Sabtu, Mei 18, 2024

Perlindungan Hukum bagi Anak Terlantar

Aprillia Khairunnisa
Aprillia Khairunnisa
Karyawan swasta, saya bekerja di perusahaan berbidang retail, dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya. Pasal 28 B Undang–undang 1945 disebutkan bahwa negara menjamin setiap anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskiminasi. Anak juga berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara layak sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.

Artikel ini menggunakan pendekatan hukum yuridis–empiris (sosio-legal research). Pelayanan kesehatan anak secara layak dijamin dalam pasal 8 Undang – undang Perlindungan anak maupun Pasal 62 Undang–undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, baik bagi anak yang memiliki keluarga maupun anak terlantar tanpa keluarga.

Artikel ini membahas bagaimana anak terlantar yang tidak memiliki identitas diri dan tidak diketahui siapa keluarganya dapat memperoleh jaminan hukum dalam hal jaminan kesehatan karena dalam Pasal 34 ayat (1) Undang–undang 1945 bahwa fakir miskin dan anak–anak terlantar dipelihara oleh negara.

Ihwal anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 2 (Kitab Undang -Undang Hukum Perdata) atau Burgerlijk Wetbook menyatakan “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah lahir, setiap kali kepentingan anak menghendakinya.

Bila telah mati sewaktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada” dapat disimpulkan bahwa anak adalah subjek hukum yang hak – haknya harus terpenuhui sejak dalam kandungan hingga terlahir ke dunia, tetapi apabila anak tersebut lahir dalam keadaan meninggal maka dianggap tidak pernah ada.

Secara Psikologis, anak jalanan adalah anak – anak yang pada suatu taraf tertentu belum memiliki cukup mental dan emosional yang kuat, Sementara mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. (Suyanto, 2013).

Pasal 28 B Undang – undang 1945 disebutkan bahwa negara menjamin setiap anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskiminasi. Pasal ini mempunyai korelasi dengan pasal 28 G yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaan, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Bertentangan dengan fakta yang ada, anak – anak terlantar yang tidak memiliki keluarga justru tidak mendapat haknya seperti jaminan kesehatan.Jaminan kesehatan adalah hak semua anak, dimana setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal.

Anak juga berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara layak sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya. Hal ini dijamin dalam pasal 8 Undang – undang Perlindungan anak maupun Pasal 62 Undang – undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, baik bagi anak yang memiliki keluarga maupun anak terlantar tanpa keluarga, semua anak memiliki hak yang sama dan tidak dapat dirampas oleh siapa saja. Kenyatannya anak terlantar dan fakir miskin tidak memiliki jaminan kesehatan yang layak, termasuk memperoleh pelayanan kesehatan secara layak sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.

Kesimpulan

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya. Anak jalanan dalam konteks ini adalah anak yang berusia antara enam sampai dengan delapan belas tahun.

Fenomena anak jalanan berhubungan dengan masalah-masalah lain, baik secara internal maupun eksternal, seperti ekonomi, psikologi, sosial, budaya, lingkungan, pendidikan, agama, dan keluarga.

Tidak tuntasnya penanganan anakjalanan selama ini disebabkan karena beberapa hal yaitu program penanganan anak jalanan yang selama ini dilakukan cenderung hanya bersifat parsial, tidak tepat sasaran, kurang sinergisnya penyelenggara penanganan anak jalanan baik di internal pemerintah maupun antara pemerintah dengan stakeholder lainnya (rumah singgah,swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat) Beberapa masalah yang paling mendasar yang dialami oleh anak terlantar adalah kesehatan dan pendidikan.

Aprillia Khairunnisa
Aprillia Khairunnisa
Karyawan swasta, saya bekerja di perusahaan berbidang retail, dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.