Jumat, Maret 29, 2024

Pesan Kemanusiaan dari Dunia Pertanian (2-Habis)

David Krisna Alka
David Krisna Alka
Penyuka kopi susu gula aren. Peneliti Senior MAARIF Institute for Culture and Humanity

Dalam mengatasi konflik di kampung pertanian, Masril Koto terus belajar sampai ia mengerti bagaimana cara mengatasinya. Salah satu cara yang dilakukannya dengan membagi peran antara yang tua dan muda.

Warga kampung yang usianya 40 tahun ke atas cenderung ingin muncul. Salah satu cara yang dilakukan Masril adalah dengan “menjebak” supaya mereka tidak masuk dalam soal teknis pengelolaan keuangan. Caranya dengan memberikan persyaratan dan membuat aturan-aturan organisasi secara bersama.

Misalnnya, syarat menjadi pengurus itu harus bisa komputer. Terang saja, bapak-bapak di kampung itu tak ada yang pandai komputer. Kemudian, siapa saja boleh mengajukan diri menjadi pengurus lembaga keuangan petani, tapi ada syaratnya, yaitu membuat visi dan misi.

Syarat-syarat tersebut ditetapkan bersama. Pendapat Masril, mereka yang berusia di atas 40 tahun, semangat dan aktivitasnya jangan dimatikan. Karena di dalam pekerjaan sosial tidak boleh mematikan aktivitas orang, tua atau muda. Kita harus menghidupkan semuanya.

Yang tua-tua biasanya diletakkan di bagian pengawasan. Para pengawas dapat melihat kinerja lembaga keuangan ini sehingga pengurus yang lain takut untuk “bermain-main” dengan keuangan. Jadi, didudukkan orang pada porsinya. Itulah salah satu cara menekan konflik ala Masril Koto.

Di Damasraya pernah ada potensi konflik pada masyarakat pertanian. Masril turun tangan dengan membuat lembaga keuangan; ia menyatukan para pendatang dan penduduk asli. Tak ada lagi dikotomi antara orang Jawa dan orang Minang. Selain di Damasraya, hal yang sama juga dilakukannya di daerah Baso, Batu Sangkar, dan Agam. Masril mengembangkan kegiatan pertanian menjadi kegiatan perdamaian, titik temunya lewat pertanian.

Masril ingin melihat kawan-kawan petani sejahtera. Ia juga ingin para petani itu berani. Menurutnya, petani adalah kelompok masyarakat yang tak pernah mengeluh. Tak pernah mengeluh tapi kadang mereka ditindas.

Masril bercita-cita supaya para petani mandiri secara ekonomi dan memiliki keberanian untuk mengungkapkan masalahnya. Ia juga membangkitkan kepercayaan diri petani. Bertani itu penting bagi kita dan orang lain.

Kepedulian Masril tak sampai di situ. Ia pernah membuat gerakan sejuta buku bagi petani. Masril ingin kawan-kawan petani mau membaca, tapi itu memang tidak mudah. Karena membawa buku atau membawa sesuatu kepada para petani memang tak mudah. Maka, cara yang lebih efektif adalah melalui video (menonton video pertanian).

Masril memperlihatkan isi laptopnya kepada saya. Banyak film tentang pertanian. Ketika datang ke kelompok petani, ia sering memutarkan video tentang pertanian; tentang bagaimana cara membuat pupuk, bagaimana cara membuat kandang kambing yang betul, dan lain-lain.

Pesan Kemanusiaan

Setelah banyak berdiri lembaga keuangan petani di Sumbar, tak sedikit petani dari luar Sumbar yang melihat lembaga keuangan itu. Ada dari Palembang, Jambi, Sumatera Utara, Jawa Barat, Bulukumba, Sulawesi, Ambon, Kalimantan, Flores Timur, sampai Pulau Buru. Masril mulai konsentrasi mengembangkan lembaga keuangan petani ke seluruh Indonesia.

Di Sulawesi Selatan, di wilayah yang sulit dimasuki orang, Masril malah masuk juga ke sana. Bila ia diundang untuk memberikan materi pelatihan, dua hari atau tiga hari sebelum acara, ia sudah datang duluan. Ia memanfaatkan hari-hari itu untuk mendatangi kelompok-kelompok petani. Kata Masril, persoalan ekonomi petani ini bukan masalah ras atau agama, ini adalah masalah kemanusiaan. Jarak atau batas wilayah tak menurunkan kegigihannya.

Misalnya, ketika di Ambon dan Flores Timur, banyak warga non-Muslim yang ia ajak untuk mendirikan lembaga serupa. Di Ambon, ia menginap di Keuskupan. Orang Padang di Ambon sempat heran-heran, kenapa Si Masril ini pergi ke gereja. Bersama Pastor Yose di Pulau Buru, Masril bergerak memotivasi para petani untuk menabung dan mengajak mendirikan Bank Petani.

Di Flores Timur, ia masuk ke kampung-kampung. Pada hari Minggu setelah kebaktian, Masril ceramah pertanian di halaman gereja. Tujuannya ia melihat situasi petani atau kelompok petani di sana.

Cerita Masril, saat itu, di Flores Timur banyak warga yang kurang gizi. Perempuannya kurus kering karena kurang makan buah dan sayur. Kebanyakan penduduk di sana adalah petani kebun mete dan nelayan. Di sana, Masril memacu masyarakat supaya menanam sayur-sayuran di depan rumah.

Masril juga diskusi dengan kawan-kawan petani dan nelayan di Flores untuk mendorong mereka berlaku hidup bersih. Termasuk membersihkan WC, karena di sana WC bermasalah.

Jadi, bukan hanya ke gereja harus bersih, tapi di rumah tangga juga harus bersih dan sehat. Masril mendorong supaya ajaran ketuhanan dibumikan dalam rumah tangga.

Pokoknya, menurut Masril, kita membawa ajaran agama ke dalam rumah tangga. Agama apa pun, tak ada mengajarkan yang jelek-jelek, pasti mengajarkan yang baik-baik.

Demikianlah, itulah Masril Koto. Sungguh kerja kemanusiaan yang tak biasa, tapi luar biasa. Ia mengembangkan kegiatan pertanian menjadi kegiatan kemanusiaan dan perdamaian.

Bagi Masril, tentu juga bagi kita semua, kemanusiaan itu untuk semua. Pesan kemanusiaan dan pesan perdamaian bisa datang dari mana saja, bidang apa saja, dan oleh siapa saja.

Kepada Masril kita berharap, selalu menabur benih kemanusiaan dan memberikan pupuk perdamaian dalam dunia yang digelutinya. Dan kepada tuan-tuan, mohon jangan impor beras, eh. (Habis)

Kolom terkait

Pesan Kemanusiaan dari Dunia Pertanian (1)

David Krisna Alka
David Krisna Alka
Penyuka kopi susu gula aren. Peneliti Senior MAARIF Institute for Culture and Humanity
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.