pernah berubah dan simpati pembaca tidak pernah hilang.

Memang benar bahwa petualangan Justine diceritakan dengan sangat gamblang. Namun yang mengejutkan dari petualangan ini melebihi tindakan yang dilakukan di dalamnya bahwa petualangan tersebut menawarkan bukti yang berulang-ulang dan terus-menerus tentang absennya perasaan kemanusiaan di Perancis pra-Revolusi.

Para penyiksa Justine (pencuri, bangsawan muda, biarawan, pemalsu, dokter, seorang pemodal, dan lain-lain) berasal dari kelas penguasa Perancis dan kekuasaan maskulin. Setiap orang yang ditemui Justine lebih dari sekadar tanpa belas kasihan. Mereka adalah makhluk yang secara aktif kejam, ganas, penuh tipu muslihat, egois, dan dingin.

Ketika menggunakan kecerdasan dan imajinasi mereka, orang-orang itu melakukannya hanya untuk menciptakan metode penyiksaan yang lebih sempurna, yang menyebabkan lebih banyak penderitaan bagi banyak perempuan. Laki-laki tidak diperlihatkan mampu merasakan kesakitan atau berempati terhadap penderitaan perempuan. Seandainya Justine ditulis oleh seorang perempuan, buku ini bisa saja berfungsi sebagai dokumen politik revolusioner, sebuah polemik nyata yang membenci laki-laki. Namun konteks tulisan de Sade yang lain menimbulkan ambiguitas atas keinginannya untuk menulis novel favoritnya.

Sebagai sebuah dokumen sosial, Justine membantu menjelaskan kekacauan dan brutalitas Revolusi Perancis, sehingga novel ini merupakan karya penting bagi yang hendak belajar sejarah Eropa. Novel ini menggambarkan korupsi yang egois dan mutlak dalam seluruh masyarakat dan sikap-sikap tertentu yang telah menjadi ciri kehidupan modern. Di antaranya adalah gagasan bahwa tindakan destruktif adalah bagian dari tatanan alam, menekan yang lemah adalah hal yang positif (cikal bakal pasar bebas), masyarakat tertentu boleh dihabisi karena mereka tidak menghasilkan apa pun yang diinginkan masyarakat, dan semua kebaikan dan keburukan adalah relatif karena kebiasaan atau adat istiadat berbeda dari satu negara ke negara lain.

Justine penuh argumen dan kekerasan. Faktanya, salah satu daya tarik Justine terhadap mereka yang menyakitinya adalah keinginannya yang gigih untuk meyakinkan mereka tentang kesalahan mereka. Ada kebenaran psikologis yang aneh dalam hal ini. Mereka tidak hanya ingin menjalankan kekuasaan, mereka juga ingin memandang diri mereka sendiri sebagai pihak yang benar.

Marquis de Sade adalah seorang yang kontradiktif, seperti kebanyakan pengarang lainnya. Dia tidak terisolasi, berkuasa atau sekaya karakter laki-laki dalam Justine. Dia juga tidak kebal terhadap klaim-klaim kebajikan, karena seorang perempuan yang kepadanya dia mendedikasikan novel Justine ini adalah temannya untuk waktu yang lama. De Sade mengakui kemulian kepribadian wanita tersebut. Para pengarang sering kali gagal menjalani hidup semisal tokoh-tokoh dalam karya mereka. Dalam konteks ini, de Sade mendambakan sisi murni dari kekejaman sebagaimana para pengarang lain yang mendambakan kecerdasan, pesona, atau kebajikan.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.