
Sejumlah proyek reklamasi Indonesia, kerap menghadapi kontroversi. Seharusnya reklamasi tidak semata bertujuan ekonomi.
Berapa kasus proyek reklamasi di Indonesia menimbulkan polemik. Salah satunya adalah kasus reklamasi Teluk Jakarta. Pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta merupakan salah satu upaya pencegahan banjir di Ibu kota. Sebanyak 17 pulau direncanakan dibangun dalam proyek reklamasi tersebut.Tidak hanya sebagai upaya pencegahan banjir, disinyalir terjadi aktivitas jual beli hunian di salah satu pulau reklamasi.
Di sisi lain reklamasi di teluk Jakarta berpotensi menyebabkan berkurangnya penghasilan nelayan, akibat ekosistem laut hancur.
Kontroversi reklamasi pantai juga terjadi di Tanjung Benoa, Bali. Warga Bali mencibir proyek reklamasi, yang dianggap hanya mementingkan faktor ekonomi. Proyek reklamasi dibuka untuk kepentingan perluasan bisnis. Pulau Serang,Provinsi Bali, dulu yang dikelilingi pasir putih, sejak proses reklamasi dikelilingi tanggul.
Di Makassar, reklamasi pesisir Pantai Makassar, menyebabkan terjadinya abarasi 11 pulai kecil di dekat pantai. Reklamasi dilakukkan untuk membangun proyek, yang nantinya didirikan apartemen dan perkantoran.
Asmar Exwar, dari Walhi Sulawesi Selatan, mengkritik kebijakan pemerintah Kota Makassar terkait reklamasi 11 pulau di sekita pantai Makassar. Asmar menagatakan bahwa pemkot Makassar tidak harus melakukan reklamasi seperti Singapura atau Hongkong.
Pasalnya Singapura dan Hongkong melakukan reklamasi, karena terbatasnya luas lahan. Untuk kawasan bisnis, tidak perlu sampai melakukan reklamasi, karena masih ada wilayah yang bisa digarap untuk keperluan bisnis, seperti Maros dan Gowa.
Anggota Walhi Jakarta,Moestaqiem Dahlan, menghimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk tidak mengubah bentang alam di sekitar Teluk Jakarta. Proses reklamasi diharapkan berbasis ekologi dan tak semata kepentingan investasi. [*]