Mari kita soroti sosok Elon Musk, yang boleh jadi menjadi pemenang terbesar kedua dalam kontestasi politik Amerika Serikat ini. Pernahkah Anda mendengar ungkapan “going all in”? Bayangkan seorang penjudi di meja poker, matanya berkilat penuh tekad, menyorongkan seluruh tumpukan chip ke tengah meja. Risikonya tinggi, jika kalah, ia kehilangan segalanya. Namun jika menang, tak ada batas untuk kekayaannya.
Itulah tepatnya yang dilakukan Elon Musk. Ia mempertaruhkan segalanya pada kandidat yang ia dukung. Berbeda dengan rekan-rekan miliardernya seperti Jeff Bezos dan Mark Zuckerberg yang memilih bermain aman dan menjaga opsi tetap terbuka, Elon Musk mengambil langkah berani dengan strategi “habis-habisan”. Ia tak ragu mendeklarasikan dukungannya secara terang-terangan, bahkan tak segan untuk berdiri berdampingan dengan sang kandidat di hadapan publik.
Dengan penuh keyakinan, Elon Musk mengumumkan kepada dunia, “Halo, semuanya! Seperti yang Anda lihat, saya bukan hanya pendukung biasa, saya adalah pendukung garis keras!” Pernyataan ini tentu saja mengundang beragam reaksi, namun satu hal yang pasti, Elon Musk telah menancapkan benderanya dan siap menghadapi segala konsekuensinya.
Elon Musk kini tengah menikmati buah manis dari keberaniannya mengambil risiko besar. Bukan hanya sekedar jabatan menteri di pemerintahan baru, meskipun ia memang didapuk untuk memimpin Departemen Efisiensi Pemerintahan atau yang disingkat DOGE bersama tokoh lainnya. Namun, pencapaiannya jauh melampaui itu.
Mari kita telaah keuntungan fantastis yang diraihnya, dimulai dari segi finansial. Pada hari pemilihan umum, 5 September lalu, kekayaan Elon Musk tercatat sebesar 264 miliar dolar. Namun, angka itu melonjak drastis menjadi 319 miliar dolar hanya dalam waktu seminggu! Bayangkan, ia meraup keuntungan sebesar 55 miliar dolar, jumlah yang melampaui Produk Domestik Bruto tahunan banyak negara di dunia!
Lonjakan kekayaan ini tak lepas dari performa saham Tesla yang meroket pasca kemenangan kandidat yang didukungnya. Seakan mendapatkan angin segar, nilai saham Tesla terus menanjak, mengukuhkan posisi Elon Musk sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Keputusan berani yang diambilnya telah membuahkan hasil yang luar biasa, menjadikan Elon Musk sebagai pemenang sejati dalam pertarungan politik ini.
Meskipun Tesla adalah perusahaan kendaraan listrik—jenis bisnis yang selama ini cenderung tidak mendapatkan banyak dukungan dari Donald Trump—dan memproduksi sebagian kendaraannya di China, negara yang sering menjadi sasaran kritik Trump, hal tersebut tidak menghalangi antusiasme investor. Orang-orang terus menanamkan uang mereka di Tesla karena mereka melihat apa yang dilakukan Elon Musk. Dengan langkah-langkah strategis dan keputusan berani, Musk berhasil memikat hati banyak orang, terlepas dari kontradiksi nilai antara perusahaannya dan mantan presiden AS tersebut.
Elon Musk tidak hanya mendukung Trump secara simbolis, tetapi juga dengan tindakan nyata. Ia hadir dalam berbagai kampanye, menyatakan dukungan terbuka di platform online, dan bahkan menyumbangkan sekitar $118 juta untuk mendukung kampanye Trump. Dukungan ini tidak hanya berupa kata-kata kosong, tetapi diperkuat dengan aksi nyata, yang kemudian berkontribusi pada lonjakan besar saham Tesla. Fenomena ini menjadi menarik karena terjadi meskipun Trump sering kali berseberangan dengan banyak nilai yang diasosiasikan dengan Tesla dan dunia kendaraan listrik secara umum.
Lebih dari sekadar pendukung, Musk tampaknya telah menjadi bagian dari lingkaran dekat keluarga Trump—dan ini bukan sekadar hiperbola. Hal ini bahkan diakui oleh keluarga Trump sendiri. Baru-baru ini, cucu perempuan Donald Trump, Kai Trump, membagikan vlog tentang malam pemilu, dan siapa yang muncul dalam salah satu foto keluarga tersebut? Elon Musk, lengkap dengan salah satu putranya. Keberadaannya di foto keluarga Trump menjadi simbol nyata bagaimana hubungan antara Musk dan klan Trump semakin erat, menjadikannya sosok yang benar-benar terintegrasi dalam dinamika keluarga mantan presiden tersebut.
Dan itu belum semuanya. Kai Trump juga membagikan foto lain di media sosial dengan keterangan yang mengejutkan: *”Elon menjadi paman.”* Hal ini mempertegas bagaimana Elon Musk kini dianggap sebagai bagian dari keluarga Trump. Dengan hubungan yang begitu erat, tidak mengherankan jika saham Tesla terus mengalami lonjakan tajam. Dalam banyak hal, Tesla bahkan hampir bisa dianggap sebagai bagian dari “bisnis keluarga Trump” yang diperluas.
Namun, pengaruh Musk tidak hanya terbatas pada Tesla. Ia memiliki portofolio bisnis yang mengesankan: ada SpaceX, X (sebelumnya Twitter), xAI, The Boring Company, dan Neuralink, perusahaan yang mengembangkan teknologi chip otak. Yang menarik, banyak dari perusahaan ini memiliki keterkaitan erat dengan pemerintah AS. SpaceX, misalnya, telah mengamankan kontrak besar dengan nilai lebih dari $15 miliar, bekerja sama dengan NASA dan Departemen Pertahanan AS. Ini menempatkan Musk di posisi unik sebagai inovator yang bukan hanya mengandalkan pasar bebas, tetapi juga menerima dukungan strategis dari pemerintah.
Lalu, apa yang akan terjadi jika Trump kembali memimpin? Apakah ada sesuatu yang dapat menghentikan Trump untuk memberikan lebih banyak dana kepada proyek-proyek yang dipimpin Musk atau menghapus regulasi yang mungkin menghambat bisnisnya? Sangat mungkin Trump akan sepenuhnya mendukung Musk, tidak hanya dalam lingkup domestik tetapi juga pada skala global. Kombinasi antara visi bisnis Musk dan kekuasaan politik Trump bisa menciptakan dinamika baru yang sangat berpengaruh, baik untuk dunia bisnis maupun geopolitik internasional.
Donald Trump dikenal sebagai pebisnis ulung yang memiliki kemampuan luar biasa untuk merancang kesepakatan strategis, bahkan dengan negara-negara asing. Salah satu contoh yang menarik adalah India. Selama bertahun-tahun, ada pembicaraan tentang rencana Tesla untuk masuk ke pasar India—sebuah pasar besar dengan potensi luar biasa bagi kendaraan listrik. Namun, hingga kini, rencana tersebut belum terwujud karena adanya pembatasan dan regulasi yang diterapkan oleh pemerintah India. Tetapi, bayangkan skenario di mana Trump menawarkan kesepakatan khusus kepada India, seperti memberikan pengecualian atau insentif tertentu untuk Tesla. Bagaimana negara mana pun bisa menolak kesepakatan seperti itu, terutama jika datang dari seorang mantan presiden AS yang punya rekam jejak dalam memajukan hubungan dagang?
Jika itu terjadi, peluang cerah menanti Elon Musk. Ini bukan sekadar kebetulan atau keberuntungan semata. Musk telah mengambil langkah berani dengan mempertaruhkan dukungannya pada Donald Trump—sebuah keputusan yang penuh risiko tetapi ternyata membuahkan hasil besar. Kini, Musk mulai menuai keuntungan dari langkah tersebut. Dengan Trump sebagai pendukung di belakangnya, cakrawala bisnis Musk tampak semakin luas. Hari-hari cerah benar-benar menunggu di depan, tidak hanya untuk Tesla tetapi juga untuk seluruh kerajaan bisnis Musk.