Indonesia Corruption Watch menilai selama satu tahun kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum banyak perubahan yang dilakukan dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi. Terlebih belakangan ini begitu gencar terjadi upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dari berbagai pihak.
“Karena itu, perlu adanya upaya penyelamatan segera yang harus dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini sangat penting dilakukan, mengingat pelemahan KPK begitu masif dan tindak pidana korupsi juga semakin marak dilakukan,” kata Lalola Easter, peneliti Indonesia Corruption Watch, di Jakarta, Kamis (29/10).
Dia mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan Presiden Jokowi untuk menyelematkan KPK. Pertama, Presiden harus bersikap tegas menolak permohonan Dewan Perwakilan Rakyat yang ingin merevisi Undang-Undang KPK. Bukan hanya ditunda. Dengan begitu, revisi Undang-Undang KPK akan gugur dan tidak ada lagi pembahasannya lebih lanjut.
“Jika ingin menyelamtkan KPK, Presiden harus menghentikan pembahasan revisi UU KPK. Jangan menunda.Dengan begitu, ke depan revisi UU KPK tidak lagi muncul dalam Program Legislasi Nasional,” tuturnya. “Lantas, jika akhirnya revisi UU KPK berhasil dibatalkan, jangan kemudian muncul pelemahan dari peraturan hukum lain melalui RUU KUHP.”
Menurut dia, yang seharusnya dilakukan pemerintahan Joko Widodo adalah mendorong DPR untuk segera mempercepat pembahasan rancangan undang-undang yang memperkuat pemberantasan korupsi. Misalnya RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Tunai, dan merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, memastikan proses uji kelayakan calon pimpinan KPK periode 2015-2019 berjalan sesuai tenggat waktu yang tersedia. Terkait hal itu, Presiden juga harus memastikan uji kelayakan tersebut bisa menghasilkan 5 Komisoner KPK dari 8 calon yang diajukan Presiden. Jika nanti DPR tidak memilih sesuai dengan jumlah yang ditentukan, pemerintah harus menekankan bahwa tak ada lagi proses seleksi ulang untuk memenuhi permintaan pimpinan KPK sesuai selera DPR.
“Seleksi ulang calon pimpinan KPK justru kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi. Jangan sampai seleksi calon pimpinan KPK justru menjadi andil perlambatan pemberantasan korupsi karena adanya wacana seleksi ulang pimpinan KPK, sebagaimana isu itu berembus pada seleksi 2014 lalu,” ujar Lola.
Ketiga, Presiden harus harus tegas memastikan penghentian upaya kriminalisasi terhadap pegiat antikorupsi. Sebab, sejak awal Presiden Jokowi menjabat, upaya kriminalisasi terhadap para pegiat antikorupsi yang juga Komisioner KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terus terjadi. Namun, hingga kini belum ada keputusan politik yang diambil Presiden Jokowi. Akibatnya, kedua pegiat antikorupsi tersebut sampai saat ini masih berstatus tersangka.
“Kami merekomendasikan beberapa hal ini supaya Presiden Jokowi segera menindaklanjutinya. Agar semangat pemberantasan antikorupsi bisa terus berjalan sampai Indonesia benar-benar terbebas dari korupsi.”