Sabtu, Oktober 5, 2024

PBB: 10.000 Orang Meninggalkan Burundi

Pengunjuk rasa yang menentang pencalonan kembali Presiden Burundi Pierre Nkurunziza untuk ketiga kalinya berjalan menuju pusat kota Ijenda, Burundi, Rabu (3/6). Amerika Serikat mendorong negara-negara Afrika timur untuk mengirimkan perwakilan tingkat-tinggi ke Burundi dan mengulangi penolakan mereka terhadap Presiden Pierre Nkurunziza yang akan kembali mencalonkan diri serta menekankan adanya pemilu bebas dan adil. Juru bicara Kementrian Luar Negeri John Kirby mengatakan AS menolak keputusan Nkurunziza untuk kembali mencalonkan diri, yang melanggar perjanjian Arusha yang mengakhiri perang sipil di negaranya pada 2005. ANTARA FOTO/REUTERS/Goran Tomasevic
Pengunjuk rasa yang menentang pencalonan kembali Presiden Burundi Pierre Nkurunziza untuk ketiga kalinya berjalan menuju pusat kota Ijenda, Burundi, Rabu (3/6). Amerika Serikat mendorong negara-negara Afrika timur untuk mengirimkan perwakilan tingkat-tinggi ke Burundi dan mengulangi penolakan mereka terhadap Presiden Pierre Nkurunziza yang akan kembali mencalonkan diri serta menekankan adanya pemilu bebas dan adil. Juru bicara Kementrian Luar Negeri John Kirby mengatakan AS menolak keputusan Nkurunziza untuk kembali mencalonkan diri, yang melanggar perjanjian Arusha yang mengakhiri perang sipil di negaranya pada 2005. ANTARA FOTO/REUTERS/Goran Tomasevic

Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR) pada Selasa kemarin mengatakan hampir 10.000 orang meninggalkan Burundi pada akhir pekan, sebelum negeri itu menutup perbatasannya pada Minggu malam.

“Pengungsi yang tiba di Rwanda, Tanzania dan Republik Demokratik Kongo mengatakan semua jalan dihalangi dan orang yang dicurigai menuju perbatasan dipaksa turun dari bus,” kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara PBB di Markas Besar PBB, New York, dengan mengutip laporan UNHCR.

“Sebagian pengungsi dilaporkan telah ditangkap dan harta sebagian dari mereka disita.”

“Di negara tetangga Burundi, UNHCR menyediakan buat pengunsi yang baru tiba bantuan awal, termasuk makanan panas, dan membawa mereka ke pusat persinggahan serta tempat penampungan akhir,” kata Haq.

Sejak kerusuhan pra-pemilihan umum di Burundi, hampir 144.000 pengungsi telah meninggalkan negara tersebut, kebanyakan ke negara tetangga, Tanzania serta Rwanda.

Sejauh ini, hampir 144.000 orang Burundi telah terdaftar sebagai pengungsi di negara tetangganya sejak kerusuhan politik di negeri itu meletus pada awal April.

Namun, banyak lagi diduga telah menyelamatkan diri dari negeri tersebut, tapi tidak mendaftarkan diri.

Jumlah resmi terakhir memperlihatkan 66.000 warga Burundi berada di Tanzania, 56.000 di Rwanda, 9.038 di Uganda, 11.500 di Republik Demokratik Kongo, dan bahkan 400 orang lagi jauh di Zambia.

Untuk menghadapi kemungkinan kedatangan pengungsi baru, upaya relokasi telah dipercepat selama beberapa hari belakangan.

Pada Mei, UNHCR dan 17 mitra melancarkan Rencana Tanggap Pengungsi Regional dengan nilai US$207 juta untuk melindungi dan membantu sebanyak 200.000 pengungsi Burundi. Meskipun situasi di Burundi bertambah buruk, rencana tersebut baru terwujud hanya 13 persen sasarannya, sehingga layanan penting, seperti air, kesehatan dan kebersihan, sangat kekurangan dana.

Setelah pemilihan anggota Dewan Legislatif baru-baru ini, rakyat Burundi dijadwalkan kembali ke tempat pemungutan suara pada 5 Juli, saat mereka memberi suara dalam pemilihan presiden negeri itu.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah mendorong pemerintah agar menunda pemilihan umum tersebut sampai “suasana kondusif bagi pemilihan umum yang melibatkan semua pihak, damai dan transparan” tercipta.

Menurut UNHCR, kerusuhan meletus pada 26 April di Bujumbura, Ibu Kota Burundi, setelah partai yang berkuasa CNDD-FDD pada 25 April memilih Presiden Pierre Nkurunziza sebagai calonnya untuk pemilihan presiden, yang saat itu dijadwalkan berlangsung pada 26 Juni.

Nkurunziza telah memangku jabatan untuk dua masa sejak 2005, dan banyak pihak memperingatkan upaya untuk memperoleh masa jabatan ketiga bertentangan dengan undang-undang dasar dan bertolak-belakang dengan semangat Kesepakatan Perujuan dan Perdamaian Arusha 2000 bagi Burundi yang mengakhiri satu dasawarsa perang saudara di negeri tersebut. (Antara/Xinhua-OANA)

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.