Kamis, Mei 2, 2024

Berani Memimpin di Era Pandemi

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Saya senang menonton bagaimana Bupati Lombok Timur (Lotim) memberikan arahan atas hal-hal yang harus dia lakukan sebagai pemimpin daerah untuk menghindarkan rakyatnya dari wabah virus corona. Beliau mengatakan bahwa mereka tidak bisa lockdown secara langsung, tapi melaksanakan lockdown antar kecamatan.

Sementara banyak pimpinan yang masih ragu soal penutupan masjid, pernyataan Bupati ini yang sangat berani, “masjid harus ditutup.” Bupati minta agar aparat berwenang berdiri di depan masjid. Masjid yang masih melaksanakan ibadah jumatan ditutup. Dia memberi contoh: “masjidil haram itu kurang apa berkahnya juga ditutup.”

Bupati ini ingin mengatakan, simbol masjid tertinggi seperti Masjid Haram dan Masjid Madinah saja ditutup untuk sementara karena Covid-19, apalagi masjid-masjid kita. Dia mengutip pendapat-pendapat ulama al-Azhar. Dia meminta polisi untuk menutup masjid dan geret para penghalangnya untuk masuk kantor polisi.”

Pernyataan Bupati Lombok Timur ini menuai kontroversi. Bagi yang tidak sepaham, mereka anggap Bupati Lotim ini terlalu sombong dan arogan. Namun bagi yang sepaham, pernyataan Bupati Lotim adalah pernyataan seorang pemimpin yang benar. Tugas ulil amri memang untuk memimpin dan mengambil keputusan untuk kemaslahatan bersama. Apa maslahah bersama ini? Ya, kebaikan untuk rakyat yang dipimpinnya.

Dalam kaidah Usul Fiqih ada ungkapan “tashar al-imam manuthun bi al-maslahah”, cara melaksanakan kepemimpin itu diikutkan pada kepentingan bersama.”

Kita tahu bersama bahwa urusan ibadah publik ini memang perkara sulit bagi para pemimpin kita untuk mengendalikannya. Apalagi jika hal itu terkait dengan urusan ibadah kaum umat mayoritas. Namun yang lebih sulit lagi apabila kita gagal mencegah terjadinya infeksi Covid-19 akibat dibukanya masjid, gereja, vihara dlsb.

Apa yang dikatakan oleh Bupati Lotim itu sebenarnya bukan larangan beribadah, namun larangan untuk kumpul di masjid dan tempat publik atau umum. Bagi yang ngeyel tetap berkata, mengapa pasar dan mall tidak ditutup, padahal itu tempat orang ngumpul, malah masjid ditutup?

Dalam keadaan normal, suasana di mana tidak ada ancaman yang nyata akan kematian, menutup rumah ibadah jelas tidak bisa ditolerir. Namun, dalam keadaan yang mengancam kematian, masjid ditutup untuk menghindarkan kita semua dari marabahaya.

Tempat-tempat menjual kebutuhan makanan tetap dibuka karena kita tetap butuh mempertahankan hidup dengan makan. Sementara, untuk masjid, kita bisa beribadah di rumah. Sudah ada tuntunan dari ulama-ulama untuk melakukannya. Di sinilah, implementasi kaidah usul fiqih bahwa darurat yang konsekwensinya lebih ringan didahulukan daripad darurat yang konsekuensinya lebih berat.

Di sinilah, sekali lagi, kepemimpinan ulil amri itu penting adanya. Pemutus akhir keadaan darurat adalah pemimpin. Di dalam Islam, peran pemimpin –pada pelbagai levelnya–, apalagi dalam era yang sulit memang harus decisive, tegas ambil keputusan namun tetap memperhatikan kepentingan publik.

Begitu kehadiran pemimpin itu di dunia sangat penting. Hadis Rasulullah berbunyi: “pemimpin itu adalah bayang-bayang Allah di bumi,” al-sultan dhill allahi fi al-ardli, hadis riwayat Imam Baehaqi.

Ibn Taymiyyah, seorang ulama dari kalangan madzhab Hanbali, mengatakan,

“Enam puluh tahun di bawah pimpinan yang lacur itu lebih baik dari satu malam tanpa ada pemimpin dan pengalaman telah membuktikannya.”

Pernyataan ini ambillah hikmahnya betapa kepemimpinan itu memang tidak bisa ditiadakan. Bukannya kita rela dipimpin oleh pemimpin yang lacur dan dzalim. Hal ini bukan inti pesan dari pernyataan Ibn Taymiyyah. Dia ibaratkan tanpa ulil amri, keadaan akan jauh lebih kacau. Tidak ada pihak yang bertangggung jawab atas kekacauan sesama.

Jelas, kita tidak menghendaki semalam pun dipimpin oleh pemimpin yang dzalim, namun kita tidak mau juga adanya kekecauan karena hidup tanpa kepemimpinan tersebut.

Kembali lagi ke masalah pentingnya pentingnya kepemimpinan. Pentingnya mengikuti anjuran pemimpin adalah khas dari konsep kekuasaan dalam tradisi Islam Sunni.

Saya kutipkan perkataan Sayyidna Hasan berkata, “ada lima hal yang menjadi urusan para pemimpin dengan kita: shalat jumat, perkumpulan, hari raya, hari libur dan soal batas-batas, sungguh demi Allah agama ini tidak akan tegak kecuali dengan mereka, apabila mereka lari dan dzalim, sungguh Allah tidak akan berdamai dengan para pemimpin ini kecuali membalas sampai batas tertinggi dari kerusakan yang telah mereka perbuat.”

Sebagai catatan, pemimpin, siapapun itu orangnya, adalah hal yang esensial bagi hidup kita, karenanya mari kita respek kepada mereka. Caranya adalah patuhi hal yang baik dari mereka, dan ingatkan hal yang buruk dari mereka.

Terkait:

Jangan Ngeyel, Tetap Ibadah di Rumah Saja

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.