Minggu, Oktober 13, 2024

Pemerintahan Jokowi Dianggap Paling Lemah Sejak Reformasi

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Keuangan BAmbang S. Brojonegoro (kiri), Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri), Gubernur BI Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad (kanan) serta jajaran Kabinet Kerja bidang Ekonomi mengumumkan paket kebijakan untuk mengatasi pelemahan ekonomi global di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (9/9).
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Keuangan BAmbang S. Brojonegoro (kiri), Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri), Gubernur BI Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad (kanan) serta jajaran Kabinet Kerja bidang Ekonomi mengumumkan paket kebijakan untuk mengatasi pelemahan ekonomi global di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (9/9).

Ketika rezim Orde Baru tumbang, Indonesia memasuki babak baru, yaitu era reformasi. Namun, sejak awal reformasi berjalan hingga saat ini, pemerintahan Joko Widodo dianggap pemerintahan yang paling lemah di antara pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

“Hal itu bisa terlihat dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama satu tahun menjabat. Kepemimpinan Jokowi kerap tidak tegas dan seolah tidak bisa mengatur para pembantunya lantaran sering terjadi konflik di antara jajaran kabinetnya,” kata Indria Samego, analis politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ketika ditemui di Jakarta, Selasa (24/11).

Dia mencontohkan konflik yang mencuat ke publik dan ramai menjadi pergunjingan, yakni ketika Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menantang Wakil Presiden Jusuf Kalla berdebat terbuka terkait proyek pembangunan listrik 35 ribu megawatt. Kemudian konflik yang paling anyar adalah ketika Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mempersoalkan langkah Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan.

“Konflik-konflik terbuka di jajaran kabinet pemerintahan sekarang kerap muncul. Dan ini hanya terjadi di pemerintahan Jokowi. Bukan kekompakan dan keselarasan dalam menjalankan program kerja Nawa Cita pemerintah, justru yang terjadi para pembantu Presiden ini kerap mempertontonkan konflik terbuka kepada publik,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Indria, persoalan kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tidak tegas tersebut terjadi bukan hanya di lingkup internal saja, melainkan juga eksternal. Hal itu dapat terlihat dari lambannya Presiden Jokowi dalam merespons konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri terkait upaya kriminalisasi. Juga maju mundurnya menetapkan penolakan pencalonan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Menurut Indria, Presiden Jokowi harus bisa menyelesaikan konflik-konflik yang kerap terjadi baik di jajaran kabinetnya maupun sesama lembaga negara. Sebab, meski ekpektasi publik saat ini masih besar, bukan tidak mungkin nantinya akan berbalik. Publik tidak lagi percaya dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo. “Akibatnya, sulit bagi publik memilih kembali Joko Widodo untuk melanjutkan kepemimpinannya di periode berikutnya.”

Jika terjadi demikian, lanjut dia, rivalitas pemilu berikutnya akan berat. Prabowo mempunyai kans besar memenangkan pemilu berikutnya. Karena itu, satu tahun masa kepemimpinannya ini seharusnya menjadi alarm bagi Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kinerja pemerintahannya. Dengan begitu, publik dapat percaya dengan kinerja pemerintahan yang ia pimpin setidaknya hingga empat tahun kemudian.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.