Rofi Munawar, anggota Komisi IV DPR RI mengatakan Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan fokus kepada perlindungan serta pemberdayaan nelayan kecil dan tradisional.
“Mulai dari profesi nelayan hingga hasil tangkapannya,” ungkap Rofi melalui keterangan resminya di Jakarta, Kamis (2/7).
Menururtnya, selama ini nelayan kecil Indonesia memiliki resiko saat melakukan aktivitas melaut, bukan hanya karena alat tangkap dan perahu yang berukuran kecil namun aspek perlindungan yang lemah dari otoritas pemerintah terkait hasil tangkapan.
RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan masuk dalam rancangan Program legislasi nasional 2015-2019. “Semoga RUU ini memberikan perlindungan maksimal kepada nelayan kecil tradisonal.
Rofi menjelaskan, salah satu cara untuk mengurangi resiko nelayan tradisional dengan memberikan asuransi bagi nelayan. Karena itu perlu dipikirkan terobosan dan formula yang tepat dalam merumuskan kebijakan asuransi jenis ini.
Selanjutnya, masalah yang dihadapi sektor budidaya ikan pada penjaminan bebas penyakit, bebas pencemaran, ketersediaan pakan yang terjangkau, ketersediaan bibit dan akses permodalan. “Hal ini disebabkan karena belum banyak digunakan inovasi teknologi dalam budidaya ikan,” katanya.
Menurut data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Sekitar 50 nelayan tradisional yang melaut di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengakomodasi situasi dan kondisi mereka dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Selama 3 tahun, sejak 2009-2011, sedikitnya 63 nelayan ditangkap aparat Malaysia.
Selanjutnya, izin penangkapan ikan yang tercatat di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hingga 2014 hanya kurang dari 2% dari total armada ikan nasional bermotor sekitar 4.230 kapal. Baca: [Akibat Ketimpangan Izin Antar Perikanan Nasional]
Sedangkan sebanyak 226.520 armada lainnya atau sekitar 98,2 % kapal bermotor, izin di perairan kurang dari 12 mil laut dengan ukuran kurang dari 30 GT (Gross Tonnage). Hal itu menjelaskan tantangan besar dihadapi perikanan nasional setelah berakhirnya kebijakan moratorium Oktober 2015.[*]