Senin, November 10, 2025

Reaktivasi Jalur Kereta Api Nonaktif: Sebuah Keniscayaan

Jaka Ghianovan
Jaka Ghianovan
Dosen di perguruan tinggi Islam kota Tangerang. Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center Research of Islamic Studies (CRIS) Foundation. Pecinta Studi al-Qur`an, ilmu Sosial dan Sejarah Islam juga Indonesia. Penikmat kopi susu dan travelling.
- Advertisement -

Reaktivasi jalur kereta api nonaktif di Indonesia merupakan isu strategis yang melampaui aspek teknis transportasi. Ia menyentuh dimensi sosial, ekonomi, ekologis, dan bahkan spiritual. Dalam konteks reflektif, kebijakan ini mengandung pesan mendalam tentang bagaimana sebuah bangsa menata kembali sistem mobilitasnya agar lebih adil, berkelanjutan, dan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan serta religiusitas.

Sejak masa kolonial, jaringan kereta api di Indonesia telah memainkan peran vital dalam distribusi hasil bumi dan mobilitas penduduk. Namun, seiring perubahan zaman dan kebijakan pembangunan yang berorientasi pada kendaraan pribadi, banyak jalur rel kini terbengkalai. Data Kementerian Perhubungan (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 3.000 km jalur kereta api di Indonesia berstatus nonaktif. Padahal, sebagian besar jalur tersebut menghubungkan kawasan pedalaman yang minim akses transportasi massal. Menghidupkan kembali rel-rel ini berarti menghidupkan kembali denyut ekonomi dan interaksi sosial masyarakat daerah.

Transportasi sebagai Wujud Syukur dan Amanah

Al-Qur’an memberikan dasar teologis bagi pengembangan sarana transportasi sebagai bagian dari amanah kekhalifahan manusia di bumi. Dalam Surat an-Nahl ayat 8, Allah berfirman:

“Dan (Dia menciptakan) kuda, bagal, dan keledai untuk kamu tunggangi dan (juga) untuk perhiasan; dan Dia menciptakan (alat transportasi) yang tidak kamu ketahui.” (QS. an-Nahl [16]: 8)

Menurut Fakhr al-Dīn al-Rāzī dalam Mafātīḥ al-Ghayb, frasa “yang tidak kamu ketahui” (mā lā ta‘lamūn) mengandung makna terbuka bahwa manusia diberi kebebasan dan kemampuan akal untuk terus berinovasi menciptakan sarana transportasi baru demi kemaslahatan hidup (al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, juz 19, hlm. 150). Dengan demikian, pembangunan dan reaktivasi sarana perkeretaapian merupakan manifestasi nyata dari rasa syukur atas nikmat ilmu pengetahuan dan teknologi yang Allah anugerahkan.

Lebih jauh, Al-Qur’an dalam Surat al-Mulk ayat 15 menegaskan:

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya…”

Ayat ini menunjukkan bahwa perjalanan dan mobilitas merupakan bagian dari pola kehidupan yang diridhai Allah, selama dimaksudkan untuk menegakkan maslahat dan kemakmuran. Oleh karena itu, negara yang mengembangkan jaringan transportasi massal—termasuk melalui reaktivasi jalur rel—telah melaksanakan perintah ilahi untuk memakmurkan bumi secara adil dan efisien.

Kemaslahatan Umum langkah menuju Keadilan Sosial

Dalam hukum Islam, pembangunan infrastruktur publik termasuk transportasi dipandang melalui kerangka maslahah mursalah—yaitu kemaslahatan yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam nash, namun diakui karena sejalan dengan maqāṣid al-syarī‘ah. Al-Ghazālī dalam al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl menjelaskan bahwa maslahah mursalah adalah segala sesuatu yang menjaga lima prinsip dasar: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Reaktivasi jalur kereta api memenuhi prinsip-prinsip tersebut. Dari sisi ḥifẓ al-nafs (menjaga jiwa), transportasi massal mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas yang tinggi di jalan raya. Dari aspek ḥifẓ al-māl (menjaga harta), sistem kereta lebih efisien dalam biaya logistik dan energi. Dari ḥifẓ al-bī’ah (menjaga lingkungan), meski tidak termasuk maqāṣid klasik, kini dipahami sebagai bagian integral dari kemaslahatan umum—karena kereta api lebih ramah lingkungan dibanding kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.

- Advertisement -

Prinsip maslahah mursalah ini sejalan dengan kaidah fiqhiyah “taṣarruf al-imām ‘ala al-ra‘iyyah manūṭun bi al-maṣlaḥah” (kebijakan penguasa terhadap rakyat harus didasarkan pada kemaslahatan). Maka, kebijakan reaktivasi jalur kereta dapat dipandang sebagai keputusan politik syar‘i yang berorientasi pada kemaslahatan umat dan pemerataan pembangunan.

Keadilan Transportasi dan Hak Publik

Dalam sistem hukum Indonesia, dasar filosofis pembangunan transportasi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945:

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Prinsip ini diperkuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang menegaskan bahwa penyelenggaraan perkeretaapian bertujuan untuk “mewujudkan pelayanan transportasi yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, nyaman, dan efisien.”

Dengan dasar hukum tersebut, reaktivasi jalur kereta nonaktif bukan sekadar proyek ekonomi, tetapi kewajiban konstitusional untuk menghadirkan keadilan transportasi bagi seluruh rakyat. Jalur yang selama ini mati di daerah seperti Jawa Tengah bagian selatan, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan, apabila dihidupkan kembali, dapat menurunkan kesenjangan wilayah dan meningkatkan konektivitas nasional.

Lebih jauh, prinsip keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam Pancasila sila kelima menuntut negara untuk tidak membiarkan sebagian warganya tertinggal karena keterbatasan akses mobilitas. Dalam refleksi ini, pembangunan rel kereta menjadi simbol “ta‘āwun” (kerja sama sosial) antara negara, masyarakat, dan alam dalam menciptakan tatanan kehidupan yang harmonis dan berkeadilan.

Refleksi Bersama

Reaktivasi jalur kereta api nonaktif di Indonesia adalah cermin dari sintesis antara nilai spiritual, moral, dan hukum positif. Ia bukan hanya langkah teknis, tetapi manifestasi etika kolektif dalam membangun keadilan mobilitas. Dari perspektif al-Qur’an, ia adalah wujud syukur dan amanah manusia sebagai khalifah. Dari fiqh, ia merupakan implementasi nyata dari maslahah mursalah demi kesejahteraan umat. Dari sisi hukum nasional, ia merupakan kewajiban konstitusional untuk menegakkan kemakmuran dan pemerataan.

Dengan menghidupkan kembali rel-rel yang lama tertidur, bangsa ini sesungguhnya sedang menghidupkan kembali semangat keadilan sosial dan kesadaran ekologis. Maka, reaktivasi jalur kereta bukan sekadar soal rel baja dan lokomotif, tetapi perjalanan spiritual bangsa menuju harmoni antara wahyu, akal, dan kemanusiaan.

Daftar Pustaka

al-Ghazālī, Abū Ḥāmid. al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl. Beirut: Dār al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1993.

al-Rāzī, Fakhr al-Dīn. Mafātīḥ al-Ghayb (Tafsīr al-Kabīr). Kairo: Dār al-Ḥadīth, 2000.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Laporan Tahunan Direktorat  Jenderal Perkeretaapian 2023. Jakarta: Kemenhub, 2023.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang  Perkeretaapian. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pusat Data dan Informasi Transportasi, Kemenhub. Reaktivasi Jalur KA Nonaktif  sebagai Upaya Pemerataan Transportasi Nasional. Jakarta, 2024.

Jaka Ghianovan
Jaka Ghianovan
Dosen di perguruan tinggi Islam kota Tangerang. Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center Research of Islamic Studies (CRIS) Foundation. Pecinta Studi al-Qur`an, ilmu Sosial dan Sejarah Islam juga Indonesia. Penikmat kopi susu dan travelling.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.