Siapa yang bisa mengelak kalau pandemi virus Corona telah mengubah banyak hal termasuk dalam hal plesiran. Sektor pariwisata termasuk yang paling awal terkena dampak, pemesanan tiket berkurang bahkan dikembalikan, wisatawan berkurang, hotel-hotel kosong bahkan tidak sedikit yang tutup seperti Airyroom atau melakukan pengurangan karyawan seperti AirBnB. Kesini-sini hotel malah dijadikan rumah sakit dadakan karena jumlah pasien lebih banyak dari ketersediaan kamar rumah sakit.
Tidak bisa dipungkiri juga situasi PSBB atau social distancing atau anjuran di rumah saja memberikan tekanan tersendiri bagi banyak orang sehingga bukanlah hal yang aneh jika kemudian mendambakan hubungan antar manusia langsung tanpa dibatasi oleh gadget, dan aplikasi meeting online.
Namun ketika pandemi berakhir dan semua bangkit kembali, dunia tidak mungkin persis sama dengan sebelum pandemi. Termasuk dunia pariwisata. Banyak pihak yang kemudian mengira-ngira perubahan mendasar yang mungkin terjadi di dunia plesiran, Apa saja? Ini adalah beberapa diantaranya:
1. Mudik
Terserah apa bedanya mudik dengan pulang kampung, yang jelas begitu PSBB ini diputuskan untuk dihapus, pilihan pertama yang ada dibenak banyak masyarakat Indonesia adalah kembali ke kampung halaman, baik untuk ‘menebus’ hutang karena sebelumnya sulit mudik karena PSBB atau justru tinggal di kampung halaman untuk sementara karena tidak ada pekerjaan di kota besar seperti Jakarta untuk beberapa waktu kedepan.
2. Bertambahnya dokumen yang wajib diisi saat pengajuan visa.
Kalau selama ini dokumen pengajuan visa itu berlembar-lembar dan minta lampiran ini itu, siap-siap lembarannya bertambah dan permintaan lampiran dokumennya juga bertambah.
Tidak cukup hanya paspor, dan slip gaji atau surat rekomendasi tetapi juga kartu vaksin atau sertifikat kesehatan yang menyatakan bebas dari COVID-19.
Bahkan gelang barcode yang ada di film Contagion terlihat sangat masuk akal untuk diterapkan.
3. Antrian panjang di imigrasi
Begitu bandara kembali dibuka untuk umum pasti ada kekhawatiran kemungkinan infeksi-infeksi baru yang timbul karena adanya lalu lintas manusia antar negara yang masif. Screening bakal semakin ketat, bukan hanya di cek pakai thermometer tembak atau dilihat pakai heat camera tapi juga bisa jadi disuruh isolasi diri selama dua minggu. Jika tidak punya tempat isolasi bisa saja dimasukkkan ke bangsal isolasi dan biayanya ditagihkan ke rekening. Jadi kalau antrian imigrasi yang kemarin-kemarin itu terasa menyiksa, bisa jadi itu belum apa-apanya.
4. Masih menjaga jarak dengan pelancong lain
Siapa yang mau traveling dalam keadaan sakit? Tapi dalam kondisi after shock akibat pandemik yang cukup lama dan bahwa sudah banyak pihak – yang sadar nggak sadar – mengadopsi social distancing, pasti akan bereaksi saat ada orang disekitarnya bersin dan batuk.
Saat pandemi sudah selesai pun bisa jadi masker tetap terasa wajib dikenakan untuk menjaga diri sendiri dari resiko tertular sakit dari pelancong lainnya terutama saat di dalam moda transportasi umum dimana jaga jarak adalah sesuatu yang mustahil.
5. Antiseptik/hand sanitizer menjadi sesuatu yang ‘wajib’ untuk dibawa
Dulu bisa dibilang reaksi yang berlebihan kalau sedikit-sedikit membersihkan tangan dengan hand sanitizer, tapi sepertinya di tahun-tahun kedepan ini akan menjadi ‘a new normal’. Ngelap meja sebelum makan pakai tisu basah antiseptik nggak akan dilihat sebagai hal yang lebay oleh orang lain. Sah-sah saja untuk membawa tetapi harus tetap memperhatikan peraturan membawa benda cair maksimal 100ml.
6. Memilih plesir di dalam negeri
Membayangkan ribetnya ngurus visa, kewajiban vaksin ini itu, melampirkan dokumen kesehatan, ngantri di imigrasi saat mau memasuki suatu negara tertentu mungkin bakal jadi faktor yang dipertimbangkan saat mau traveling ke luar negeri sehingga orang-orang lebih memilih jalan-jalan di dalam negeri saja.
Selain itu ada rasa aman jika berada di dalam negeri dibandingkan di luar negeri. Jika ada sesuatu hal akan lebih mudah mengurusnya.
7. Wisata alam dan wisata kuliner akan mendominasi
Setelah berbulan-bulan berada dirumah ada dua hal yang dirindukan, rasa ‘kebebasan’ dan kerinduan untuk berkumpul.
Dengan demikian, yang paling mungkin untuk melonjak adalah wisata alam karena banyak pelancong yang ingin merasakan kesegaran alam dan perasaan lepas dari ‘kungkungan’ tembok rumah. Berkemah mungkin akan langsung dijajal baik kemah ala anak pencinta alam atau ala glamping. Wisata kuliner juga diprediksi bakal melonjak, karena tipikal orang Indonesia yang demen ngumpul dan ngobrol.
Bagi yang memiliki keterbatasan waktu dan biaya untuk berwisata alam, wisata kuliner akan menjadi pilihan utama.
8. Lebih memperhatikan keamanan dan kenyamanan dibandingkan uang yang dikeluarkan
Bisa jadi tipe wisata ala backpacker yang sangat minimalis akan sedikit tergeser ‘lebih’ premium, bukan hanya keamanan tapi kenyamanan dan kebersihan akan lebih diperhatikan dibandingkan sebelumnya. Adanya pandemi akan menambah rasa kehati-hatian dalam memilih tempat yang akan dikunjungi dan hotel yang akan ditempati. Sehingga diprediksi permintaan akan layanan premium ini akan cenderung bertambah. Mungkin bukan dalam waktu singkat, namun akan signifikan kenaikannya dibandingkan sebelum pandemi.
Perubahan besar memang akan dihadapi sektor apapun termasuk pariwisata. Namun bukan berarti wisata akan mati sama sekali. Yang terpenting dari semuanya adalah, kita akan tetap plesiran lagi, perjalanan bisnis akan kembali dilakukan, begitu pula dengan jenis wisata yang lain.
Awalnya pasti sulit untuk bangkit, hotel akan banting harga, diskon-diskon penerbangan dan bonus-bonus dari agen perjalanan.
Dan dari semua itu yang paling penting adalah sikap positif dari pelancong dan penyedia layanan wisata untuk bangkit bersama menuju keseimbangan baru dunia traveling.
Beberapa referensi dari beberapa media online.