Erick Thohir semakin menjadi perhatian publik. Gebrakan sang menteri dalam membenahi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selalu mendapat respons terbaik. Ya, karir Erick lagi moncer.
Setelah menjadi ketua tim pemenangan nasional Jokowi-Ma’ruf Amin dalam perhelatan pilpres 2019 yang sangat panas, Erick menjadi menteri BUMN. Jika kita tengok sekilas ke belakang, nama Erick pernah disandingkan dengan calon wakil presiden Sandiaga Uno. Tapi Sandiaga Uno, mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu akhirnya berpasangan dengan Prabowo, rival Jokowi sejak pilpres 2014 silam.
Erick dan Sandi sahabat sejak kecil, sama-sama hobi main basket. Keduanya mengenyam kuliah di Amerika. Pulang ke tanah air, Erick dan Sandi membangun usaha dan bergabung dalam organisasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Jejaring bisnis keluarga Erick berjalin kelindan dengan Sandi, melalui grup konglomerat Astra. Ayah Erick adalah salah satu pendiri Astra. Sandi mendirikan perusahaan investasi Saratoga bersama putera bos Astra, Edwin Soeryadjaya.
Sandi dan Edwin juga bekerjasama dengan kakak Erick, Garibaldi (Boy) Thohir membangun Adaro Energy, perusahaan tambang batubara terbesar kedua di Indonesia. Sedangkan Erick mendirikan grup media Mahaka, pemilik harian Republika dan JakTV, dan turut membidani TVOne dan VivaNews.
Publik pun sempat bertanya-tanya, bagaimana hubungan keduanya setelah berhadap-hadapan dalam ajang pilpres. Namun politik Indonesia memang sangat cair. Prabowo yang menjadi seteru kini berada dalam satu tim kabinet bersama Erick, bergabung dalam pemerintahan sebagai menteri pertahanan.
Erick menempati posisi sebagai menteri BUMN, sebuah lompatan dari kiprah sebelumnya sebagai konglomerat media. Dengan portofolio di sektor swasta, kini Erick bertanggung jawab terhadap “konglomerasi negara” dari beragam sektor dengan total aset ribuan triliun rupiah.
Jalur lain yang turut mengantarkannya adalah kesukaan pada olahraga. Dari mendirikan klub basket Satria Muda, hingga membeli klub sepakbola kelas dunia, Inter Milan. Sebelum menjadi tim kampanye Jokowi-Ma’ruf, Erick menorehkan catatan sukses menggelar pesta olahraga Asian Games 2018.
Ujian pertama Erick adalah menyelesaikan skandal penyelundupan moge dan sepeda Brompton yang dilakukan jajaran direksi maskapai pelat merah, Garuda Indonesia. Sebelumnya juga Garuda dirundung masalah laporan keuangan dan tuduhan kartel penyebab mahalnya tiket penerbangan domestik.
Erick bekerja cepat dengan memecat seluruh direksi Garuda. Publik yang terperangah dengan perilaku direksi BUMN yang bermewah-mewah tapi melanggar hukum, lengkap dengan bumbu-bumbu amoral, tak pelak lagi mendukung langkah Erick bersih-bersih di Garuda.
Tantangan besar masih menggantung di depan sebagai pembuktian kepiawaian Erick menata BUMN. Kasus berikutnya yang sedang bergulir adalah skandal asuransi Jiwasraya yang menyeret para politisi dari Demokrat yang menuding Presiden menyalahkan era kepemimpinan SBY sebagai biang persoalan.
Seperti penulis singgung sebelumnya, sejarah BUMN kental dengan spirit nasionalisme. Sayangnya sejarah BUMN kemudian juga lekat dengan isu korupsi dan sapi perah bagi elite berkuasa. Lemahnya kontrol berdampak pada gurita konglomerasi BUMN melahirkan ratusan anak, cucu, dan cicit BUMN.
Erick sempat kaget dan tak bisa menahan tawa ketika mendengar Garuda memiliki cucu perusahaan bernama Tauberes yang bergerak di aplikasi logistik. Terkuak juga gurita BUMN yang merambah ke sektor-sektor di luar core bisnis, seperti properti (hotel), rumah sakit, hingga perguruan tinggi.
Sudah beberapa tahun terakhir kalangan swasta mengeluhkan dominasi BUMN dalam proyek-proyek infrastruktur. Lebih jauh lagi, keberadaan anak, cucu, hingga cicit BUMN yang merambah segala lini usaha membuat iklim bisnis tidak kompetitif, merasuk hingga sektor yang bisa dikerjakan oleh UMKM.
Strategi Erick untuk merampingkan BUMN dengan cara merger dan melanjutkan proses holdingisasi bisa menjadi jalan untuk pembenahan BUMN. Dengan itu BUMN dapat memperbesar kapital dan mengefisienkan sumber daya yang ada, sehingga bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing.
Pengalaman Erick di sektor swasta menjadi modal kuat untuk menularkan ciri profesional ke sektor negara. Hal ini sejalan pula dengan konsep reinventing government yang dicetuskan pemikir Amerika David Osborne dengan jalan memasukkan prinsip-prinsip enterprise dalam birokrasi atau sektor publik.
Skill investasi dan manajemen aset adalah kunci untuk aksi bersih-bersih Erick di BUMN. Tentunya publik mengharapkan bukan sekadar mengganti dengan jajaran pendukung pilpres, tapi lebih jauh perubahan secara paradigma dalam mengelola BUMN.
Secara khusus, Erick menekankan pula variabel akhlak dalam memilih orang-orang yang berintegritas. Jika Erick mampu mempertahankan perubahan ini berjalan pada rel yang benar, tidak menutup kemungkinan Erick akan menjadi bintang terang di perpolitikan nasional masa depan.
Sebelumnya, nama-nama seperti Jokowi, Ridwan Kamil, dan Nurdin Abdullah muncul melalui jalur pemilihan langsung. Pola ke depan bisa jadi akan berbeda, ada jalan baru dalam memunculkan figur-figur baru, bukan dari kepala daerah, bisa jadi jalan baru itu ada pada Erick Thohir. Jalan baru dan jembatan harapan menuju Indonesia masa depan yang berdaulat dan bermartabat.