Jumat, Mei 10, 2024

Kepemimpinan Jokowi Dianggap Masih Lemah

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Presiden Joko Widodo memberikan kata sambutan dalam acara Indonesia Business Forum dalam bidang investasi dan perdagangan di Indonesia, di Tokyo, Selasa (20/3)./AFP Photo/Yoshikazu Shuno
Presiden Joko Widodo memberikan kata sambutan dalam acara Indonesia Business Forum dalam bidang investasi dan perdagangan di  Tokyo, Selasa (20/3)./AFP Photo/Yoshikazu Shuno

Kepemimpinan Joko Widodo selama setahun menjabat sebagai Presiden dianggap masih lemah, terutama dalam mengatur kinerja pemerintahannya. Akibatnya berdampak pada agenda program kebijakan Nawa Cita dan Trisakti yang diusung banyak yang tidak berjalan.

Ray Rangkuti, pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia, mengungkapkan beberapa kelemahan presiden Joko Widodo. Pertama, Presiden Jokowi masih lemah dalam berhadapan dengan jajaran kabinetnya sendiri. Terbukti cukup banyak instruksi presiden yang tidak dijalankan oleh para pembantunya.

Salah satunya soal kereta supercepat tujuan Jakarta-Bandung. Presiden menginstruksikan proyek pembangunan kereta supercepat agar tidak dibangun. Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno tetap ngotot untuk tetap melanjutkan pembangunannya.

“Dan Jokowi tidak berdaya menghadapi persoalan seperti ini. Belakangan terbukti Presiden akhirnya menyetujuinya juga. Padahal, tidak ada urgensinya pembangunan proyek tersebut bagi masyarakat” kata Ray di Jakarta, Senin (26/10).

Kedua, Presiden Jokowi masih lemah dalam berhadapan dengan partai pendukungnya, terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDIP seolah-olah memperlihatkan kepada publik bahwa  selama setahun memimpin Jokowi bekerja berdasarkan arahan partai. Sementara itu Jokowi pun demikian, seolah-olah memperlihatkan tidak lagi mewakili partai politik pendukungnya.

“Ketidakberdayaan Jokowi terlihat dari tidak adanya respons cepat dalam menindaklanjuti upaya partai pendukungnya itu yang ingin merevisi UU KPK. Terlebih PDIP merupakan partai yang paling getol ingin merevisi UU KPK,” tutur Ray.

Ketiga, kelemahan Presiden Jokowi mengatur kinerja pemerintah di level daerah. Kasus bencana asap yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan, misalnya, memperlihatkan kelemahan Jokowi dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Kasus tersebut, kata Ray, lama tak tertangani karena tidak ada ketegasan Presiden Jokowi. Bencana asap sampai hari ini masih terjadi dan upaya penanganannya juga terkatung-katung. Itu karena kinerja pemerintah pusat dan daerah tidak terkoordinasi dengan baik.

Pemerintah pusat sampai saat ini tidak pernah ada upaya inisiatif untuk mengambil alih penanganan bencana asap. Sementara daerah yang sebenarnya tidak sanggup tidak berani meminta kepada pemerintah pusat untuk segera mengambil alih penanganan bencana tersebut. “Jadi, ini seperti saling menunggu antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.”

Karena itu, kata Ray, hal seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Sebab, akan menjadi problem besar nantinya. Terlebih sisa pemerintahan Joko Widodo masih empat tahun lagi. Dan permasalahan ini harus segera diselesaikan oleh Presiden.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.