Kabut asap yang melanda beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan sudah dalam fase membahayakan dan bahkan menelan korban jiwa. Muhanum Anggriwati (12 tahun), warga Perum Griya Sepakat Asri, Pekanbaru, Riau, pada Kamis (10/9) meninggal akibat gagal pernafasan. Mukhlis, ayah Muhanum, mengatakan, putri sulungnya mengalami gagal pernafasan akibat paru-parunya disesaki lendir dan dahak. Padahal, selama ini putrinya tidak pernah mengeluh.
Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna mengatakan, polutan asap yang menjadi bencana tahunan telah menimbulkan berbagai kerugian bagi masyarakat. Salah satunya meningkatnya jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Di Riau, penderita ISPA meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2013 jumlah penderita sebanyak 19.862 jiwa, pada tahun 2014 menjadi 27.200 jiwa. Selain itu, akibat asap masyarakat tidak dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman sehingga banyak masyarakat tak bekerja dan anak-anak tidak sekolah.
Pada pekan keempat Juni 2015, di Riau tercatat ada 184 titik api di daerah konsesi 36 perusahaan serta 72 titik di daerah konservasi. Titik api terbesar di daerah konsesi perusahaan berasal dari area Sinar Mas Group, yakni PT Arara Abadi sebanyak 19 titik, PT Satria Perkasa Agung sebanyak 17 titik, dan April Group yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper sebanyak 22 titik.
“Kebakaran lahan itu tidak terjadi secara alamiah, tapi sengaja dibakar oleh perusahaan untuk pembukaan lahan baru,” kata Rahmat di Jakarta, Jumat (11/9).
Dia menambahkan, akar masalah asap yang terjadi sejak tahun 1980 adalah adanya monopoli tanah oleh perusahaan perkebunan kayu dan perkebunan sawit. Data dan fakta yanga ada pembakaran lahan terjadi di konsesi perkabunan dan Sinar Mas Group, perusahaan perkebunan yang terbanyak membakar lahan.
Menurut Rahmat, pemerintah tidak serius mengatasi masalah asap di dua provinsi itu. Upaya pemerintah hanya menjadi rutinitas pemadaman pembakaran lahan. Tapi tidak ada upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelaku pembakaran hutan. “Penindakan yang selama ini dilakukan hanyalah upaya kriminalisasi terhadap petani dan mereka dikorbankan. Pemerintah juga mengabaikan rakyat yang menjadi korban akibat kabut asap,” ungkap Rahmat.
Karena itu, AGRA menutut kepada pemerintah agar serius menangani masalah asap akibat pembakaran hutan dengan empat tuntutan. Pertama, pemerintah harus menetapkan masalah asap ini sebagai bencana nasional. Kedua, pemerintah harus melakukan tanggap darurat, selain pemadaman api. Juga menangani secara serius para korban asap dengan menyediakan tempat pengungsian yang aman, memberikan pelayanan kesehatan geratis, obat-obatan, makanan dan minuman serta psikolog.
Ketiga, pemerintah harus memberikan kompensasi terhadap rakyat yang sakit, yang tidak bisa bekerja karena asap, yang tidak dapat sekolah dan juga korban meninggal seperti dialami Muhanum. Keempat, pemerintah harus mencabut izin perkebunan lama dan tidak mengeluarkan izin baru untuk perkebunan, serta menangkap pemilik perkebunan pelaku pembakaran lahan. Kalau perlu, masukkan bank investornya dalam daftar hitam.
“Jika pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla tidak melakukan empat langkah ini, itu berarti pemerintah tidak serius menangani masalah asap,” kata Rahmat. Selain itu, untuk memastikan pemerintahan Jokowi melaksanakan langkah tersebut, masyarakat akan mengawasi melalui gerakan rakyat. “Gerakan ini akan terus meningkat dan meluas serta memaksa pemerintah agar benar-benar serius mengatasi masalah asap.”