Rabu, April 24, 2024

Ekonom: Belum Saatnya Indonesia Gabung TPP

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersiap memasuki pesawat untuk bertolak ke Amerika Serikat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (24/10).
Presiden Joko Widodo  dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersiap memasuki pesawat untuk bertolak ke Amerika Serikat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (24/10).

Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo telah berkunjung ke Amerika Serikat. Dalam kunjungan itu, Amerika Serikat mengajak Indonesia untuk bergabung dalam suatu kesepakatan ekonomi, yaitu Trans Pacific Partnership (TPP). Namun demikian, berbagai kalangan menilai Indonesia belum saatnya bergabung dalam kesepakatan tersebut.

“Trans Pasific Partnership merupakan kesepakatan ekonomi yang lebih tepat untuk negara-negara maju. Sebagai negara berkembang, masuknya Indonesia dalam kesepakatan tersebut hanya akan semakin merugikan,” kata Firmanzah, ekonom yang juga Rektor Universitas Paramadina, ketika ditemui di Jakarta, Jumat (7/11).

Dia menjelaskan, kesepakatan ekonomi yang dipelopori oleh Amerika Serikat tersebut bukan hanya mengatur sektor tradisional seperti perdagangan. Tetapi juga meluas hingga ke sektor lainnya seperti investasi, kekayaan intelektual, lingkungan, peraturan/hukum institusi, bahkan tenaga kerja.

“Jadi, misalkan ingin membangun jalan tol lintas Sumatera, pemerintah tak bisa langsung menunjuk atau menugaskan BUMN seperti Hutama Karya untuk membangun jalan tol tersebut. Pemerintah diwajibkan membuka tender yang bisa diikuti oleh siapa pun, baik perusahaan multinasional dari dalam maupun luar negeri,” ujarnya. “Pemerintah tidak boleh berpihak kepada BUMN. Artinya, tidak boleh dibeda-bedakan antara BUMN dan swasta.”

Firmanzah menegaskan, jika masuk dalam kesepakatan tersebut pada saat ini, Indonesia tentu akan sangat rugi. Pasalnya, Indonesia tak bisa mengajukan poin-poin penawaran yang dapat menguntungkan kedua belah pihak dalam kesepakatan yang sudah berjalan sejak lama itu. Indonesia diharuskan mengikuti aturan yang sudah ada jika masuk dalam TPP.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara, mengatakan Indonesia sangat belum siap mengikuti Trans Pacific Partnership. Dia menyontohkan salah satu poin kesepakatan tersebut, yaitu di sektor perdagangan.  Poin penghapusan tarif ekspor dan impor justru hanya akan merugikan Indonesia.

Terlebih, lanjut dia, sampai saat ini Indonesia masih cenderung memproduksi barang yang masih mentah, kemudian diekspor ke luar negeri, terutama negara maju. Sampai di negara maju bahan mentah itu diolah hingga menjadi barang setengah ataupun barang jadi. Kemudian setelah menghasilkan barang jadi, barang tersebut nantinya diimpor ke Indonesia.

“Dengan begitu, Indonesia hanya akan menjadi pengekspor bahan mentah yang tidak mempunyai nilai tambah. Tak hanya itu, melihat pangsa yang besar Indonesia nantinya hanya akan menjadi sasaran empuk sebagai pasar bagi negara-negara maju. Tak ada keuntungan yang diraih Indonesia jika bergabung dalam Trans Pacific Partnership. Yang ada justru banyak menimbulkan kerugian,” kata Bhima.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.