Sabtu, April 20, 2024

Toxic Masculinity dalam Patriarki

NADA SAFRINA
NADA SAFRINA
Pekerja Lepas

Sebelumnya, saya ingin menghimbau bahwa topik ini merupakan pembahasan yang sensitif dan masih dipandang tabu dari beberapa kalangan. Tulisan ini berupa opini saya mengenai toxic masculinity yang sudah turun temurun di masyarakat.

Jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, toxic masculinity ini berarti  “Maskulinitas yang beracun”.  Jadi, singkatnya toxic masculinity adalah pandangan sempit mengenai peran gender dari laki-laki. Dengan kata lain, toxic masculinity juga didefinisikan sebagai tuntutan dari lingkungan sosial dan budaya bagi kaum lelaki untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan tersebut.

Toxic Masculinity lahir dari konstruksi sosial dari masyarakat patriarkis yang mengarah pada sikap dan perilaku. Masyarakat kita membentuk konstruksi maskulinitas. Laki-laki dituntut untuk tegas, tidak cengeng, dan berjiwa pemimpin. Dalam society kita, masyarakat kita cenderung mengelompokkan gender seperti laki-laki dituntut untuk kuat dan perempuan dikatakan sebagai makhluk yang lemah.

Istilah toxic masculinity ini berawal dari seorang psikolog bernama Sphepherd Bliss pada tahun 1990. Menurut Bliss, istilah ini digunakan untuk memisahkan nilai positif dan negatif dari laki-laki. Dari penelitian yang dilakukan Bliss, ada dampak negatif dari maskunilitas yang bisa merusak hidup seorang lelaki.

Dilansi dari Seattle Childrens, Perilaku kejahatan dengan kekerasan baik fisik dan psikis dapat mempengaruhi laki-laki secara  signifikan, Mereka empat kali lebih banyak meninggal karena bunuh diri dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan toxic masculinity yang mampu memicu masalah psikologis dan sosial termasuk diantaranya, anak-anak sekolah yang mengalami bullying akibat pandangan mengenai maskulinitas yang masih dangkal.

Jika ada seseorang lelaki yang kelihatan tidak sesuai dengan konstruksi maskulinitas yang sudah dibangun. Maka, lelaki tersebut akan mendapatkan sanksi sosial misalnya, pengucilan dari lingkungan masyarakat, dan bullying.

Toxic masculinity ini sedikit banyaknya menuntut lelaki bersikap sesuai “Standar ” yang sudah ditetapkan masyarakat. Lelaki dituntut tidak boleh menangis dan jika menangis, maka lelaki tersebut sering dianggap “Cengeng”. Padahal, menangis adalah luapan emosi yang tidak memandang gender dan bersifat manusiawi. Jadi, tidak ada salahnya lelaki ataupun perempuan itu menangis.

Biasanya, lelaki gemar mendaki gunung dan olahraga yang beregu seperti sepak bola dan basket. Namun, apabila ada lelaki tidak memiliki kegemaran tersebut maka, mereka akan disebut banci. Padahal itu semua masalah selera, kita tidak bisa memaksakan kehendak orang lain. Jika kamu dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai, apakah kamu bersedia melakukan hal tersebut?

Warna juga dikaitkan dengan gender misalnya , jika lelaki memakai pakaian atau atribut berwarna pink, lelaki tersebut akan dikatakan seperti perempuan atau banci. Padahal warna itu tidak memihak gender. Jadi, mau laki-laki ataupun perempuan seharusnya bebas saja menggunakan warna apapun itu.

Ketika laki-laki mengalami gangguan mental, Mereka biasanya bingung dan takut untuk menceritakan masalah kesehatan jiwa mereka karena kemungkinan, lelaki tersebut akan dipermalukan dan dipertanyakan status  “Kelaki-lakiannya”. Hal ini dapat berakibat pada kondisi mental mereka.

Toxic masculinity juga berhubungan dengan patriarki. Secara umum, patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Sebaliknya, patriarki menempatkan perempuan sebagai subordinat dan memposisikan laki-laki sebagai pemegang kontrol utama yang mendominasi dan mengatur perempuan.

Lalu, praktik sistem patriarki kerap membawa perempuan ke dalam posisi yang tidak adil. Ketidakadilan tersebut juga dapat masuk ke dalam beragam aspek kehidupan, seperti aspek domestik, ekonomi, politik, dan budaya. Bentuk nyata ketidakadilan gender tersebut dapat juga terlihat dari kesenjangan antara peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat

Nah, Toxic masculinity  bisa melanggengkan sistem patriarki yaitu kuasa berada pada tangan laki-laki yang dapat merugikan kaum perempuan. Sehingga perempuan merasa terintimidasi dan tidak bisa bergerak secara leluasa karena istilah “perempuan lebih rendah dari laki-laki” . Hal ini juga dapat mengakibatkan laki-laki melakukan diskriminasi terhadap perempuan karena merasa lebih superior. Sehingga para korban takut untuk bersuara disebabkan korban merasa terpojok.

Toxic masculinity ini juga memberikan privilege( hak istimewa) terhadap laki-laki misalnya,mereka mendapatkan gaji yang lebih besar dibandingkan perempuan. Padahal jam kerjanya sama. Lalu, mereka bisa menempatkan banyak posisi pemimpin dalam berbagai sektor. Hal inilah menjadi salah satu faktor patriarki terus ada hingga sekarang.

Dengan adanya toxic masculinity, Laki-laki merasa krisis identitas sosial. Selain itu, toxic masculinity juga dapat memberikan efek negatif pada mental dan emosi mereka. Mereka dapat menjadi pribadi yang egois, kurang empati dan dapat berperilaku kasar.

Beberapa kriteria maskulin juga mendorong laki-laki untuk pamer seberapa banyak perempuan yang sudah mereka dekati atau bahkan mereka tiduri. Laki-laki tersebut akan diakui sisi maskulinnya. Laki-laki di society kita, tidak mempermasalahkan keperjakaan dan beranggapan bahwa laki-laki yang tidak perjaka adalah mereka yang sudah berpengalaman dalam urusan seksual, berbanding terbalik realita yang dihadapi perempuan.

Pemaknaan banyak orang mengenai maskulinitas begitu dangkal. Sejak lahir, warna pakaian dan mainan sudah diatur untuk memperkuat kesan maskulinitas atau feminitasnya. Bukannya, mengajarkan hal tersebut bersifat gender netral. Sebenarnya, setiap dari kita bisa mengadopsi sisi maskulinitas maupun feminitas karena ada beberapa orang yang mempunyai lebih banyak hormon testosteren pada dirinya dan begitupun sebaliknya. Maka, sebagai manusia mari saling menghargai satu sama lain dan belajar menerima keberagaman.

NADA SAFRINA
NADA SAFRINA
Pekerja Lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.