Pengawas Pemilu diminta untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menangani sengketa pemilihan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Hal itu dilakukan karena Pemilihan Kepala Daerah serentak akan berlangsung pada 9 Desember 2015.
Santer Sitorus, Hakim Tinggi Pengadilan Tata Usaha Negara mengatakan, persiapan penguatan Panwaslu harus dilakukan secara matang oleh Badan Pengawas Pemilu. Jika mengacu pada rancangan tahapan pilkada yang disusun Komisi Pemilihan Umum, tahapan pilkada dimulai awal Juni 2015. Karena itu, penguatan kapasitas Panwaslu dinilai penting mengingat besarnya potensi gugatan pemilihan pada 269 daerah provinsi dan kabupaten/kota.
“Panwaslu harus tahu betul aturan main, karena selain bertindak sebagai moderator dia juga bertindak sebagai hakim,” kata Santer, Kepualauan Riau, Rabu (8/7) “Karena itu Panwaslu harus menguasai mekanisme penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak didalamnya.”
Dia menjelaskan Panwaslu Kabupaten/Kota harus mengetahui mekanisme dalam memproses setiap gugatan sengketa yang masuk. Sebab, jika tidak memahami mekanisme dalam penyelesaikan sengketa dikhawatirkan pihak yang mengajukan gugatan justru akan menggugat kembali keputusan Panwaslu tersebut ke PTUN.
“Panwaslu juga harus memahami masalah kewenangan, dan yang paling penting adalah mekanisme dalam melakukan penyelesaian sengketa,” kata Santer melalui keterangan resmi.
Selain itu, lanjut dia, Panwaslu juga harus menguasai fakta dilapangan. Sehingga objek sengketa yang diajukan penggugat juga dikuasai Panwaslu. Dengan demikian, Panwaslu mampu merumuskan putusan dengan baik meskipun putusan tersebut masih berpotensi digugat lagi ke PTUN.
“Meskipun Panwaslu memiliki peran menyelesaikan sengketa, faktor fakta dilapangan biasanya berbeda. Saya kira akan aman jika Panwaslu menguasai prosedur dan aturan main secara benar,” kata Santer.
Sesuai amanat UU Pilkada, Bawaslu berperan dalam menyelesaikan sengketa pilkada yang meliputi sengketa antarpeserta pemilihan, serta sengketa antara peserta pemilihan dan penyelenggara pemilihan.
Obyek sengketa antarpeserta pemilihan misalnya perebutan tempat dan waktu kampanye oleh kandidat. Adapun obyek sengketa antara peserta pemilihan dan penyelenggara pemilihan terdiri dari keputusan tentang penetapan pasangan calon, keputusan penetapan daftar pemilih, serta keputusan jadwal kampanye.[*]