Minggu, Februari 9, 2025

Tiga Cara Menyiapkan Pembiayaan Risiko Bencana di Indonesia

Khonsa Zulfa
Khonsa Zulfa
early career researcher focusing on disaster risk reduction
- Advertisement -

Akhir-akhir ini, media sosial ramai dengan diskusi tentang potensi gempa bumi Megathrust yang dapat melanda Pulau Jawa dan Sumatera. Para ahli mengatakan bahwa meskipun tidak mungkin untuk memprediksi waktu pasti terjadinya peristiwa tersebut, potensi kerusakan yang signifikan mendesak akan adanya inisiatif pengurangan risiko bencana di wilayah pesisir.

Bencana, pada dasarnya, tidak dapat diprediksi dan sering kali menimbulkan kerusakan yang masif. Perencanaan pembiayaan untuk menghadapi bencana alam merupakan komponen penting dalam pengurangan risiko bencana. Tantangan pembiayaan risiko bencana ialah adanya ketidakpastian dalam frekuensi dan keparahan bencana di masa depan, juga anggaran pemerintah yang terbatas, sehingga perlunya keterlibatan sektor swasta.

Mengingat tantangan ini, sangat penting untuk mengeksplorasi dan menerapkan strategi yang dapat membantu mengamankan dana yang diperlukan untuk mengelola risiko bencana secara efektif. Strategi-strategi ini harus didasarkan pada pemahaman yang kuat tentang potensi kerugian, berdasarkan penilaian risiko yang ilmiah, dan didukung oleh mekanisme pendanaan yang inovatif.

1. Menghitung Kerugian dan Kerusakan Bencana di Masa Depan

Langkah awal yang penting dalam pembiayaan risiko bencana adalah perhitungan yang akurat terkait potensi kerugian yang disebabkan oleh bencana tersebut, termasuk memahami cakupan kerugian langsung dan tidak langsung. Kerugian langsung biasanya mencakup kerusakan fisik langsung pada infrastruktur, rumah, dan aset lainnya. Kerugian ini sering kali terlihat dan terukur, sehingga relatif lebih mudah untuk diperkirakan. Sebaliknya, kerugian tidak langsung, yang mungkin mencakup gangguan ekonomi, hilangnya mata pencaharian, dan dampak jangka panjang pada masyarakat, lebih sulit untuk dinilai. Misalnya, setelah gempa bumi besar, meskipun kerusakan fisik pada bangunan mungkin terlihat, dampak ekonomi yang lebih luas, seperti hilangnya pendapatan pariwisata atau relokasi masyarakat dalam jangka panjang, lebih sulit untuk diukur.

2. Memetakan Tingkat Risiko dan Intervensi yang Diperlukan

Pemahaman tentang level risiko dari suatu bencana, termasuk frekuensi dan keparahan, diperlukan untuk menentukan intervensi yang tepat. Pemetaan risiko melibatkan penilaian probabilitas dan dampak berbagai skenario bencana dan mengkategorikannya ke dalam kuadran berbeda.

2a. Dampak Tinggi-Probabilitas Tinggi (HI-HP)

Untuk risiko yang dikategorikan sebagai dampak tinggi dan probabilitas tinggi (HI-HP), prioritasnya sering kali adalah menghilangkan risiko secara signifikan. Misalnya, banjir di Jakarta dikategorikan sebagai peristiwa HI-HP karena terjadi hampir setiap tahun (probabilitas tinggi) dan menyebabkan kerusakan yang besar (dampak tinggi). Salah satu kerugian paling signifikan adalah banjir pada awal tahun 2020 yang berdampak pada lebih dari 60.000 orang, dengan kerusakan yang meluas pada rumah, bisnis, dan fasilitas umum. Dampak ekonomi diperkirakan mencapai miliaran dolar, termasuk kerugian dari kerusakan properti, gangguan kegiatan bisnis, dan biaya yang terkait dengan emergency response. Salah satu intervensi yang mungkin dilakukan untuk menangani banjir Jakarta adalah merelokasi masyarakat di sekitar sungai. Intervensi ini, meskipun mahal dan memerlukan prosedur yang rumit, sangat penting untuk mengurangi risiko dari kejadian bencana yang memiliki probabilitas dan dampak besar.

2b. Dampak Tinggi-Probabilitas Rendah (HI-LP)

Dalam kasus di mana risikonya berdampak tinggi tetapi probabilitas rendah (HI-LP), fokus penanganan risiko bencana sering kali beralih ke mekanisme transfer risiko, seperti asuransi. Contoh untuk kejadian ini adalah gempa bumi dan tsunami di Indonesia. Gempa bumi dan tsunami bukanlah bencana yang sering terjadi, sehingga menjadikannya bencana dengan probabilitas rendah. Namun, bencana tersebut menyebabkan kerusakan besar pada masyarakat pesisir, infrastruktur, dan ekosistem. Kerugian ekonomi senilai miliaran dolar dan meninggalnya 230.000 hingga 280.000 orang jiwa merupakan dampak dari Tsunami Samudra Hindia 2004.

Asuransi bencana dapat menyediakan jaring pengaman keuangan, yang memungkinkan pemerintah dan bisnis untuk pulih lebih cepat setelah bencana. Namun, di Indonesia, penetrasi asuransi bencana masih rendah, khususnya di masyarakat menengan dan ke bawah, usaha kecil dan menengah (UKM), serta masyarakat di daerah pedesaan. Oleh karena itu, memperluas akses ke asuransi dan mekanisme transfer risiko lainnya merupakan strategi penting untuk mengelola risiko bencana dengan probabilitas rendah dan dampak yang tinggi. Selain itu, mitigasi struktural juga penting digunakan untuk meminimalkan peristiwa gempa bumi dan tsunami, seperti membangun perkuatan dan tanggul pantai.

- Advertisement -

2c. Dampak Rendah-Probabilitas Tinggi (LI-HP)

Untuk bencana yang dikategorikan sebagai memiliki dampak rendah tetapi probabilitas tinggi (LI-HP) (misalnya, banjir pasang bulanan di daerah pesisir), strategi mitigasi menjadi sangat penting. Ini dapat mencakup langkah-langkah struktural, seperti membangun tanggul banjir, dan langkah-langkah non-struktural seperti kesadaran masyarakat dan sistem peringatan dini. Upaya-upaya ini, meskipun lebih murah daripada intervensi yang diperlukan untuk risiko HI-HP, tetap penting untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan dampak bencana.

2d. Dampak Rendah-Probabilitas Rendah (LI-LP)

Terakhir, bencana dengan dampak rendah dan probabilitas rendah (LI-LP) dapat ditoleransi, terutama jika biaya intervensi lebih besar daripada potensi manfaatnya. Misalnya, gempa bumi di daerah tak berpenghuni di Kalimantan dapat dikategorikan sebagai kejadian dengan probabilitas rendah dan dampak rendah. Namun, bahkan dalam kasus ini, pemantauan berkelanjutan tetap diperlukan agar setiap perubahan dalam lanskap risiko dapat dideteksi sejak dini.

3. Mencari Sumber Pendanaan Alternatif

Mengingat besarnya sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk manajemen risiko bencana, penting untuk mengeksplorasi berbagai sumber pendanaan. Meskipun anggaran pemerintah merupakan sumber pendanaan utama, anggaran tersebut seringkali tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya untuk upaya pengurangan risiko bencana dan pemulihan. Akibatnya, sumber pendanaan alternatif harus dipertimbangkan, termasuk pinjaman dari bank pembangunan internasional, penggalangan dana, inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan pungutan sektor swasta.

Kesimpulan

Kerentanan Indonesia terhadap bencana alam menuntut adanya pendekatan yang komprehensif terhadap perencanaan finansial untuk pengurangan risiko bencana. Perhitungan yang akurat atas potensi kerugian dan pemetaan risiko diperlukan untuk mengidentifikasi dan menerapkan intervensi yang paling tepat, baik melalui pencegahan, mitigasi, atau mekanisme transfer risiko seperti asuransi.

Ketika anggaran pemerintah tetap menjadi landasan pembiayaan risiko bencana, sumber alternatif seperti pinjaman pembangunan internasional, urun dana, dan inisiatif CSR menawarkan sumber daya tambahan manajemen risiko bencana. Bersama-sama, strategi ini dapat membantu Indonesia mengurangi dampak bencana pada masyarakat dan memungkinkan upaya pemulihan yang lebih efektif.

Khonsa Zulfa
Khonsa Zulfa
early career researcher focusing on disaster risk reduction
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.