Jumat, Mei 3, 2024

Pembangunan Infrastruktur Indonesia Ditunggangi Mafia

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.

Menteri BUMN Rini Soemarno (ketiga kiri), Dubes China untuk Indonesia Xie Feng (kedua kiri), CRW Chief Engineer He Huawu (kiri), dan Managing Director Sinar Mas G. Sulistiyanto (kanan) berjabat tangan usai pembukaan Pameran Kereta Cepat dari Tiongkok di Jakarta, Kamis (13/8). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Presiden Joko Widodo tengah gencarnya meningkatkan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun berbagai kalangan menilai pembangunan itu tidak bermanfaat bagi masyarakat. Sebab, pembangunan itu diduga ditunggangi oleh para pebisnis.

“Para mafia bisnis properti menunggangi perencanaan pembangunan pemerintah seperti kereta cepat Jakarta-Bandung. Ini bukan gagasan baru, tapi sudah ada sejak 1994. Kalau sekarang baru bicara karena mereka melihat ada bisnis properti yang ikut di dalamnya. Ini kongkret bisnis properti,” kata analis ekonomi-politik Ichsanuddin Noorsy, Jakarta, Rabu (2/9).

Menurut dia, pembangunan infrastruktur transportasi Jakarta-Bandung sudah selesai dengan adanya tol Cipularang dan kereta. Kalaupun dipaksa beban kontruksi harus ditanggung oleh pemerintah Jakarta dan Bandung melalui APBD masing-masing daerah.

“Kontruksi kereta cepat tidak layak dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebab, ini untuk kepentingan dua daerah dan pelaku bisnis properti. Karena itu, ada 7 variabel yang harus dlihat pemerintah; safety, keuangan, teknologi, transfer pengetahuan dan teknologi, benefit, ketergantungan operasi manajemen dan keutungan untuk bangsa,” ucap Ichsanuddin.

Dia menyebut teori logistik 4 i; informasi tentang uang, informasi tentang barang, informasi tentang orang, informasi tentang hukum penawaran dan permintaan. Indikator teori itu tidak tepenuhi dalam kereta cepat sehingga tidak layak dalam pembangunan.

“Yang paling penting menolak kepentingan bisnis properti dalam perencanaan pembangunan infrastruktur Indonesia. Kalau bisnis properti ini kuat, kita tidak mendapat manfaat apa-apa dari pembangunan tersebut,” katanya.

Selain itu, dia juga menyoroti pembangunan pelabuhan yang tidak lepas dari permainan bisnis properti. Contohnya Direktur Utama Pelindo II. “Bgitu hebatnya dia membatalkan Pelabuhan Bojonegara dan membangun Pelabuhan Kalibaru. Pembatalan itu ada kepentingan proyek properti.”

Kemudian, pembangunan tanggul raksasa di Teluk Jakarta, Waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat, itu juga bagian dari permainan bisnis properti. Sudah tahu tidak ada analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) tapi tetap saja dibangun. Padahal itu melanggar undang-undang.

“Setiap pejabat membuat proyek, latar belakangnya bisnis pribadi. Ini menjadi masalah besar. Repotnya lagi bangsa ini, para petingginya sudah dikuasai mafia bisnis. Mafia itu strukturnya tidak hanya di dalam negeri tapi sampai ke luar negeri,” tutur Ichsanuddin.

Sementara itu, Dani Setiawan dari Koalisi Anti Utang mengatakan, pembangunan kereta cepat akan membebankan APBN ke depannya. Padahal kereta cepat itu tidak diperlukan, sebab bukan untuk kepentingan nasional.

“Kalau kereta cepat untuk kepentingan nasional tidak mungkin ada 8 stasiun pemberhentian Jakarta-Bandung. Ini pertanda tidak baik, ada pendompleng dalam pembangunan kereta cepat,” kata Dani.[*]

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.