Rabu, Oktober 9, 2024

Ahok Menohok*

Surya Kusuma
Surya Kusuma
Jurnalis dan pegiat lingkungan.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama memberikan keterangan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo membahas hak angket yang akan diajukan DPRD DKI di Istana Merdeka, Jakarta. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

Dihujat sekaligus dipuji, Basuki Tjahaja Purnama maju tak gentar melakukan gebrakan keras demi membenahi DKI Jakarta.

Tepat dua tahun duet pemerintahan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun akhirnya berpisah. Sejarah mencatat, setelah Jokowi terpilih dan kemudian dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 2014, dalam waktu tak lama kemudian, kepemimpinan di DKI Jakarta berpindah pada Basuki. Berbeda dari Jokowi yang selalu tampak kalem, mantan pendampingnya ini justru meledak-ledak, menjauhi sikap basa-basi dan bahkan cenderung berani konfrontatif.

Bagi para pengkritiknya, sikap keras Basuki yang langka dimiliki pejabat publik ini kerap dinilai “tak beretika” dan “di luar kelaziman” pejabat publik di Indonesia yang selama ini digambarkan selalu bersikap santun di depan publik. Di sisi lain, banyak pula orang yang setuju dengan sikap keras Basuki karena dianggap lebih cocok untuk membenahi masalah di Jakarta saat ini yang luar biasa kompleks.

Mengurus warisan pemerintahan lama di kota sebesar dan sekompleks Ibu Kota Jakarta tentu bukan perkara mudah. Sederet persoalan menghadang dan kerap kali bersinggungan juga dengan muatan politik, sehingga membuat pekerjaan Basuki sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak selalu mulus.

Bukan rahasia lagi, Basuki punya banyak lawan politik yang kerap menjadikannya target serangan kritik dan kecaman. Ironisnya, Basuki saat ini tidak punya partai pendukung yang siap membantu bilamana diperlukan.

Konflik terbuka antara Basuki dengan DPRD DKI Jakarta terkait alotnya pencairan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah yang paling fenomenal dan menjadi konsumsi masyarakat. Bagusnya, konflik yang kental nuansa politik ini justru membuat publik semakin melek dengan masalah sebenarnya yang tengah terjadi, termasuk adanya indikasi praktik korupsi dalam bentuk “anggaran siluman” yang diungkapkan Basuki.

Basuki praktis belum lama duduk di kursi Gubernur DKI Jakarta. Tapi, serangan terhadap dirinya seperti air bah yang tak terbendung. Saat ini banyak kritik ditujukan terkait kinerja Gubernur DKI ini, dari banjir yang masih menerjang Jakarta; penyerapan anggaran Pemda DKI yang dinilai masih terlalu rendah; kesemrawutan lalu lintas yang menggila terkait kegiatan proyek infrastruktur jalan; bus Transakarta yang beberapa kali terbakar sehingga publik tidak punya jaminan rasa aman; penilaian “negatif” Badan Pemeriksa Keuangan terkait pengelolaan keuangan Pemprov DKI Jakarta dengan memberikan opini “wajar dengan pengecualian”; hingga rencana pembangunan jalan layang Semanggi yang dinilai bukan solusi mengatasi kemacetan.

Ditambah lagi kritik pedas terhadap Basuki yang berupaya keras memperbaiki birokasi di Jakarta dengan kerap memutasi atau mencopot jajaran di pemerintahannya yang dianggap tidak layak di posisi mereka. Sikapnya yang tidak mau kompromi dalam masalah korupsi dan transparansi juga menyebabkan Basuki kerap berkonflik dengan pihak-pihak yang merasa kepentingan mereka terusik.

Profil Ahok-1Sepekan belakangan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang kesandung ujian gara-gara temuan Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) terkait pembelian lahan yang akan dibangun menjadi rumah sakit khusus kanker dan penyakit kronis. Lahan ini milik Rumah Sakit Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.

BPK menilai pembelian lahan pada 17 Desember 2014 itu melanggar aturan, terlepas bahwa rencana pembangunan rumah sakit itu didasari niat baik untuk membantu percepatan pengobatan pasien kanker di Jakarta.

Kebijakan pembangunan rumah sakit kanker dengan pembelian berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) itu sebenarnya biayanya lebih murah dibandingkan berdasarkan harga taksiran (appraisal) yang lebih mahal, tetapi tetap saja ini dianggap tidak sesuai ketentuan pemerintah. Meski semula sempat protes kepada BPK, Basuki akhirnya melunak dan menyatakan kemungkinan akan membatalkan pembelian lahan seluas 3,64 hektare senilai Rp 755,6 miliar itu. Artinya, rencana pembangunan rumah sakit penting itu tak bakal terwujud segera.

Berbeda dari gambarannya selama ini yang terkesan tanpa kompromi, Basuki sebenarnya bisa juga menerima masukan dari pihak lain. Apalagi terkait pembenahan birokrasi dan pembersihan korupsi yang selama ini menjadi salah satu prioritasnya. Dia terbukti mau menerima adanya temuan lain BPK terkait satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang penyerapan anggarannya bermasalah.

Bahkan dia mengancam pejabat di jajarannya yang bertanggung jawab untuk menghadap ke BPK dan mengembalikan uang Rp 500 miliar kepada negara. Apabila dalam waktu dua bulan dana tersebut tidak dikembalikan, Basuki mengancam melaporkan bawahannya tersebut agar dipenjarakan karena pidana kasus korupsi.

Meski sudah bersikap tegas dalam hal pengelolaan keuangan, penyelewengan anggaran ternyata masih tetap terjadi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta Tahun 2014. Ini memang pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan Basuki. Salah satu cara dia untuk melakukan perbaikan dari sisi pelaporan keuangan adalah segera merekrut dua pegawai BPK untuk memperbaiki laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Menyangkut pembangunan infrastruktur, kritik terhadap Basuki juga tak kalah kencang. Proyek infrastruktur lain yang masih dalam rencana dan kini sedang menjadi sorotan adalah pembangunan jalan layang di Semanggi. Penambahan ruas jalan baru ini diharapkan menjadi solusi mengatasi kemacetan yang kian parah di Jakarta. Tapi banyak pula yang tak sependapat, dengan berbagai pertimbangan.

Kuncinya Tata Ruang

Ahli tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai rencana pembangunan jalan layang Semanggi tidak tepat karena tidak ada dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta 2030. Menurut dia, rencana pembangunan kota harus sesuai dengan yang sudah ditetapkan dalam RTRW dan RDTR, seperti yang telah disepakati antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, DPRD, dan masyarakat.

“Pembangunan jalan layang dan tol hanya jalan pintas sesaat dalam mengatasi kemacetan lalu lintas,” kata Nirwono. “Tidak ada sejarahnya dalam pembangunan kota, jalan layang dan tol dapat mengatasi kemacetan, bahkan sebaliknya justru menimbulkan kemacetan baru di ujung masuk dan keluar jalan tersebut.”

Nirwono juga mengingatkan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan didukung pemerintah pusat serta pemerintah kota/kabupaten di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi harus konsisten menerapkan 17 aksi mengatasi kemacetan yang telah disepakati pada tahun 2010.

Kebijakan yang bisa dilakukan secara konsisten antara lain penerapan jalan berbayar, meniadakan parkir liar di jalan-jalan, meningkatkan kapasitas pelayanan kereta api commuter line, Mass Rapid Transit Jakarta koridor selatan-utara dan timur-barat, membangun jalur kereta api bandara, integrasi transjabodetabek, penyelesaian 15 koridor bus Transjakarta, mempercepat pembangunan jalur sepeda dan pejalan kaki, dan seterusnya.

Arsitek perkotaan Marco Kusumawijaya menekankan penyelesaian masalah lalu lintas di kota besar seperti Jakarta kata kuncinya adalah tata ruang. “Pendekatan melayani mobilitas warga harus beralih ke tata ruang yang mengendalikan permintaan (demand), yaitu mendekatkan hunian dengan tempat kerja, menyediakan kesempatan (yang terjangkau) kepada warga untuk memilih tinggal dekat tempat kerja dan atau sebaliknya,” katanya.

Sejumlah kendaraan bermotor mengantre dalam kemacetan di salah satu persimpangan lampu merah di Jakarta, Rabu (24/2). Kurangnya disiplin pengendara dan tidak adanya pembatasan kendaraan pribadi menjadi salah satu penyebab kemacetan di Jakarta. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/pd/16.
ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

Menurut Marco, apa pun bentuk angkutan umum yang dipilih, apalagi untuk Jakarta yang sudah parah, hanya baik untuk jangka pendek. Bahkan MRT Jakarta yang sedang dibangun tidak akan berperan banyak jika tata ruang tidak diubah dengan tujuan untuk mengendalikan demand. “Semua infrastruktur yang bersifat melayani angkutan pribadi hanya akan memperparah kemacetan.”

Saat ini, fakta di lapangan sebenarnya terlihat ada upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi massal untuk publik, seperti MRT Jakarta dan pembangunan koridor baru untuk jalur bus Transakarta. Ini tentu bukan pekerjaan mudah. Karena proyek pengerjaannya dilakukan di tengah kegiatan masyarakat Jakarta yang memiliki mobilitas tinggi dan jalanannya sepanjang hari disesaki kendaraan bermotor.

Wajar bila kemudian muncul kritik bahwa pembangunan infrastruktur justru menyebabkan kemacetan semakin parah. Salah satu yang cukup serius gangguannya adalah pada proyek infrastruktur jalan layang khusus bus Transjakarta Cileduk – Kapten Tendean sepanjang 9 kilometer lebih dan diperkirakan rampung pada akhir 2016.

Pembangunan jalan dan proyek infrastruktur ini dinilai kurang matang karena tidak diiringi dengan rencana pengaturan lalu lintas. Akibatnya terjadi kemacetan rutin yang tidak hanya membahayakan ribuan pengguna jalan yang terdampak, tetapi bahkan juga mengganggu kegiatan ekonomi warga di sekitar lintasan pekerjaan proyek.

Sebagai catatan, saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun tiga jalan layang, utamanya adalah di Ciledug – Blok M – Tendean, kemudian di Permata Hijau dan Kuningan. Jalanan Jakarta kelihatannya akan semakin sibuk karena tahun depan akan dibangun lagi jalan layang di kawasan Jalan Panjang, Bintaro, dan Cipinang Lontar. Pembangunan proyek infrastruktur jalan ini di luar rencana pembangunan terowongan baru di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Profil Ahok-3Butuh Kesabaran

Dalam beberapa kesempatan di media, Basuki menanggapi masalah ini dengan permintaan agar semua pihak bersabar. Jakarta diumpamakannya sebagai kota yang sedang sakit parah dan tentu perlu dilakukan operasi melalui pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Saat ini Jakarta sedang berbenah dan terus mengatasi ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur.

Pembenahan Jakarta seperti mengoperasi orang sakit, tentu akan menimbulkan rasa sakit. Tetapi nantinya warga Jakarta pula yang akan menikmati hasil pembangunan infrastruktur yang lebih modern seperti jalan-jalan dan angkutan umum massal yang jauh lebih baik dan bisa melayani semua.

Saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih bergulat dengan pembenahan pengelolaan operasi bus Transjakarta yang pelayanannya dinilai kian merosot. Bukan hanya itu, penumpang bus Transjakarta kini pun tak merasa aman karena bus-bus Transjakarta sering terbakar. Dalam waktu tiga tahun (2013-2015) setidaknya 9 bus Transjakarta terbakar di beberapa titik. Kebakaran bus terbaru terjadi di halte Transjakarta di Salemba, Jakarta Pusat (3 Juli 2015). Beruntung tak ada korban jiwa, hanya halte yang rusak ringan.

Berulangnya kebakaran bus Transjakarta menimbulkan pertanyaan tentang pengoperasian bus-bus oleh perusahaan operator yang bekerja sama dengan pemerintah provinsi. Pembenahan angkutan massal seperti bus Transjakarta ternyata bukan hal mudah, di tengah kebutuhan jutaan warga Jakarta yang mobilitasnya sangat tinggi setiap hari.

Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, mengalami sendiri kualitas pelayanan bus Transjakarta yang dinilainya semakin merosot. “Pelayanan bus Transjakarta dalam tiga tahun terakhir (sampai 2014), mengalami penurunan yang sangat signifikan. Kepercayaan warga Jakarta terhadap moda unggulan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu pun terus menurun,” katanya.

Darmaningtyas mencoba menggunakan jasa moda transportasi massal itu dan mengaku frustrasi. Pernah dia harus menunggu 30 menit untuk naik bus Transjakarta dan baru bisa berangkat pada menit ke-42. Pengalaman buruk ini langsung disampaikannya melalu pesan pendek kepada Basuki dan Kepala Dinas Perhubungan.

Persoalan lain menyangkut transportasi massal andalan ibu kota ini adalah sistem feeder bus Transjakarta yang tak kunjung ada. Di sisi lain, jumlah penumpang bus ini yang terus bertambah setiap tahun jelas butuh perhatian serius.

“Jumlah penumpang dari tahun 2004 hingga 2011 selalu meningkat. Lihat saja pada tahun 2004, jumlah penumpang mencapai 15,9 juta orang, lalu selama 7 tahun hingga tahun 2011 jumlah penumpang sudah mencapai 114,7 juta orang,” kata Darmaningtyas.

Pada sebuah kesempatan, Basuki mengakui dilema yang dihadapi pemerintahannya. Tingginya kebutuhan masyarakat Jakarta menggunakan bus Transjakarta tidak sebanding dengan bus-bus layak operasi di jalanan. Jika armada bus milik operator “diistirahatkan” untuk dicek teknis gara-gara ada bus milik mereka yang terbakar, maka jumlah penumpang yang menumpuk dan tidak terangkut akan semakin besar. Ini akan menciptakan masalah baru lagi menyangkut ketidaknyamanan publik pengguna rutin bus Transjakarta.

Di sisi lain, pengadaan bus baru dari produsen juga memakan waktu yang tidak sebentar. Situasi ini memaksa armada bus milik operator yang seharusnya tidak layak jalan tetap dipaksakan jalan.

Untuk mengatasi kebuntuan ini, solusi yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah memperkuat PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), sehingga posisi pemerintah dan operator sejajar. Operator tidak bisa lagi mengoperasikan armada di luar kontrak yang telah disepakati. Sanksi bisa dijatuhkan apabila ada standar atau persyaratan kontrak dilanggar. Langkah ini diharapkan bisa memperbaiki pelayanan serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan bus-bus yang melayani banyak koridor di Jakarta.

Masalah birokrasi adalah hal lain yang kerap disorot dari kebijakan pembenahan ke dalam oleh Basuki. Ia kerap dituding senang bongkar pasang jajaran birokrasi pemerintahannya. Menurut para pengkritiknya, cara Basuki yang “tak lazim” itu justru menimbulkan perasaan ketakutan di kalangan birokrat bawahannya karena takut tak bisa mencapai target tinggi yang ditetapkan. Ia juga dituding bisa melanggar undang-undang dan mengacaukan kinerja keuangan daerah.

Profil Ahok-2Menanggapi kritik itu, Basuki bergeming dan tetap pada langkahnya membenahi aparat birokrasi di Jakarta. Ia punya alasan, penggantian dan mutasi pejabat sudah melalui proses seleksi ketat sesuai undang-undang. Jadi, tidak ada yang dilanggar dan yang paling penting kinerja pemerintahannya efektif, transparan, bekerja sesuai target maksimal, dan tidak korup.

Tak urung mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menyatakan menaruh harapan positif pada Gubernur DKI asal Belitung Timur itu. “Saya ikuti sepak terjang Ahok ini, meskipun belum kenal secara pribadi. Dia sosok pemimpin petarung yang mungkin sudah putus urat takutnya. Urusan membela duit rakyat, dia tak kepalang tanggung pasang badan, meski dikeroyok partai-partai di DPRD,” kata Buya Syafii, panggilan akrab Syafii Maarif.

“Saya rasa dia bersikap ngotot untuk hal sangat prinsipiil yang selama ini nyaris tak tersentuh, memberantas permainan kotor, dan kongkalikong dalam penyusunan anggaran. Ini sudah jadi borok lama di republik ini,” kata Buya Syafii.

“Sebagai pemimpin, sisi positifnya lebih banyak. Dia mau membongkar anggaran siluman yang sudah bertahan bertahun-tahun. Bagi saya, itu luar biasa. Saya puji keberaniannya itu.”

Menurut Buya Syafii, karakter keras Basuki tentu saja memiliki kekuatan dan kelemahan. Satu hal yang diingatkannya, yang masih perlu diperbaiki pada Basuki sebagai figur publik adalah kehati-hatian dalam setiap perkatannya. “Ahok memang harus belajar lebih sopan. Apalagi kan sudah banyak yang menasihatinya. Jadi, kurangilah kata-kata kasar itu supaya komunikasinya lebih efektif.”

Bagi Buya Syafii, langkah Basuki selama ini adalah terobosan, baik dalam pemberantasan korupsi maupun dari nilai-nilai lainnya. “Saya lihat dia dari tindakannya, dan itu didukung oleh masyarakat,” katanya.

Pengamat perkotaan Yayat Supriatna dari Universitas Trisakti mengatakan, Jakarta saat ini butuh pemimpin yang punya tekad membangun sistem yang mengedepankan efisiensi dalam tiap program yang dijalankan. Dengan Jakarta dipimpin gubernur yang dikenal memiliki karakter keras, ia optimistis pembangunan di DKI Jakarta akan jauh lebih cepat.

Dengan karakter keras mantan Bupati Belitung Timur itu, pembangunan DKI Jakarta diyakini akan jauh lebih cepat. “Pembangunan akan lebih cepat. Dampaknya juga positif untuk Jakarta,” kata Yayat Supriatna.

* Laporan Utama majalah The GeoTIMES, Vol. 02 No 19, 27 Juli – 2 Agustus 2015 (klik di sini). Tim laput: Reza Ramadhan, Luthfi Anshori

Surya Kusuma
Surya Kusuma
Jurnalis dan pegiat lingkungan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.